Mohon tunggu...
John Rubby P
John Rubby P Mohon Tunggu... Penulis - Planter yang selalu belajar

PLANTER............

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kasus Setya Novanto, Kita Terlalu Bangga Akan Kehebatan Presiden

9 Desember 2015   12:08 Diperbarui: 9 Desember 2015   12:08 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sidang MKD, smbr kompas.com"][/caption]

Kasus catut nama presiden dan wakil presiden telah menggelinding jauh. MKD telah bersidang dengan mendengarkan keterangan pelapor Sudirman Said dan peserta dalam pertemuan dengan Setya Novanto yaitu presidir PTFI Maruf Syamsudin. 

Sejak kasus ini mengemuka, rakyat dibuat heboh dan menghebohkan diri. Membumbung tinggi harapan untuk menjungkalkan SetNov dari singgasana kursi ketua DPR. Publik terperangah, bagaimana mungkin seorang pimpinan legislatif bisa berbuat yang kurang pantas. Demikian juga halnya di dunia kompasiana, heboh, ramai, dan berkecamuk. Berbagai macam tulisan muncul, dari yang membela dan mencaci Sudirman Said sampai yang membela dan mencaci SetnNov. Bahkan tulisan di kompasiana di labeli "pilihan" katena menulis bahwa SetNov telah mengundurkan diri dari ketua DPR, padahal hingga kini SetNov bergeming oleh desakan publik untuk mundur. Saya sudah menulis sebelumnya bahwa desakan untuk SetNov mengundurkan diri bagai pungguk merindukan bulan.

Setelah persidangan MKD berlangsung keanehan bermunculan, adalah tingkah laki anggota MKD terutama dari KMP. Pun demikian kita masih berharap kepada anggota lain, tapi apa lacur, justru pelapor dijadikan seolah tersangka oleh MKD yang mengaku terhormat. Sudirman Said menjawab setiap cecaran pertanyaan yang selalu memojokkannya dengan tetap fokus dan tenang, tidak terbawa emosi para anggota MKD yang mengaku terhormat. Perilaku anggota MKD yang seolah membela SetNov membuat publik gerah, seolah tak peduli, anggota MKD di berbagai media tetap pada pendiriannya, bahwa SetNov tidak bersalah.

Pada saat pemeriksaan presidir PTFI Maruf Syamsudin berlangsung, juga tak menunjukkan tanda-tanda anggota MKD adalah representasi rakyat. Rakyat marah, tapi anggota MKD tak peduli, tetap membela SetNov. Melihat keadaan seperti ini memberi kita pelajaran berharga, bahwa anggota dewan tidaklah menjadi wakil rakyat setelah terpilih, mereka penya kepentingan sendiri.

Tibalah saat pemeriksaan terlapor, rasa prustasi publik seolah makin dipermainkan anggota MKD, mereka membuat sidang yang dua sebelumnya terbuka menjadi tertutup. Pimpinan sidang  beralih, dipimpin oleh Khahar Muzakir yang nota bene, pendukung SetNov, jadilah ibarat jeruk makan jeruk. Keadaan ini seolah mengganggap bahwa rakyat bukanlah sesuatu yang perlu didengar, biar rakyat menjerit sampai manapun, yang pentinh kepentingan anggota dan koalisi parlemen tidak terganggu.

Publik seolah mati kutu menghadapi tingkah laku anggota MKD, maka tumpuan diarahkan kepada eksekutif. Presiden seolah memberi sinyal tentang kemarahan publik dengan mengatakan bahwa dia tidak rela kewibawaan negara dipermainkan. Bak gayung bersambut publik memaknai kemaran presiden dengan harapan menjebloskan SetNov ke ranah hukum. Dunia kompasiana tak kalah heboh, dengan berbagai tulisan yang seolah presiden Jokowi memiliki kartu truf untuk menjungkalkan SetNov.

Harapan yang tinggi yang diarahkan ke presiden tidak salah, akan tetapi publik juga harus sadar bahwa presiden bukanlah manusia setengah dewa yang bisa membuat SetNov masuk ranah hukum. Pendukung SetNov tak boleh dipandang sebelah mata, mereka jauh-jauh hari sudah padang badan akan ketidak bersalahan SetNov. Harapan kita yang membumbung tinggi akan layu sebelum berkembang. Jikapun kejaksaan agung membawa ke ranah hukum, maka sangat lemah kemungkinannya itu berhasil, dan pemenang kali ini tetaplah SrtNov dengan KMP nya. Melihat keadaan ini banyak kalangan mengharap untuk menghukum partai pembela SetNov dihukum di pilkada serentak 9 desember 2015, akan tetapi harapan itu tidak ada gunanya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun