Mohon tunggu...
Johara Masruroh
Johara Masruroh Mohon Tunggu... Guru - Hobi menulis sejak menjadi seorang ibu

Ibu dua anak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hanya untuk Dikenang

17 Agustus 2021   13:51 Diperbarui: 17 Agustus 2021   13:58 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kamu cantik Nur," katamu menatap penuh cinta dan berhasil membuat pipiku berubah ranum.

            "Aku suka senyummu, sesegar subuh sebelum cahaya," ucapmu lagi dan aku masih menunggu kalimat selanjutnya dengan debar yang semakin kencang.

            "Bila Tuhan mengijinkan, aku ingin kau yang menemani hidupku, Nur." Wajahmu sangat serius dan menatapku semakin dalam.

            "Insyaallah, saya siap Bang," kujawab tanpa ragu meski dengan hati yang terus bergetar .

Waktu itu hubungan kita telah berjalan lima tahun. Kupikir bukan hal aneh jika kau membicarakan  hari-hari ke depan mengingat usia kita yang sudah cukup matang. Namun dua bulan setelah itu, bukan lamaran yang kauberikan, melainkan keputusanmu meninggalkanku yang hanya kausampaikan melalui sebuah pesan.

"Bukannya aku tak rela kau pergi, Bang. Tapi setidaknya berilah alasan agar aku bisa berbenah diri," kubalas pesanmu saat itu juga, tapi tak pernah ada jawaban.

 "Kau jelas tak tahu rasa sakitku, Bang." Kepergianmu meninggalkan beribu tanya yang merobek hatiku hingga menganga lukanya. Air mataku tak berhenti mengucur meski selalu kuusahakan menyumbatnya. Sesak dada ini setiap kali mengingat kalimat-kalimat yang pernah kaubisikkan.

"Tega sekali kau, Bang....., pada wanita yang pernah kau janjikan cinta." Bukankah dulu kaubilang aku akan menjadi temanmu menunggu bergantinya malam menjadi siang dan siang menjadi malam? Kaubilang akulah yang akan membangunkan pagimu bersama hangatnya sang fajar. Kau bahkan juga bilang kita akan habiskan sisa usia di ruangan yang sama dalam suka dan duka.

Aku sudah tak sanggup menunggumu lagi, Bang. Orang tuaku sudah tak sabar ingin menggelar pernikahan putrinya. Usiaku tak lagi muda. Aku pasrah saja dijodohkan dengan orang yang tak kukenal siapa.

Mungkin memang inilah caranya mengobati luka yang kaugoreskan, Bang. Engkau telah kumaafkan, meski pernah kuhabiskan hari-hari dengan tangis yang begitu panjang."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun