Suatu sore di kantor, teman datang mendiskusikan pekerjaan yang berubah agenda dan prioritas.
+ "Mas, bagaimana dengan pekerjaan saya yang berubah agenda dan prioritas?" , wajahnya males dan murung.
- "Kamu sendiri bagaimana? Kan yang menjadi pimpinan 'project' bukan Saya" , sambil menyeruput sisa kopi Cappucino.
+ "Saya sih hilang semangat dan gairah, agenda pertama itu menjawab banyak hal dan menjadi solusi banyak pihak. Itu membuat saya bahagia, sedangkan agenda baru hanya menyenangkan satu pihak." , nada suaranya masih suram.
Dalam otak saya berpikir, "Kasus ini adalah kesempatan buat membuktikan teori filsafat Marcus Aurelius, 'Kebahagiaanmu adalah penderitaanmu'."
"Baiklah kalau begitu, Saya akan bicara sama Boss tentang hal ini. Tetapi tolong Saya diyakinkan, Apakah kamu mau berkeringat, kerja lembur dan repot-repot sekali jika agenda pertama dilakukan, atau hanya pencitraan?" , kali ini matanya ku tatap tajam sambil menyelidiki auranya.
Dia diam sejenak, sambil berpikir. Sepertinya kaget muncul tantangan keseriusannya dalam mengerjakan project ini.
"Baik, akan Saya buktikan keseriusanku jika agenda pertama dilakukan" , nada suara pasti dan bulat terdengar.
Singkat cerita, 6 bulan kemudian, pekerjaan berhasil diselesaikan dengan baik, walau si Teman ini bersama timnya menderita keringat, lembur tiap hari dan repot dengan pihak ketiga. Â Mereka terlihat lelah, tetapi aura wajahnya bahagia dan puas.Â
Pengalaman itulah yang dikatakan sekitar 1900 tahun lalu oleh Kaisar Romawi, Marcus Aurelius, "Kebahagiaanmu adalah Penderitaanmu". Sering sekali  demi mengejar kebahagiaan, orang-orang tidak akan merasa keberatan melewati kesulitan-kesulitan yang akan dan sedang dihadapi. Kaisar Aurelius setiap kali ada pertempuran, ikut bertempur di medan perang, karena itulah kebahagiaannya.Â