Mohon tunggu...
Johansen Silalahi
Johansen Silalahi Mohon Tunggu... Penulis - PEH

Saya adalah seorang masyarakat biasa yang menyukai problem-problem sosial, politik, lingkungan, kehutanan. Semoga bisa berbuat kebajikan kepada siapapun. Horas

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Penerapan Denda atau Hukuman Penjara pada Pelanggar Social Distance: Belajar dari Kasus Covid-19 di Malaysia

21 Maret 2020   21:02 Diperbarui: 21 Maret 2020   20:55 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Protokol pemerintah tentang salah satu cara mengatasi penyebaran Covid-19 adalah social distance atau jaga jarak atau isolasi diri. Program isolasi diri atau menjauhkan dari kegiatan yang bersifat berkumpul dari khalayak ramai ternyata sangat susah dilaksanakan terlebih pada kebiasaan rakyat Indonesia yang suka berkumpul, menghadiri kondangan, acara-acara adat, keagamaan dan lain-lain.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa konsentrasi massa atau orang dalam cukup banyak menunjukkan penyebaran Covid-19 yang sangat cepat seperti kasus yang ada di Bogor beberapa minggu lalu. Penulis saat mengerjakan opini juga mendapat banyak undangan pernikahan, acara-acara kegamaan dan lain-lain.

Lantas apa solusi kita? Saya sebagai generasi muda dan pernah mengecam pendidikan di Korea Selatan tentunya harus mematuhi peraturan pemerintah tersebut demi mencegah penyebaran Covid-19 karena saya sadar inilah salah satu cara yang sangat efektif dan pernah mengalami hal tersebut di luar negeri.

Yang jadi masalah adalah kepada kaum generasi orang tua saya. Saya terkadang emosi mencegah orang tua tidak menghadiri acara-acara yang bersifat massa (banyak orang) terlebih di akhir pekan (Sabtu dan Minggu). Pada akhir pekan biasanya banyak undangan acara-acara adat, acara keagamaan, acara pernikahan dan lain-lain.

Saya menjelaskan hal tersebut kepada orang tua, terkadang orang tua masih menganggap virus ini sepele bahkan menyatakan bahwa gak usah takut, acuh tak acuh, nasib di Tangan Tuhan dan bahkan mengabaikan hal tersebut. Perlu cara yang agak halus bahkan keras menyakinkan orang tua agar membatalkan atau tidak menghadiri undangan tersebut.

Saya sebagai anak kadang meminta tolong kepada orang yang disegani orang tua untuk mencegah keluar rumah atau menghadiri acara-acara yang melibatkan banyak orang. Kebetulan daerah saya tidak seperti di Jakarta yang menurut data dan fakta dilapangan adalah yang tertinggi terkena paparan Covid-19.

Pada media juga dapat kita lihat beberapa kejadian yang menolak dinyatakan ODP Covid-19 karena alasan tertentu terutama para orang-orang yang selama ini berkaitan dengan pembuat kebijakan.

Di satu sisi kita gerah melihat aksi tersebut terlepas apapun alasan mereka, tapi itulah kondisi kita yang menurut saya agak susah menjalankan protokol pemerintah tersebut (social distancing).

Di kalangan para oknum petinggi saja terkadang masih menolak status ODP saja sangat susah dilakukan apalagi di kalangan akar rumput atau rakyat biasa. Tidak dapat kita pungkiri bahwa sebagian masyarakat kita masih belum sadar atau menganggap Covid-19 ini adalah hal biasa mungkin karena di daerahnya belum terlalu banyak yang terpapar.

Beberapa faktor yang menyebabkan hal ini susah diterapkan karena kurangnya sosialisasi, pendidikan yang kurang cukup, faktor egoisme atau acuh tak acuh yang tinggi, skeptisme pada pemerintah dan lain-lain.

Satu kata yang disimpulkan adalah sangat berat melaksanakan hal tesebut jika tidak disertai dengan hukuman yang keras. Malaysia sudah menerapkan sistem denda sebesar RM 1,000 atau hukuman tahanan atau penjara 6 bulan terhadap aksi keluar rumah yang bersifat berkumpul (banyak orang) karena hanya dengan itulah yang membuat efek jera selain sosialisasi himbauan social distancing tersebut.

Peraturan itu didapat penulis berdasarkan diskusi dengan teman di Malaysia dan dinamai dengan Perintah Kawalan Pergerakan yang intinya jaga jarak atau isolasi diri. Pemerintah perlu mengkaji aturan denda dan hukuman tersebut untuk membuat efek jera di kalangan masyarakat demi menghindari penyebaran Covid-19.

Terkadang sebagian masyarakat kita perlu dikeraskan terkait penyebaran Covid-19 ini karena berdasarkan pengalaman penulis yang bersifat anjuran atau protokol ternyata diabaikan dilapangan.

Pemerintah beserta stakeholders di lapangan perlu mengkaji aturan denda dan hukuman tersebut sebelum paparan Covid-19 ini menyamai kasus di Italia dan China.

Semoga ini dapat dijadikan alternatif solusi sebagai salah satu mengatasi tingkat penyebaran Covid-19 di negeri yang kita cintai ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun