Hasil evaluasi paska skandal Cambridge Analytica yang menimpa perusahaan sosial media terbesar dunia Facebook cukup mengejutkan. Bukannya menurun, pengguna Facebook justru semakin aktif menggunakan platform ini. Meskipun berbagai negara mempertanyakan kasus ini secara serius kepada Facebook, nyatanya perusahaan milik Mark Zuckerberg tidak mengalami kerugian yang berarti.
Goldman Sachs yang merupakan bank investasi global berkantor pusat di New York memaparkan data sebagai berikut. Pengguna unik Facebook di Amerika Serikat pada perangkat mobile justru meningkat 7% year-on-year. Total ada 188,6 juta dibulan April 2018 disaat skandal "CA" sedang berkecamuk dan ada gerakan tagar #deleteFacebook di twitter.
Skandal Cambridge Analytica sendiri memang cukup fenomenal. Setidaknya ada 87 juta pengguna Facebook yang privasinya dilanggar, bahkan akun pribadi Mark Zuckerberg pun masuk dalam daftar tersebut.
Hal ini bisa menjadi indikasi awal bahwa banyak orang mulai abai dengan privasi mereka. Bisa jadi mereka menganggap hal-hal terkait dirinya yang ditampilkan di sosial media bukanlah sesuatu yang perlu dijaga rapat-rapat.
Yang menjadi masalah adalah bila data kita disalahgunakan untuk kepentingan politik. Misalnya seorang politikus ingin memenangkan pemilihan presiden. Maka dapat dipetakan siapa-siapa saja yang tidak mendukung politikus tersebut. Dengan seangaja dia akan menampilkan iklan yang menunjukkan kehebatan sang politikus pada sosial media orang-orang yang tidak mendukungnya. Lama-kelamaan orang-orang tersebut bisa terpengaruh dan berbalik mendukung sang politikus tersebut.
Bukankan hal ini bisa jadi rekayasa paling masif yang terjadi di dunia?
Nah sebenarnya bagi Facebook sendiri ini adalah masalah etika. Bagaimana dia mengelola pihak ketiga yang bekerjasama dengan Facebook untuk tidak menyalahgunakan fitur-fitur yang ada di Facebook. Selama iklan berhasil ditayangkan dan pengguna Facebook melihat iklan tersebut, uang sudah pasti mengalir deras ke perusahaan. Tidak ada kerugian finansial dari skandal ini yang akan diderita oleh Facebook.
Bagaimana dengan Indonesia?
Belum ada laporan hasil audit resmi tentang dampak skandal ini di Indonesia. Tanpa skandal ini saja, sosial media di Indonesia sudah panas membara karena perang tagar antar pendukung capres. Bahkan kericuhan berlanjut hingga dunia nyata. Kita perlu mewaspadai upaya manipulasi dukungan politik melalui penyalahgunaan data di sosial media. Masyarakat harus cerdas dalam memasukkan data mereka di sosial media agar tidak disalahgunakan oleh orang lain untuk kepentingan mereka. Yang rugi adalah masyarakat, Facebook dan rekanannya akan tetap diuntungkan dalam kasus pelanggaran privasi tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H