Mohon tunggu...
Handy Chandra Bassang
Handy Chandra Bassang Mohon Tunggu... Konsultan - Sekadar mengisi waktu (kalau ada) || Semoga bermanfaat || E Cogito Ergo Sum

Maritime Business

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Separuh Nafas Hidup Manusia dari Ekosistem Laut

28 Januari 2021   11:46 Diperbarui: 28 Januari 2021   12:48 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Separuh oksigen dari nafas yang kita hirup, disumbang dari lautan". Demikian pernyataan Sven Beer, ahli fotosintesa di perairan laut.

Membaca tulisan Beliau, sebagai insinyur teknik, rasanya skeptis dan gak masuk akal. Bapak Sven ini terlalu melebih-lebihkan situasi, dan kayaknya terlalu mendramatisir. Bukunya langsung Penulis taruh, walau sudah separuh terbaca. 

Lima tahun kemudian, Penulis masuk ke laboratorium kualitas perairan di Bali. Setelah diskusi dengan para laborannya, ternyata di air danau, air sungai, air got, air comberan, air mandi, dan semua yang ada airnya, pasti mengandung alga. Ada yang ukurannya mikro (renik), seperti  "dino-flagellata"; ada yang ukurannya makro (besar), seperti rumput laut dan terumbu karang.

Alga inilah yang melakukan fotosintesa sinar matahari menjadi oksigen. Dia itu sejenis tanaman berukuran renik, yang juga bisa menjadi makanan hewan-hewan air bertipe herbivora, contohnya ikan Mas dan ikan Mujair kalau di perairan danau.

Bayangkan saja, di laut yang begitu luas ada begitu banyak alga jenis renik/mikro, yang terkenal dengan istilah fito-plankton ("phyto-plankton"). Alga-alga ini berada pada kolom air sedalam 50 meter (rerata maksimal dari penetrasi sinar matahari). Lebih tinggi dari pohon-pohon di hutan.

Pohon-pohon di darat sekarang ini maksimal ketinggiannya 20-30 meter, berdasarkan pengalaman Penulis, saat keluyuran di berbagai negara dan provinsi. Jadi wajar, kalau sumbangsih oksigen di bumi ini 50 persen dikirim dari ekosistem lautan. Hitung-hitungan detailnya ada di bukunya Pak Sven Beer.

Sekarang paham sudah, konsep dan perhitungannya dari mana. Ternyata ekosistem ini vital sekali.

Vitalitas Ekosistem Laut

+ Berapa vitalnya sih, ekosistem laut? 

- Sangat vital seperti "alat vital" dan aset vital negara. Mereka harus dilindungi.

+ Dasarnya apa, kok Ekosistem laut sangat vital sekali?

- Dasarnya adalah siklus air (hidro), siklus gas di atmosfer (oksigen, karbon dioksida, dll), siklus makanan, dan banyak lainnya memerlukan ekosistem laut yang sehat. Kalau dia sakit, semua siklus sakit. Air susah, bernafas susah, makanan susah, dan susahlah hidup "Loe".

Siklus Air (Hidro).

Tujuh miliar manusia di bumi butuh air bersih buat mandi, cuci dan terutama makan dan minum. 

Siapakah orang yang gak butuh air bersih (siap minum dan berkualitas)? Ada. Namanya "Mayat". Tapi mayat sebelum dikubur harus dimandikan dulu, tetap juga perlu air.

+ Air yang bersih dan sehat dari mana Mas? 

- Jelas dari sungai, danau, mata air dan dari PDAM (ini komersil) buat orang di kota-kota besar. Semua sumber air itu diisi melalui proses hujan, kabut embun di gunung atau melalui angin badai. 

+ Lalu, hujan dan embun sumber airnya dari mana? 

- Dari kondensasi uap di atmosfer. Makanya kalau pagi hari, daerah pengunungan selalu berkabut, itulah hasi kondensasi uap air di udara. Sekitar 20-25 tahun lalu, kota Bogor setiap pagi pasti hujan, makanya istilah kota hujan pasti merujuk ke Bogor. Kondensasi uap airnya berasal dari samudera Indonesia, yang tertiup angin naik sampai gunung Gede, lalu turun sebagai hujan dan embun pagi.

+ Terus, uap di atmosfer dari mana?

- Dari air laut yang menguap ke udara, karena sinar matahari, lalu naik ke ketinggian atmosfer melalui angin. Siklus inilah yang disebut dengan istilah umum sebagai siklus hidro (ilmu tentang air, namanya Hidrologi).

+ Mulai paham sedikit. Bisa dirangkum?

- Air turun dari gunung melalui sungai (permukaan) dan artesis (sungai bawah tanah), lalu turun ke danau, lalu turun ke muara, akhirnya sampai di laut. Kemudian menguap lagi ke udara diatas laut, terus ditiup angin ke daratan dan pegunungan, terus terkondensasi (berubah dari bentuk gas ke bentuk cair), akhirnya jadi hujan dan embun turun ke daratan. Kembali melewati sungai, dan berulang-ulang kali prosesnya, seperti siklus alam, yang kita kenal sebagai siklus air atau hidro (ilmunya bernama Hidrologi).

+ Paham Mas. Lanjutkan.

Siklus Gas

Menjelaskan barang tidak kelihatan (gas) adalah seperti menjelas kan ilmu mistik atau ilmu ghoib. Percaya silakan, tidak percaya ya gak masalah, tapi tanggung sendiri akibatnya.

Penulis sendiri belum pernah melihat dengan mata (indera penglihatan) apa itu gas oksigen (O2). Tetapi melalui nafas dan paru-paru, keberadaan oksigen bisa dimengerti dan bisa menikmati manfaatnya.

Gas oksigen (O2) ini cuma sekitar lebih kurang 20% keberadaannya di atmosfer. Mayoritasnya (78-80%) adalah nitrogen (N2). 

Kok jadi ingat tambal ban? Iya, nitrogen buat pompa ban motor dan mobil itu dari atmosfer.

Keseimbangan gas-gas di atmosfer dijaga oleh  ekosistem laut. Caranya, dengan meresap ke badan air laut, jika jumlahnya sudah berlebih. Akibat meresap kedalam laut karena tekanan atmosfer, maka perairan laut menjadi penuh dengan gas-gas yang berlebih.

Ada sisi positif dan negatifnya. Ambil contoh umum, gas karbon monoksida (CO), yang merupakan hasil pembakaran dari kendaraan bermotor, alias asap knalpot. Jika berlebihan di atmosfer, akan masuk kedalam kolom air laut, kemudian diserap oleh alga sebagai makanannya. Lalu alga merubah CO menjadi O2, dan siklus gas berjalan normal.

Sampai batas/limit tertentu jika produksi CO terus dipacu, akibatnya daya serap alga sudah jenuh/maksimal, maka air laut akan berubah menjadi bersifat asam (nilai angka pH rendah). Ini membahayakan suplai makanan dari laut, karena biota perairan mati dan punah.

Makanya, Penulis turun rasa hormatnya buat negara-negara maju yang memaksa Indonesia untuk mengurangi pembukaan lahan hutan untuk perkebunan dan sawah, dengan alasan merusak atmosfer. Padahal mereka yang membuat polusi asap knalpot dan asap pabrik paling banyak di dunia, tapi negara Indonesia yg diminta berkorban ekonomi.

Siklus Makanan

Siklus penting di alam berikutnya adalah siklus makanan.

Kita pahami bersama bahwa ikan, udang, cumi, kerang , semua makanan yang enak-enak itu tinggal dipanen dari laut.

Tidak perlu dipupuk, tidak perlu disiangi, tidak perlu dibersihkan dari gulma, tidak perlu diberi pestisida, tidak perlu di kasih pakan seperti ternak ayam, tidak perlu disuntik, tinggal ditangkap/dipanen, lalu dimasak. Selesai.

Itulah yang sering dinamakan sebagai jasa ekosistem, memberi makan, memberi oksigen, memberi kenyamanan, dan jasa-jasa lain yang menguntungkan manusia. Dengan syarat, ekosistem laut terjaga dengan baik, terhindar dari pengrusakan, dan minimalisasi dampak antropogenik. 

Ada 5 jenis ekosistem perairan yang ada di indonesia dari 6 jenis yang ada di dunia:

  1. Eksosistem Pesisir. Pada ekosistem ini, dampak terestrial (daratan) masih kuat terhadap laut & demikian sebaliknya. Beberapa ahli menyederhanakan secara ruang: wilayah pasang-surut, & sempadan pantai. Cirinya: bakau ("mangrove"), "saltmarsh", kepiting, kerang, dll.
  2. Ekosistem Terumbu Karang. Dalam ekosistem ini, pilar utamanya adalah "Zooxanthellae", sejenis alga yang membentuk karang. Wilayahnya lebih dalam ke laut, dimana faktor pasang-surut, suhu perairan & salinitas tidak berubah drastis, seperti di pesisir. Namun demikian, ia diklasifikasikan sebagai hewan ("animalia kingdom"). Ekosistem terumbu karang adalah pilar utama ekosistem perairan laut secara luas, karena terjadi pemijahan, pengasuhan & bio-diversitas terbesar terbentuk. Kehancurannya adalah kematian suplai pakan bagi manusia.
  3. Ekosistem Laut Dalam dan Samudera. Ekosistem ini banyak sekali di Indonesia, seperti di laut Sulawesi, laut Banda, selat Makassar, selat Bali, samudera Pacific & samudera Indonesia. Ciri-ciri umum biotanya adalah ikan-ikan pelagis komersial (Tuna, Tongkol, Cakalang).
  4. Ekosistem Paparan Benua. Ekosistem ini ada di perairan laut Jawa, laut Arafura dan  Natuna Utara. Biota paling banyak adalah udang. Ciri fisiknya suhu & salinitas masih konstan, belum terjadi "thermocline" (turunnya suhu secara drastis, pada kedalaman yang lebih rendah)  & "halocline" (naiknya salinitas secara drastis, pada kedalaman yang lebih rendah) seperti di laut dalam.
  5. Ekosistem Air tawar. Contohnya di danau, sungai, dan daerah rawa.
  6. Ekosistem Kutub (tidak ada di Indonesia).

Situasi 10 tahun lalu masih lebih baik dibandingkan dengan sekarang. Masa kini, laut semakin bersifat asam, sehingga produksi ikan dan hasil laut menurun. Sementara manusia semakin banyak, bertambah 1 miliar orang.

Dalam 5-10 tahun kedepan, diperkirakan akan terjadi perang antar negara memperebutkan makanan dari laut, karena produksi pertanian sudah stagnan (tidak bisa ditingkatkan lagi).

Sebagai contoh adalah kasus pencurian ikan di Laut Natuna Utara. Negara Vietnam, Thailand, China, dan Malaysia mengirim kapal-kapal ikan untuk mendapatkan makanan dari laut milik Indonesia. Kenapa? karena ekosistem laut Indonesia lebih terpelihara dibandingkan punya negara mereka. Jadi, ikan dan biota lainnya lebih banyak di perairan kita. Ekosistem pesisir dan terumbu karang mereka sudah rusak parah.

Mereka pasti nafsu melihat ikan-ikan kita gemuk-gemuk  dan "seksih-seksih" buat dikunyah. Itu semua karena ekosistem perairan di Indonesia yang terawat, walau rusak sedikit, namun secara total masih baik.

Aksi Nyata dan Mudah Menjaga Ekosistem Laut

Berteori semua orang bisa melakukan. Tetapi bisa bertindak, itu hanya orang-orang bijak dan dewasa mental.

Berikut dua tindakan vital  yang dapat menjaga ekosistem dan menjaga siklus-siklus penting di alam:

  1. Kurangi pemakaian kantong plastik. Agar meminimalisasi dampak sampah plastik yang masuk ke ekosistem perairan.
  2. Jangan nyampah sembarangan. Karena kertas, plastik dan apapun yang masuk ke perairan akan membunuh biota secara cepat dan masif.

+ Cuma sesederhana itu?

- Iya, kalau yang mudah saja tidak dilakukan, apalagi yang sulit. Kerusakan ekosistem kan faktor manusia, atau bahasa ilmiahnya faktor antropogenik. Jadi, kalau manusianya tertib tidak membuang sampah sembarangan, ekosistem juga pasti terawat.

Selamat menikmati oksigen, menikmati makan ikan Tuna, tapi jangan makan Benih Bening Lobster (gak enak, hehehe ...).
Salam takzim. 

Tanah Jawara, Ujung Barat Jawa.
HC van AB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun