Saat ini dan hampir setiap hari kita mendengar kata (istilah) generasi emas. Apa itu generasi emas?
Lebih dari 10 tahun silam. Mendikbud Mohammad Nuh, dalam sambutannya pada Hardiknas, 2 Mei 2012, menyatakan tema Hari Pendidikan Nasional Tahun 2012 adalah "Bangkitnya Generasi Emas Indonesia".
Generasi emas yang diluncurkan (launching)Â Mendikbud ke-26 tanggal 2 Mei 2012 tersebut, diproyeksikan menjadi "kado istimewa" pada 100 tahun kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 2045. Atau 22 tahun mendatang.
Mengapa? Karena, kata mantan rektor Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya (2003-2006) dan Menteri Komunikasi dan Informatika (2007-2009) ini, dari tahun 2012 sampai 2035, Indonesia memperoleh bonus demografi (demographic dividend).
Adapun bonus demografi adalah jumlah penduduk usia produktif paling tinggi di antara usia anak-anak dan orang tua.
Mengutip data Badan Pusat Statistik 2011, jumlah anak usia 0-9 tahun mencapai 45,93 juta. Sedangkan anak usia 10-19 tahun berjumlah 43,55 juta jiwa.
Anak-anak tersebut merupakan kader, calon generasi emas pada tahun 2045. Sebab, di tahun 2045 mereka yang berusia 0-9 tahun akan berusia 35-45 tahun. Mereka yang berumur 10-19 tahun akan berusia 45-54 tahun.
Dan, memang orang-orang usia inilah yang nantinya bakal menjadi pemegang, bukan saja roda pemerintahan, tetapi juga roda kehidupan di Indonesia.
Untuk itu, sebagai generasi penerus yang pada era tersebut sangat produktif, sangat berharga dan sangat bernilai, harus dipersiapkan dengan baik, sehingga menjadi sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Menjadi insan yang berkarakter, insan yang cerdas, dan insan yang kompetitif.
Mengapa mesti berkarakter? Karakter menentukan kualitas moral dan arah bagi mereka dalam mengambil keputusan dan tingkah laku. Karenanya, karakter merupakan bagian integral yang penting dan harus dibangun.
Sebagai generasi harapan dan penerus yang bakal menentukan membangun dan menentukan masa depan bangsa ini, mereka harus mempunyai sikap dan pola pikir dengan landasan moral yang kokoh dan benar.