Orang tidak akan setuju kalau dikatakan padanya bahwa dua tambah dua adalah lima atau enam karena hitungannya jelas bahwa dua ditambah dua pasti empat. Demikian halnya satu ditambah satu, hasilnya pasti dua, tidak mungkin tiga dan seterusnya. Umumnya itu yang dikatakan orang sebagai ilmu pasti.
Akan lain ceritanya ketika kita menyuguhkan matematika al-Qur'an dengan hitungan di luar ilmu hitung. Satu kebaikan ditambah dengan satu kebaikan akan menghasilkan banyak kebaikan, tidak hanya dua. Bahkan satu kebaikan saja dapat menghasilkan sepuluh kebaikan atau lebih lagi. Inilah yang ditegaskan dalam al-Qur'an. Allah berfirman;Â "siapa yang melakukan satu kebaikan maka akan dibalas sepuluh kebaikan. Dan siapa yang melakukan kejahatan maka tidak akan dibalas kecuali sesuai dengan tingkat pelanggarannya dan mereka tidak akan pernah dizhalimi" (QS. al-An'am: 160)
Al-Qur'an menerapkan model matematika kualitatif dalam menghitung kebaikan. Kebaikan akan dibalas berlipat ganda kebaikan. Sementara untuk kejahatan al-Qur'an menerapkan model matematika kuantitatif sesuai ilmu hitung yang dipelajari sewatu duduk di bangku sekolah dasar. Masih ingat belajar matematika  waktu kecil dulu, bahwa satu kelereng ditambah satu kelereng hasilnya dua kelereng. Hanya itu, tidak mungkin lebih. Tapi satu kebaikan akan menghasilkan beragam kebaikan.
Dari mana datangnya satu kebaikan menghasilkan berlipat ganda kebaikan? Pertama tentu karena kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Kedua, mari lihat satu contoh kasus. Ada seorang pemuda dengan mengendarai sepeda motor di jalan yang relatif sepi. Di pertengahan jalan tampak dari kejauhan seseorang yang terkapar tak berdaya. Orang tersebut sudah separuh baya. Si pemuda merasa kasihan melihat orang tersebut walau pun ada perasaan khawatir dan takut dalam benaknya, jangan-jangan ini jebakan gerombolan perampok. Sebab serang juga terjadi perampokan dengan modus mirip seperti ini. Tapi tampaknya ini sungguhan, pikir pemuda itu.
Singkat cerita dia berhenti dan melihat kondisi orang tersebut yang terkapar tidak berdaya. Dia pegang tangannya dan denyut nadinya masih ada. Dengan sekuat tenaga dia angkat orang tersebut dan dibawa ke puskesmas terdekat. Alhamdulillah nyawa orang tersebut tertolong. Setelah siuman, orang ini bertanya kepada pemuda tersebut; "kamu siapa, dan di mana saya?" bapak ada di puskesmas. Saya menemukan bapak terkapar di pinggir jalan sana, lalu saya bawa ke sini. Jawab pemuda itu.
Pemuda itu bertanya di mana bapak itu tinggal. Niatnya mengantar bapak tersebut pulang. Setelah tiba di kediamannya, pemuda ini cukup kaget karena rumahnya tampak mewah dan besar. Rumah sehebat ini pasti milik orang penting. Bisiknya dalam hati. Tapi dia tidak perpanjang rasa penasaran. Dia berpamitan pada orang tersebut. Namun sebelum beranjak pergi, orang tadi sempat bertanya di mana pemuda itu tinggal dan kalau boleh minta nomor handphonenya. Pemuda itupun memberitahu alamat dan nomor handphonenya.
Tanpa sepengetahuan pemuda ini, rupanya orang yang pernah dia tolong mengamati gerak-geriknya, tingkah lakunya. Intinya pemuda ini baik. Sekitar sebulan setelah kejadian tadi, pemuda ini menerima telepon dari seseorang. Nomor baru yang tidak tersimpan. Assalamu'alaikum, walaikum salam, jawabnya. Siapa ya? Tanya pemuda itu. Ini bapak yang kamu pernah tolong. O ya pak, apa kapar? Alhamdulillah baik nak. Kamu apa kabar, alhadulillah baik pak. Jawab pemuda itu. Lalu orang ini memohon pemuda tersebut agar sudi datang ke rumahnya, kalau bisa dalam waktu dekat.
Tanpa berpikir panjang pemuda ini pun pergi ke rumah bapak tersebut. Ada rasa sungkan ketika melihat mewahnya rumah tersebut. Dengan perlahan dia menghampiri pintu dan mengetuk sambil mengucapkan salam. Tidak dia duga yang membuka pintu adalah seorang gadis belia yang berparas cantik mengenakan jilbab dan baju biru. Dia menjawab salam dan mempersilakan pemuda ini masuk. Maaf, bapak ada? Ada di dalam, silakan masuk. Jawab gadis ini.
Setelah masuk bapak itu mempersilakannya duduk. Tanpa basa-basi, bapak ini pun mengutarakan maksudnya. Dia bercerita bahwa istrinya sudah meninggal beberapa tahun lalu. Dia memiliki dua orang anak, satu laki-laki dan satu perempuan. 'itu yang buka pintu tadi, anak saya' katanya. Anak saya yang laki-laki sudah meninggal juga saat dulu ada kecelakaan lalu lintas, nyawanya tidak tertolong. Kata bapak ini. Saya turut berduka pak, kata pemuda ini. Â Â
Setelah diam beberapa saat, lalu bapak tersebut mengutarakan langsung maksud hatinya. 'saya minta pendapatmu, bagaimana menurutmu kalau saya akan  menikahkan anak saya'? Tanya bapak tersebut. Ya, kalau memang calonnya sudah cocok, dan anak bapak sudah mantap, tentu saya sangat setuju, katanya. Dia sempat bingung, kenapa Bapak ini menanyakan pendapatnya, apa hubungannya. Taukah yang ditanyakan bapak itu selanjutnya? Ya saya sudah menemukan orang yang tepat untuk anak saya, dan dia setuju walau pun belum mengenal orangnya, hanya sekilas. O begitu pak, timpalnya. Bapak tersebut melanjutkan, "orang yang saya maksud itu adalah kamu'. Kata Bapak tadi.
Agak kaget dia, sama sekali tidak terpikirkan pernyataan bapak tersebut. Lalu dia mengatakan; 'Pak terima kasih sekali, tapi terus terang seharusnya bapak dan terutama anak bapak harus kenal betul siapa saya. Saya ini bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa. Saya yakin kalau pun dijodohkan, anak bapak tidak akan siap dengan kondisi saya, karena sekilas saya melihat rumah ini saya dapat bayangkan kalau keluarga bapak adalah orang yang terhormat dan kaya. Jadi saya mohon kepada bapak agar mempertimbangkan lagi'.