Bicara Lain
Meski begitu kenyataan berbicara lain. Klub yang oficialnya, mulai dari direksi perusahaan hingga manajemen tim, yang sudah terbukti melakukan suap untuk pengaturan hasil pertandingan, hanya didenda murah meriah : pengurangan tiga poin dan denda uang sebesar Rp 150 Juta.
Klub itu, PSS Sleman yang mendapat dua sanksi tersebut dari Komite Disiplin (Komdis) PSSI, karena terbukti melakukan match fixing pada musim kompetisi Liga 2 2018. Match fixing itu terjadi dalam laga antara PSS Sleman menghadapi Madura FC pada 6 November 2018
Saat itu klub berjulukan Super Elang Jawa itu berhasil menjadi juara, mendapat promosi ke Liga 1 2019 dan tetap bertahan hingga saat ini.
Sanksi itu dijatuhkan oleh Komdis lewat keputusannya tanggal 6 Agustus 2024. Di awal keputuannya, Komdis menyitir putusan PN Sleman tangal 25 April 2024 tentang tindak pidana suap kepada perangkat pertandingan yang bertugas pada laga antara PSS Sleman
Dalam keputusan yang ditandatangani oleh Ketua Komdis, Eko Hendro Prasetyo juga disebutkan bahwa perbuatan suap ke perangkat pertandingan itu bukan atas perintah Soekeno, yang disebut Komdis, saat itu menjadi Direktur Utama PSS Sleman.
Selain itu Komdis PSSI juga menyatakan bahwa penyuapan itu dilakukan oleh Vigit Waluyo, disebut sebagai orang yang di luar struktur klub PSS Sleman, yang memerintahkan Antonius Rumadi (Direktur Operasional PT PSS), Dewanto Rahadmoyo Nugroho (Asisten Direktur Utama klub PSS) dan Kartiko Mustikaningtyas (Laison Officer klub).
PSS Sleman, yang oleh Satgas Antimafia Bola hanya disebut klub, berdasarkan hasil penyidikan mengaku sudah mengeluarkan total hingga Rp 1 miliar untuk melobi para wasit dalam beberapa pertandingan.
"Dari hasil penyidikan, ada bukti cukup sehingga ditetapkan enam tersangka. Pihak klub mengaku mengeluarkan total uang hingga Rp1 miliar untuk melobi para wasit dalam beberapa pertandingan," sambungnya.
Sangat Ringan