Berbicara mengenai al-Quran sebagai syifâ’ (obat atau penawar) terhadap penyakit, hingga saat ini masih menjadi perbicangan yang menarik. Apalagi, ketika wacana itu dilanjutkan dengan fungsinya (al-Quran) sebagai rahmat (karunia) Allah. Benarkah al-Quran itu memiliki kegunaan yang seperti itu, dan apakah nilai kegunaannya bersifat mutlak atau relatif? Inilah yang kemudian memicu para tafsir al-Quran untuk menjelaskannya dengan berbagai ragam pendekatan dan metodenya. Tetapi, ketika kita cermati, semuanya bermuara pada satu pendapat, bahwa efektivitas kegunaan al-Quran sebagai syifâ’ danrahmah sangat bergantung pada manusia yang mengharapkannya. Apakah yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan utama untuk memerolehnya? Semakin terpenuhi persyaratan utamanya, maka semakin mungkin seseorang akan memeroleh syifâ’ dan rahmah dari Allah, begitu juga sebaliknya. Yang perlu di garis bawai jawabanya tegas adalah “ IMAN “ Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Surat Isrâ’/17: 82
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌوَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَلاَ يَزِيْدُ الظَّالِمِيْنَ إِلاَّخَسَارًا
“Dan Kami turunkan dari al Quran suatu yang menjadi obat (penawar) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS al-Isrâ’/17: 82)
Tafsîr al-Mufradât
نُنَزِّلُ:“Kami turunkan.” Maksudnya Kami (Allah) wahyukan ayat-ayat Kami melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad s.a.w. bagi seluruh hamba Kami, yang semuanya telah terkodifikasi di dalam kitab suci al-Quran.مِنَ الْقُرْآنِ:“Dari al-Quran.” Kata min dalam ayat ini, menurut pendapat yang râjih (kuat) menjelaskan (bayâniyyah) jenis dan spesifikasi yang dimiliki al-Quran. Kata min di sini tidak bermakna sebagian (ba’dhiyyah) yang mengesankan bahwa di antara ayat-ayat al-Quran ada yang tidak termasuk syifâ` (obat atau penawar) sebagaimana yang dirâjihkan oleh Ibnul Qayyim al-Jauziyah.
Kata min pada ayat ini seperti hal yang terdapat dalam firman-Nya:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik” (QS an-Nûr/24: 55)
Kata min dalam lafazh مِنْكُمْ tidaklah bermakna sebagian, sebab mereka — seluruhnya — adalah orang-orang yang beriman dan beramal shalih.
شِفَاءٌ:Obat (penawar). Obat yang dimaksud dalam ayat ini meliputi obat atas segala penyakit, baik ruhani maupun jasmani dengan spesifikasi tertentu, sebagaimana yang akan dijelaskan dalam tafsirnya.رَحْمَةٌ:Rahmat di dalam ayat ini dipahami sebagai bantuan dari Allah, sehingga ketidakberdayaan dalam bentuk apa pun tertanggulangi. Rahmat Allah yang dilimpahkan kepada umat Islam adalah kebahagiaan hidup sebagai akibat dari ridha-Nya, termasuk di dalamnya kehidupan di akherat kelak. Oleh karena itu jika al-Quran dipahami sebagai rahmat bagi umat Islam, maka maknanya adalah limpahan karunia berupa kebajikan dan keberkatan yang disediakan oleh Allah bagi mereka (umat Islam) yang memhami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai yang diamanatkan oleh Allah dalam al-Quran.