Mohon tunggu...
Johan Wahyudi Lukas
Johan Wahyudi Lukas Mohon Tunggu... Guru - Guru

Hobi Membaca Buku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Proses Pembelajaran dari Abstraks ke Konkret

17 Desember 2022   18:14 Diperbarui: 17 Desember 2022   18:19 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Memang suasana kelas akan sangat membosankan apabila kita hanya mendengarkan ceramah dari pengajar. Apalagi materi pembelajaran yang diajarkan oleh pengajar tersebut sangatlah abstraks sekali. Kita pasti akan mengalami kebosanan dan mulai mengantuk. Ditambah lagi, cara penyampaian pengajar yang datar. Hal tersebut akan menambahkan kebosanan. Tentu, tiap kita pernah merasakan hal tersebut. Namun, juga perlu dipahami, bahwa ada orang yang suka dengan materi pembelajaran yang bersifat abstraks. Sehingga orang tersebut pasti tidak bosan ketika ia mendapatkan materi pembelajaran yang bersifat bosan. Namun, orang tersebut akan merasakan bosan jikalau ia mendapatkan materi pembelajaran yang bersifat konkret saja. Hal inilah yang menjadi tantangan kita sebagai seorang pendidik untuk menyeimbangkan antara materi pembelajaran secara abstraks dengan materi pembelajaran secara konkret. Tentu hal tersebut tidaklah mudah.

David Allen Kolb mengusulkan materi pembelajaran yang memfokuskan pada metode pembelajaran yang menekankan pada pengalaman, sebab menurutnya, pengetahuan diciptakan dari pengalaman yang ditransformasikan. Oleh sebab itu, terdapat 4 siklus yang diusulkan olehnya, yaitu:

  • Concrete experience
  • Peserta didik belajar dari hal-hal yang konkret di dunia sekitar mereka. Mereka merasakan dan mengalami apa yang terjadi di lingkungan sekitar mereka.
  • Reflective observations
  • Setelah mereka mengalami dan merasakan lingkungan sekitar mereka pada tahap sebelumnya. Pada tahap ini, peserta didik mulai mengamati lebih dalam. Tidak hanya mengamatinya saja, tetapi juga mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis reflektif. Misalnya, kenapa pohon itu besar sedangkan pohon yang satunya kecil? Dari situlah, peserta didik mulai mengaplikasikan proses pengataman yang reflektif.
  • Abstract conceptualisation
  • Dari tahapan pengamatan yang reflektif, hal tersebut menjadi dasar untuk membuat prinsip-prinsip secara abstraks. Mulai dipikirkan konsep-konsep berkaitan yang didasari dari tahapan sebelumnya. Bahkan, mungkin terdapat prinsip-prinsip atau ide-ide abstraks yang baru.
  • Active experimentation
  • Pada tahapan terakhir ini, menurutnya, setelah mendapatkan prinsip-prinsip atau konsep-konsep baru yang abstraks tersebut. Konsep tersebut dapat diterapkan di dalam kehidupan/pengalaman sehari-hari.

Jadi, apakah Anda bosan? Jikalau kelas Anda menitikberatkan pada pengalaman? Tentu bukan berarti hal yang bersifat abstraks tidaklah penting. Hal bersifat abstraks penting. Tetapi, jikalau hanya bersifat abstraks, maka hal tersebut akan membosankan sekali. Hal yang abstraks perlu untuk diterapkan dalam kehidupan yang nyata atau konkret. Oleh sebab itu, mari kita sebagai pendidik mencoba untuk melakukan proses pembelajaran yang menekankan pada pengalaman, supaya tiap siswa yang kita ajar. Mereka tidak hanya memahami konsep-konsep saja, tetapi mereka juga dapat membuat konsep atau prinsip-prinsip baru yang abstraks yang dapat mereka terapkan dalam kehidupan nyata mereka sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun