Mohon tunggu...
John Simon Wijaya
John Simon Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

✉ johnsimonwijaya@gmail.com IG/LINE : @johnswijaya

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

MH 370 Bukti Lemahnya Hankam Indonesia

25 Maret 2014   19:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:30 3481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13957248941702717787

Memaknai Kasus Hilangnya MH 370, Sebuah Bukti Lemahnya Sistem Pertahanan Keamanan Indonesia

Seperti yang sudah kita ketahui bersama, kasus hilangnya MH 370 adalah salah satu upaya pencarian yang melibatkan Tim Gabungan Pasukan Internasional terbesar yang pernah ada di dunia. Sebuah usaha manusia menggunakan segala daya upaya dengan teknologi paling mutkhir yang diimiliki. Tidak terbatas dengan metode penyisiran udara biasa namun juga mengandalkan citra satelit negara masing-masing.

Dengan tanpa mengurangi rasa simpati mendalam saya kepada seluruh keluarga korban MH 370, kita bisa juga memaknai bersama bahwa ternyata upaya kemanusiaan ini sebagai salah satu bentuk lain dari kompetisi. Suatu bentuk lain dari perlombaan unjuk gigi kekuatan jelajah sistem pertahanan masing-masing negara yang mengikutinya.

Minimnya Peran Indonesia

Hiruk pikuk fokus misi pencarian MH 370 yang sebelumnya di area laut China Selatan, kemudian hari ini berpindah ke Samudera Hindia Selatan sebenarnya hanya mengandalkan dasar spekulasi dan asumsi semata. Jika kita mengandaikan bahan bakar Boeing 777 ini saat di KL diisi fulltank, maka MH 370 bisa di mana saja, it could be anywhere. Terbang sampai Los Angeles LAX, Dubai DBX, atau Scipholl AMS pun masih mampu.

Tapi jika dengan logika sederhana, kita asumsikan bahan bakar diisi secukupnya hanya sampai Beijing, maka masih pula terbuka kemungkinan pesawat ini mampu mencapai Jepang, Philipina bahkan Papua [LIHAT area garis kuning titik jangkauan maksimal kapasitas bahan bakar ILUSTRASI 01]. Berita buruknya, tidak ada petunjuk pasti jika pesawat ini benar-benar menuju Samudera Hindia. Semua itu hanya asumsi dan spekulasi jejak terakhir yang ditinggalkan noktah Black Flight - benda langit tak bernama.

Jadi saat sistem transponder pesawat sengaja dimatikan dari cockpit, memang benar-benar membutakan bagi ATC di darat. Dengan tanpa mengurangi rasa hormat saya pada upaya maksimal seluruh tim gabungan  Internasional, MH 370 bisa saja jatuh di perairan Indonesia. Tapi sudah berhari-hari lamanya gagal terdeteksi dan luput dari perhatian internasional karena sistem pertahanan keamanan kita sendiri sudah terlalu uzur, dan tidak mumpuni. Bahkan satelit Palapa seri-D satu-satunya kebanggan merah putihpun 60% kepemilikan sahamnya sudah beralih ke negara lain.

Jika dibandingkan dengan berbagai upaya Negara-negara dunia. Sebagai salah satu bangsa besar ternyata peran Indonesia bisa dibilang hanyalah ala kadarnya. Indonesia kali ini berkontribusi patroli di wilayahnya sendiri antara lain menggunakan corvette KRI Sutanto, KRI Siribua, KRI Matacora, KRI Tarihu and KRI Krait, IPTN NC-212. Coba kita bandingkan dengan Singapore: air force C-130 Hercules, navy Formidable-class frigate with one Sikorsky S-70B Seahawk helicopter, Victory-class corvette, air force Fokker 50 maritime patrol.[SUMBER]

Bagaimana jika dibandingkan dengan upaya Jepang, Australia atau China?

Lah, padahal ini teritorialnya siapa? Kok malah mereka yang justru lebih sibuk?

Melihat Kasus MH 370 Dari Kacamata Kebangsaan

Indonesia sendiri dulunya adalah bangsa besar. Nusantara, tanah yang kita tinggali hari ini. Ratusan tahun yang lalu pernah menjadi saksi masa keemasan Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan besar yang memiliki armada kapal pinisi sendiri. Dengan jangkauan jelajah luar biasa karena sempat menguasai Pulau Madagaskar Afrika. Pasukan laut Sriwijaya disegani kerajaan-kerajaan di sekitar region Asia Tenggara. Kerajaan dengan kekuatan laut yang sudah hadir jauh-jauh hari sebelum pedagang Eropa menjelajahi sumber rempah-rempah di belahan bumi timur, rumah kita.

Tidak terlalu berlebihan juga hingga akhirnya Soekarno pernah mengubah nama Samudera Hindia menjadi Samudera Indonesia, karena pada kodratnya kitalah titik terdekat samudera tersebut dan harusnya kita juga yang mampu menjelajahi serta menjaga teritorialnya.

Samudera besar dunia memang telah menjadi wilayah Internasional, wilayah yang bebas dilintasi kapal berbendera apapun itu. Namun sudah menjadi rahasia bersama bahwa seluruh Samudera di dunia sudah “dikapling-kapling” beberapa negara besar untuk menempatkan pangkalan militernya di sana. Pasifik lebih ada kecenderungan dikuasai AS dibuktikan dengan tidak terputusnya radar laut dari ujung barat California hingga Hawaii. Dan Atlantik lebih banyak dikuasai Inggris, Argentina saja harus berhitung dua kali untuk kembali meributkan Falkland Islands. Samudera Hindia sendiri sebenarnya masih memiliki status “perawan”, karena belum ada satu negarapun yang dominan di area ini. Namun melihat greget tim Gabungan Internasional dalam mencari MH 370 akhir-akhir ini, bisa kita simpulkan bersama bahwa ternyata secara tidak langsung dunia sedikit dipropagandakan berangsur-angsur Samudera Hindia akan menjadi “kaplingnya” Australia.

Indonesia sendiri ke mana?

Orang Indonesia mana sempat memikirkan hal-hal seperti ini?

Peran Indonesia di dunia internasional akan lenyap dengan sendirinya ditelan hiruk nafsu politisi serta para penjahat hitam di dalam negerinya.

______________________

John Simon Wijaya © 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun