Eksekusi mati gelombang 3 telah dilaksanakan, pro dan kontra mewarnai pelaksanaan ekssekuai mati. Kejaksaan agung sebagai eksekutor tak bisa berbuat apapun selain melaksanakan undang-undang. Pelaksanaan eksekusi mati belum bisa dihapus dari bumi Indonesia, sebab hukuman mati masih merupakan hukum positif yang masih berlaku di negara ini.
Jika melihat dari kaca mata HAM, maka eksekusi mati merupakan pengingkaran akan hak hidup yang dimiliki manusia, dan itu merupakan pemberian yang maha kuasa. Jika demikian adanya, layakkah sebuah negara yang menjunjung tinggi HAM, dengan sengaja atas nama hukum mencabut dan menghilangkan nyawa manusia?
Dilema pelaksanaan hukuman mati akan selalu berlanjut, negara beranggapan dengan eksekusi mati, maka pelaku kejahatan terutama narkoba, akan membuat efek jera. Pun demikian, sebagaian praktisi hukumpun menganggap, bahwa hukuman mati akan memberi efek jera. Sudah berulang kali para bandar narkoba tak pernah jera, bahkan daribalik jeruji besipun mereka masih sanggup mengendalikan peredaran narkoba. Melihat perilaku mereka, kadang membuat geram, dan kegeraman kita seolah mengamini bahwa hukuman matilah yang layak bagi mereka.
Seandainya hukum adalah balas dendam, maka eksekusi mati adalah satu keharusan, tapi hukum bukanlah balas dendam, sehingga hukuman mati perlu ditinjau, apakah perlu atau tidak.
Sebagai warga yang awam hukum, yang dari sd sudah belajar dan diajari tentak hak dasar yang dimiliki manusia aejak lahir (HAM) penerapan hukuman mati sepertinya seolah mendahului kehendak Tuhan.
Demikian pendapat saya, mohon maaf jika ada yang kurang bekenan...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H