Kelapa sawit merupakan tanaman pernghasil minyak nabati terbesar, perhektar pertahun mampu menghasilkan minyak sebesar 8 ton. Jika dibandingkan tanaman penghasil minyak lainnya, tidak ada yang mampu menghasilkan minyak sebesar tanaman kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit walaupun di caci juga dimaki dan sumpah serapah lainnya, sebagai biang kerok kerusakan lingkungan, tetapi tak bisa dipungkiri, merupakan penggerak ekonomi di pelosok negeri.
Dewasa ini, banyak petani sawit mandiri, dan sekaligus telah meningkatkan taraf perekonomian petani. Tapi pola pikir petani masih perlu di benahi untuk menerapkan perkebunan sawit yang berkelanjutan.
Seperti teihat pada gambar di atas, sebagian besar petani sawit beranggapan bahwa kebun yang sangat bersih akan menghasilkan buah lebih banyak. Kenyataannya adalah sebaliknya, kenapa demikian? Lahan/kebun sawit yang terlalu bersih, akan meningkatkan laju aliran permukaan tanah pada saat hujan, akibatnya erosi akan mengikis tanah subur. Disamping itu, lahan yang terlampau bersih, akan meningkatkan evaporasi tanah, sehingga tanah cepat gersang, padahal sejatinya tanan sawit sangat menyukai tanag yang agak lembab, tapi tidak tergenang. Terlebih akan meningkatkan biaya pembersihan kebun, dan akibatnya, nilai tambah bagi petani akan tergerus.
Kelihatan, kebun yang terlalu bersih, tanpa ada gulma, sangat elok dipandang mata, ibarat sebuah taman, padahal nilai ekonomi terlebih ekologinya akan rendah, bandingkan dengan gambar di bawah, kelihatannya kurang elok dipandang, tapi lebih bernilai secara ekonomi dan ekologi.
Jika gulma dibiarkan tumbuh sembarangan juga tidak baik, harus di kendalikan sesuai kebutuhan. Jalur panen dan piringan di seputar pokok haruslah selalu bebas gulma, sebab buah akan jatuh di piringan, dan pengangkutan dari dalam ke jalan harus juga betsih, untuk memberi kemudahan.
Jika konsep pemeliharaan kebun sawit dipahami petani, maka petani akan menjadi maju dan berkontribusi juga terhadap kelestarian lingkungan.
Jadi buatlah kebun sawit, bukan taman sawit
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H