Dalam suasana pandemi covid-19 saat ini, banyak masyarakat merasakan sulitnya mencari penghasilan. Dengan demikian diharapkan ada bantuan sosial dari pemerintah dan juga dari para dermawan.
Tapi untuk memberikan bantuan tersebut tepat sasaran sangat sulit dan bahkan bisa dibilang amburadul. Kenapa bisa demikian, sementara banyak perangkat daerah sudah terbentuk demi mendata semua masyarakat yang ada.
Keadaan demikian terjadi karena masyarakat kita pada umumnya masih menganut sistem KKN dalam berbagai bentuk. Jangankan perangkat desa, bahkan pemimpin daerahpun ada yang pilih-pilih dalam memberikan bantuan, jika didaerah itu dia menang, bantaun akan lebih mudah datang.
Di samping itu ada perilaku perangkat paling bawah, dimana yang menerima bantuan bukan yang layak, tapi yang lebih dekat dengan perangkat desa, dan orang yang berpengaruh di desa.Â
Jadi tak heran, sering kali kita menemui bahwa penerima bantuan sosial memiliki mobil dan sepeda motor parkir di garasi rumahnya, akan tetapi yang tidak memiliki apa-apa, bahkan rumahpun hampir roboh, tidak mendapat bantuan sosial apa-apa.
Jika perangkat desa sudah benar memberikan data penerima bantuan dengan skala prioritaspun, kadang kala bantuan yang datang juga tak tepat sasaran. Kenapa demikian? Sebab "oknum" pns di kabupaten masih ada juga yang bermain, dengan mengutamakan kerabatnya yang diprioritaskan, tak peduli sikerabat tergolong mampu.
Jadi bagaimana menegakkan semua telah kusut ini? Pastinya susah, karena budaya malu sangat jauh, kadang yang mampu memperoleh bantuan sosial malah bangga, karena banyak kerabatnya di daerah yang bisa membantunya.
Jadi yah...ngelus dada ajalah...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H