Peperangan antara Patani dengan Thailand sudah kepanjangan masa berabad-abad dengan tiga factor titik besar yaitu; Islam (agama), Melayu (etnis), Patani (kedaulatan) oleh tiga factor inilah yang menjadi factor bangkitan untuk perlawanan yaitu; Pertama; tahun 1785 kekalahan Kerajaan Negeri Melayu Patani terhadap Kerajaan Siam oleh raja Chakri Rama I maka dibuktikan Patani hilang politik identitasnya. Kedua; Perjanjian Anglo Siam-British pada tahun 1909, pada waktu itu dipimpin oleh raja Malay-Muslim yang sering memberi ufti kepada Kerajaan Siam. Pasca perjanjian tersebut Patani hilanglah politik kekuasaan kedaulat dan territorialnya dengan berbagai tekanan pun diterima etnis Melayu hingga negeri ini dijadikan salah satu provinsi taklukan atas persetujuan dari Britania Raya. Ketiga; adalah bahwa factor keagamaan Islam yang mendorongkan untuk penduduk warga (umat) merebut kembali kekuasaan dan kedaulatan, dengan alasannya Negeri Patani pernah menjalani sistem Sya’ra maka kontek ke-Islam-an difatwakan wajib (fardu’ian) dengan laska Jihadis dituntut kembali bagi hak-hak marwah dan martabatnya.
Dengan beberapa factor dan komponen perlawanan menuntut hak pertuanan mereka maka inilah menjadi alasannya.[2]
Pada latar belakang historis Low of rule aturan hukum kontitusi Thailand, kerajaan Thai dibentuk pada penengahan abad ke-14 dikenal dengan sebutan Siam sampai tahun 1939, ketika berubah nama menjadi Thaialand. Thailand merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tidak pernah dijajad oleh kekuasaan Eropa pada masa kolonialisme. Diperintah di bawah kekuasaan absolut monarki sampai revolusi tidak berdarah 1932, yang menghasilkan pemerintah monarki konstitusional. Terdapat beberapa kudeta militer Thailand terakhir sekali terjadi pada 2014 untuk mengusir Perdana Mentri Yingluck Shinawatra oleh  National Council for Peace and Order yang dipimpin Jendral Prajud Chanocha sekaligus mendeklarasi diri selaku Perdana Menteri.[3] Serta memimpin cabinet sebagai kepala pemerintah atas nama junta militer.[4]
Dengan wawasan kebangsaan (nationalism) ideology masing-masing terdapat kedua-dua actor penting antara ideology Nasionalisme Siam-Thai oleh pemerintah Thailand dipusat Bangkok versus ideology Nasionalisme Malay-Patani gerakan pembebasan BRN (Barisan Revolusi Nasionl) di Patani yang menjadi pemain dalam lapangan perang selain politik di luar panggungnya adalah rakyat, warga, sipil, umat disekitar tiga jutaan jiwa, selaku pendokong berupa massa masing-masing karena adanya pro dan kontra dan juga tersisanya separuh lagi berposisi sikapnya netral dan sedang mengevaluasi bahwa ideology yang mana lebih kuat sebagai dikatakan kelompok yang menang yang siap mengikuti.[5]
Pada kekinian penduduk sekitar 80 persen di sektor Thailand Selatan di wilayah Patani zona konflik termasuk provinsi Pattani, Yala, Narathiwat, dan separuh Songkhala dan Setul adalah etnis Melayu, dialog seharian Bahasa Melayu lebih banyak dari pada Bahasa Thai dan mempunyai etnis-suku-kultural dan agama yang berbeda dari mayoritas yang popural se-Thailand menganut agama Budhis.[6]
Penjajah, Imperialisme-Kolonialisme juga menjadi bahasa politik militer yang berkomunikasi secara keras yang digunakan oleh kelompok pejuang atau gerakan pembebasan Melayu Patani. Oleh karena mereka diangap menyebut  Siam itu sebagai Penjajah. Imperialisme adalah sistem politik yang bertujuan menjajah negara lain untuk mendapat kekuasaan dan keuntungan yang lebih besar. Sedangkan Kolonialisme adalah penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau bangsa lain dengan maksud untuk memperluas negara itu.
Adapun tujuan kedatangan bangsa-bangsa Eropa ke dunia timur membawa tujuan khusus yang dikenal dengan 3G yaitu:
1. Gold, bertujuan mencari sebanyak-banyaknya logam mulia berupa emas, perak, dan batu permata seperti intan dan berlian, juga termasuk disini adalah hasil bumi atau rampah-rempah dari Sumber Daya Alam (SDA). Dan hasil pendapatan maupun penentuan harga ekonomian juga harus ke pusat ibu kota negara lebih jelasnya masih bersifat centralistik. Salah satu yang dapat diberi contuh proyek JDA dll.
2. Gospel, membawa tujuan suci yaitu untuk menyebarkan agama yang dianutnya yakni ajaran Budhisme dapat dasari sejak awal bahwa penduduk pribumisasi mayoritas adalah muslim dengan secara memaksa. Pada awalnya agama asali bagi penduduk bukan Islam pada asalnya sebelum abad ke-2 mesihi adalah Hindu-Budhis setelah itu diganti dengan agama Islam. Kemasukan Islam di Patani masih banyak fakta pada Da’i para dakwah berpendapat bahwa Islam muncul di Patani sejak abad ke-13, adapun pendapat dari sejarahwan peradaban Islam dan Kultural Melayu bahwa Islam di Patani mulai sejak raja setelah memelut agama Islam sekaligus mendeklarasi sebuah negeri yang bernilai dan sistem Islamisasi.
Dasar policy kebangsaan Siam yang berubah menjadi nasionalis Thai upaya seimbang pada pengaruh barat pasca PD II. Maka Nation-State negara bangsa dapat menekang warga yang berbagai RASA (ras, agama, suku, antaragolongan) harus berubah mengikut dasar-dasar kebijakan dari pemerintah pada waktu itu sehingga seluruh warga pasti berubah mengikutinya kecewali warga etnis Melayu di Patani, mereka tidak mengangap diri sebagai warga kenegaraan dan masih mempertahankan identitasnya lalu kebelakangi ini mereka digelar minoritas maupun tamu pendatang selaku warga kelas kedua.
3. Glory, bertujuan mendapatkan kekayaan negeri asalnya dengan memperluas wilayah kekuasaannya di negeri yang baru ditemukan dan dikuasainya.