Mohon tunggu...
Johansen Silalahi
Johansen Silalahi Mohon Tunggu... Penulis - PEH

Saya adalah seorang masyarakat biasa yang menyukai problem-problem sosial, politik, lingkungan, kehutanan. Semoga bisa berbuat kebajikan kepada siapapun. Horas

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Nikmat Ngopi di Warkop Terhenti Akibat Covid-19

1 April 2020   10:51 Diperbarui: 1 April 2020   11:01 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tulisan ini adalah hasil dari pengalaman penulis akibat dampak dari Covid-19  terhadap perilaku sehari-hari yang gemar minum kopi di warkop (warung kopi).

 Mayoritas masyarakat Indonesia atau Sumatera Utara atau Pematangsiantar secara khusus pasti dekat denan istilah warung kopi (warkop). Di warkop biasanya disajikan menu minuman bervariasi dari panas sampai dingin. Menunya ada rokok, kopi, teh, teh susu, telur setengah matang, teh jahe, dan minuman lainnya. 

Keunikan atau sisi positif yang saya dapat dari warkop adalah ketemu dengan teman, saling bertukar pikiran dengan teman, diskusi ringan, bisnis bahkan baca koran dan nonton televisi. 

Bahkan di warkop juga kita mengatahui kondisi politik nasional, daerah bahkan internasional karena di warkop semua kalangan masyarakat ada dari ASN, pegawai swasta, sales, supir ojol, pengusaha, anggota dewan, dan lain-lain.

Warkop juga menyuguhkan menu yang bervariasi dan tentunya murah berbeda dengan menu kopi waralaba yang modern tersebut. Berbekal Rp.10.000,-, kita dapat memesan minuman teh manis dan kue. 

Disamping itu sekarang ada fasilitas wifi , koran dan sebagainya. Makanya ada cerita sindirian di salah satu tempat di Sumatera Utara, jika ingin mencari kaum bapak, cukup datangi warkop pasti ada disitu. 

Disatu sisi ada benarnya, ada juga tidak benarnya tergantung kita menyikapinya. Tapi berdasarkan pengalaman saya sebagai putra dari pemilik warkop itu benar dan terkadang oknum kaum Bapak tahan sampai seharian di rumah sementara si Ibu sibuk di ladang atau sawah. Itulah sekilas cerita mangnet dari warkop tersebut.

Kali ini nuansa tersebut tidak dapat dijumpai karena adanya wabah Covid 19 dan jika tetap warkop buka berupa pesanan bungkus. Warkop sudah dilarang buka karena sesuai anjuran pemerintah untuk jaga jarak. 

Saya melihat sendiri warkop-warkop yang sangat terkenal di kota saya tutup karena anjuran dari pemerintah. Sungguh pemandangan yang tak biasa bagi saya melihat sebelum Covid 19, warkop itu selalu ramai dikunjungi pengunjungnya

Kali ini saya kehilangan magnet dari warkop tersebut dan secara tidak langsung merubah kebiasaan saya dari minum kopi di warkop menjadi minum kopi di rumah. 

Pasti ada yang aneh kopi buatan sendiri dengan di warkop. Biasanya orang minum kopi di warkop lebih enak atau asyik dibanding di rumah. Secara ilmiah tentunya kopi itu sama saja tergantung cara kita menikmati tetapi disisi lain di warkop kita lebih bebas dan bisa ketemu kolega karena sejatinya peminum kopi di warkop itu adalah orang yang suka bersosial. Solusinya seperti apa? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun