Kita bisa melihat bagaimana China menyikapi BUMN-nya, sejak tahun 1994, China memberlakukan kebijakan dividend payout ratio (DPOR) sebesar 0% terhadap seluruh BUMN-nya. Yang artinya pemerintah China tidak meminta deviden kepada BUMN-BUMN mereka. Tujuannya sudah tentu jelas, agar seluruh hasil laba BUMN bisa dipergunakan untuk memperbesar usaha BUMN tersebut dengan meningkatkan pembentukan modal (capital formation) atau investasi.
Kita bisa melihat juga dengan kebijakan DPOR 0% tersebut, hal itu tidak hanya menyebabkan BUMN Tiongkok menjadi perusahaan sehat dan kuat di tingkat global, tetapi juga mampu menjadi kontributor utama bagi ekonomi Tiongkok sendiri yang dalam satu dekade terakhir tumbuh rata-rata sekitar 10%. Nah dalam hal inilah seharusnya kita mau belajar, dimana BUMN seperti di China tadi mampu untuk menjalankan perananya sebagai agent of development, BUMN bisa dipakai untuk berbisnis menghasilkan kontribusi kepada negara dan terhadap pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Bandingkan dengan Indonesia, BUMN seringnya hanya sekedar sebagai alat untuk menyalurkan kebijakan pemerintah saja, seringkali tugasnya hanya menyetabilkan harga saja tanpa ada improve dalam plan kerjanya, sehingga banyak yang merugi dan ujung-ujung-nya ya dijual juga. Apalagi kalau sudah ada banyak pesaing,
Jadi kesimpulanya tidak selamanya 'true believers of market mechanism' itu akan melahirkan struktur kompetisi yang sempurna, di sisi lain seandainya monopoli dan BUMN bisa membuat korupsi via mekanisme politik, tentu saja di sistem sesuai mekanisme pasar juga memungkinkan 'pembandaran politik', yang seolah tidak terlihat secara struktur, tapi secara proses 'back door' terjadi juga korupsi via mekanisme pasar.
Poinnya adalah 'structural reform' seperti yang dilakukan oleh China tadi bukan malah melepas sesuai mekanisme pasar, dalam hal ini dibutuhkan leadership yang kuat dan punya power yang tinggi, tidak hanya penuh dengan konsep "check and balance" saja, yang di satu sisi membuat top management malah tersandera approval banyak pihak sampai waktunya habis terbuang percuma dan hanya menjadi sebuah 'wacana'.
Sudah seharusnya Indonesia mau untuk berpikir out of the box, tapi tentu saja masih dalam batas rasionalitas yang tanpa melanggar konstitusi, karena tanpa ada kebijakan terobosan yang bagus, sulit bagi Indonesia untuk bisa merealisasikan target-target besar BUMN kita, semoga kedepanya kebijakan pemerintah lebih tepat lagi demi suksesnya BUMN dan roda pembangunan ekonomi Indonesia sendiri.
Salam monopoli BUMN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H