Polemik impor beras sampai hari ini masih merupakan topik yang sangat seksi. Ibarat gadis cantik yang semua orang berkeinginan untuk mengetahui lebih banyak tentang berbagai aspek kelebihannya. Terlebih lagi wacana impor beras ini mengemuka menjelang awal tahun 2018. Di tahun ini pula pesta-pesta politik dengan akan digelarnya Pilkada seacara serentak akan berlangsung di tanah air. Mengapa kata impor ini seolah olah tabu untuk disebut.Â
Setidaknya dapat kita pandang dari sisi ekonomi dan sisi politis. Sisi ekonomi lebih bermuara kepada ketidak cukupan pemenuhan kebutuhan pangan pokok dalam hal ini beras yang bermula dari jumlah pasokan dan jumlah permintaan, usaha peningkatan produksi padi dan lembaga yang mengurusi pemenuhan kebutuhan pangan pokok. dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres RI) No.5 Tahun 2015 tentang Harga Pokok Pembelian Pemerintah (HPP) jelas sekali dicantumkan bahwa pemenuhan kebutuhan pokok harus dipenuhi dari produksi dalam negeri dan jika tidak terpenuhi maka pemerintah bisa saja memenuhinya melalui jalur impor.Â
Dari sisi politis, lebih didasarkan atas sumber daya alam dengan terbentangnya luas lahan pertanaman padi yang secara spesifik lebih banyak di Pulau Jawa, sebagian di Sumatera dan Sulawesi sampai dengan Nusa Tenggara dan Bali.
Menjadi sebuah persoalan yang serius manakala terkait dengan janji-janji  yang pernah diungkapkan pada saat kampanye politik.Seolah dihadapkan  pada dua persoalan yang sama beratnya, jika melalukan impor melanggar  janji kampanye dan jika tidak melakukan impor kebutuhan pangan pokok  tidak terpenuhi. Pertimbangan pemenuhan kebutuhan untuk perut  kadang-kadang harus mengesampingkan aspek di luar nalar.
Meskipun pemerintah telah melakukan upaya swasembada baik dari program  pemberian bantuan benih, pengawalan pupuk, pemberian alat dan mesin  pertanian (alsintan), pembangunan waduk, pemeliharaan dan pengawalan  sarana irigasi di persawahan dan sinergitas antar instansi terkait  (Dinas Pertanian, Kelompok Tani, Dinas Ketahanan Pangan di daerah),  namun masih tetap saja belum mampu mendongkrak upaya swa sembada pangan  alias  Indonesia masih tetap melakukan impor beras.
Kita pernah mengalami masa kelam pada saat tahun 1998, kita impor beras secara besar-besaran sepanjang sejarah perberasan Indonesia. Setidaknya pada saat itu kita impor menembus angka 7 juta ton, dimana impor tersebut juga telah menjatuhkan rezim yang berkuasa pada saat itu. Apakah sejarah akan berulang lagi seperti 20 tahun lalu ?
(Koordinator Jaringan Advokasi Pangan Indonesia (JapIndo)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H