Review ini dimuat di media online republika.co.id
The Winter Soldier, Super Hero Marvel yang Ditampilkan Humanis
Perjuangan Captain America berlanjut. Setelah menjadi penyelamat dalam perang dunia II menghadapi Nazi Jerman, kini Captain America menghadapi musuh yang lebih besar. Captain America harus melawan musuh yang masuk ke dalam organisasi SHIELD dalam "Captain America: The Winter Soldier".
Diceritakan, SHIELD disusupi tokoh-tokoh dari organisasi jahat. Bahkan Nick Fury (Samuel L. Jackson), salah satu pimpinan SHIELD disingkirkan oleh organisasi bernama HYDRA itu. Steve Rogers/Captain America (Chris Evans) juga harus menjadi buronan SHIELD. Musuh utama dari Captain America sendiri adalah seorang dengan kemampuan super serta kemampuan militer bernama Winter Soldier (Sebastian Stan).
Captain America dengan bantuan dari Natasha Romanoff/Black Widow (Scarlett Johansson) dan Sam Wilson/Falcon (Antony Mackie) harus berjibaku melawan HYDRA
Menyaksikan Hollywood menghadirkan super hero Marvel di layar bioskop sudah pasti memberikan daya tarik yang besar. Mulai dari kekuatan yang dimiliki masing-masing super hero, juga kehadiran super hero itu sendiri. Semuanya dikemas dalam teknologi tingkat tinggi yang memanjakan mata, telinga, dan tentu saja rasa di hati.
Sebagai contoh, lewat teknologi canggih Hollywood, tokoh HULK bisa dibuat begitu buas lewat kekuatan dahsyatnya. Iron-Man bisa dieksplorasi lewat kecanggihan peralatan yang dimilikinya. Terlebih THOR dengan Palu Godamnya dapat memberikan ruang kreasi bagi pembuatnya. Belum lagi Wolverine cs dengan kekuatan mereka sebagai Mutant. Semua itu memberi nilai lebih untuk penonton.
Lalu bagaimana dengan Captain America?
Soal kekuatan super, tokoh komik yang lahir pada tahun 1941 ini memang tidak sedahsyat super hero lainnya. Andalannya hanya kekuatan fisik yang diatas rata-rata manusia ditambah perisai super yang mampu melindungi dari serbuan musuh.
Disinilah kejelian rumah produksi Marvel dengan menunjuk tiga penulis skenario. Mereka menutupi keterbatasan kemampuan Captain America dengan cerita yang humanis. Konsep cerita yang dibuat Ed Brubaker, dipoles dengan baik oleh Christopher Markus dan Stephen McFeely.