[caption caption="Para Alumni bersama Guru"][/caption]Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
S’bagai prasasti t’rima kasihku ‘tuk pengabdianmu
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa
Lagu hymne guru di atas begitu menyentuh saat dilantunkan bersama pada reuni 5 Januari yang lalu, betapa tidak 21 tahun lalu angkatan 95 SMAN 1 Kairatu belum ada apa-apanya. Tiga tahun sebelumnya, masih remaja yang melangkah masuk dari berbagai sekolah menengah pertama di sekitar Kairatu untuk menimba ilmu. Ketika itu kita ditempa pada berbagai kelas dan jurusan, A4 untuk jurusan ilmu-ilmu bahasa, ilmu-ilmu sosial pada A3, ilmu-ilmu biologi di A2 dan ilmu-ilmu fisika untuk A1. Ada ilmu-ilmu baru yang butuh kesabaran para ibu bapak guru untuk mengenalkannya seperti ilmu kimia pada kelas satu, bahasa Jerman, bahasa Arab untuk jurusan ilmu-ilmu bahasa. Akutansi dan sosiologi antropologi pada ilmu-ilmu sosial. Begitu juga jam belajar mata pelajaran tertentu yang waktu belajarnya ditingkatkan sesuai jurusan. Matematika yang mencapai 3 -4 pertemuan dalam seminggu di jurusan A1, demikian pula ilmu Biologi pada jurusan A2 yang merupakan fokus utama.
Tempaan karakter juga sangat dirasakan seperti disiplin dalam absensi, kerapian berpakaian sampai penampilan pun tak luput dari perhatian ibu bapak guru. Tak sedikit cambuk, hukuman bahkan skorsing yang alami. Kisah sepatu selain warna hitam yang dibakar, celana panjang yang digunting karena bukan model yang diberikan sekolah, dijemur di bawah tiang bendera bersama-sama sekelas karena beramai-ramai bolos, dan masih banyak cerita yang ketika reuni semuanya dikisahkan kembali dalam canda tawa. Apa yang dulu dianggap kurang mengenakkan bahkan ada perasaan marah sekarang berubah menjadi sesuatu yang berbuahkan hal yang positif. Berkat berbagai tempaan ibu bapak guru itulah saat ini berbagai hasil dipetik, mulai dari yang berkarya di Kairatu, seputaran Maluku bahkan seantero negeri dalam berbagai profesi. Inilah yang diungkapkan dalam penggalan refleksi berikut ini :
21 taong katong bapisah, pardidu ka sana ka mari,
kalalerang di orang-orang pung tanah,