Entah apa yang dirasakan oleh Chief of Operation (COO) Bhayangkara Presisi Indonesia (Bhayangkara FC), Sumardji di Stadion Batakan, Balikpapan, 26 Februari 2024 lalu saat menyaksikan Radja Nainggolan dkk dibantai 0-4 oleh tuan rumah, Borneo FC.
Kekalahan itu yang ketiga kalinya secara beruntun. Hasil yang sangat tidak diharapkan dengan posisi Bhayangkara FC yang menjadi penghuni dasar klasemen sementara Liga 1 2023/2024.
Sebelumnya Bhayangkara FC kalah 0-1 dari Persebaya Surabaya, lalu saat menjamu PSS Sleman malah dipermalukan 1-4 di kandang sendiri di Stadion PTIK, Jakarta.
Saat ini Liga 1 2023-2024 sudah memasuki pekan ke-26. Saat-saat yang krusial bagi 18 peserta kompetisi untuk mendulang poin dan gol.
Mereka yang saat ini berada dalam posisi 5-6 besar akan memperebutkan slot untuk melaju ke Championship Series.
Championship Series akan berlangsung dari 4 hingga 26 Mei 2024, seminggu setelah Regular Series berakhir. Hanya empat tim teratas dari Regular Series yang akan melanjutkan ke babak ini. Borneo FC yang memuncaki klasemen sudah aman dengan posisinya sebagai salah satu tim Champion Series.
Bagi Bhayangkara FC, Championship Series adalah mimpi yang sulit tergapai. Posisi sebagai juru kunci sementara, di posisi 18 adalah batu yang sangat berat. Lepas dari beban batu itu adalah target utama klub yang juga berjuluk The Guardians ini.
Jika The Guardians pada musim ini tampil seperti 2017 lalu, Championship Series atau apapun namanya, bukan sekadar mimpi. Pada saat itu mereka menjadi juara Liga 1, dan tahun-tahun berikutnya menjadi tim yang disegani. Jauh dengan kondisi saat ini.
Laga pada 26 Februari 2023, meski yang dihadapi Borneo FC, menjadi pertandingan yang wajib dimenangkan. Namun, justeru dipermak oleh Pesut Etam. Hasil yang membuat The Guardians harus menelan tiga kekalahan beruntun.
Belum Terlihat
Mario Gomez yang diumumkan oleh manajemennya sebagai pelatih anyar pada 2 Oktober 2023 lalu hingga ini belum mampu racikannya yang menunjukkan dirinya sudah menangani klub-klub besar seperti Persib Bandung, Johor Darul Tazim, dan Arema FC.
Saat diumumkan sebagai pelatih baru Bhayangkara FC, klub itu sudah di posisi dasar klasemen hanya dengan mencatatkan satu kali menang, tiga kali hasil seri dan 10 kekalahan.
Nyungsep-nya Bhayangkara FC tentu sudah dalam analisis Gomez saat ia menerima tawaran menjadi pelatih menggantikan Emral Abus.
Gomez tentu dengan sangat sadar mengetahui bahwa namanya dipertaruhkan untuk mengangkat posisi Bhayangkara FC dari posisi juru kunci. Apalagi ia juga dikenal sebagai pelatih yang mahal.
Ditambah lagi manajemen Bhayangkara FC tidak tinggal dengan keterpurukan timnya. Mereka melakukan perekrutan pemain berkualitas untuk bangkit. Salah satunya adalah pemain dengan pengalaman internasional, Radja Nainggolan direkrut.
Ditambah beberapa pemain yang sudah dikenal luas seperti Witan Sulaiman dan Osvaldo Haai. Selain itu, juga membawa mesin gol Junior Brandao dari Madura United.
Tambahan amunisi baru yang tidak bisa dianggap remeh itu ternyata tetap tidak mampu mengangkat posisi Bhayangkara FC sebagai penghuni dasar klasemen. Gomez hanay mampu memberikan satu kemenangan, yakni saat menghadapi Persita Tangerang yang menandai debut Radja Nainggolan.
Bahkan juara Liga 1 2017 ini mulai disebut-sebut sebagai kandidat kuat Liga 2, alias terdegradasi.
Jika bukan pada kedalaman skuad, lalu apa sebenarnya masalah yang ada hingga The Guardians yang perkasa menjadi loyo di musim kompetisi saat ini?
Apapun, sebagai pelatih tentunya Mario Gomez tak sekedar membenahi masalah taktik tapi juga mental para pemain.
Belajar
Mungkin Gomez bisa belajar pada sosok Steve Cooper yang menjadi pelatih legendaris bagi Nottingham Forest, salah satu klub Liga Premier Inggris.
Saat ditunjuk sebagai manajer baru Forest pada 21 September 2021, klub tersebut sedang remuk. Ditambah lagi Forest terpaksa harus melakukan penghematan keuangan. Cooper juga datang saat klub berjuluk "The Tricky Trees" itu duduk di tangga paling bawah dengan koleksi 4 poin.
Pekerjaan Cooper makin terasa berat saat ia mengetahui bahwa ia mewarisi skuad yang kondisi mentalnya amat buruk.
Dalam 11 bulan terakhir bersama Chris Hughton, pelatih sebelumnya, The Tricky Trees tak pernah berada di atas peringkat 15. Selain itu, kebersamaan dalam tim ini amat rendah. Bahkan mereka cenderung tidak merayakan gol secara bersama-sama.
Langkah pertama yang ia lakukan adalah memanusiakan pemainnya. Sikap positif dan kebersamaan adalah hal pertama yang ia tanamkan kepada seluruh penggawa Nottingham Forest.
Ia sangat berhati-hati memilih kosakata ketika berbicara dengan pemainnya. Ia juga sangat berhati-hati di depan media. Selain itu, ia selalu berusaha untuk membesarkan hati para pemainnya.
Cooper juga selalu menyempatkan diri untuk berbicara dari hati ke hati dengan setiap pemainnya. Tujuannya bukan hanya untuk memberi motivasi atau memulihkan mental. Ia mencoba mengubah pola pikir seluruh keluarga Nottingham Forest ke arah yang lebih baik.
Ajarannya untuk bermain dengan penun keberanian, nyaman dengan bola, dan menyerang dengan jumlah banyak dapat dicerna dengan baik dan cepat oleh pemainnya.
Dampaknya di atas lapangan, Nottingham Forest menjadi tim yang pantang menyerah dan peruntungan mereka pun berubah drastis. Forest berhasil mendapat tambahan 76 poin, hasil dari 22 kali menang dan 10 kali imbang dalam 38 pertandingan.
Hasil tersebut membuat posisi Forest melesat dari peringkat paling buncit ke posisi keempat untuk lolos ke babak play-off.
Cooper berhasil mengakhiri penantian Nottingham Forest selama 23 tahun untuk kembali ke Premier League usai menang tipis 1-0 atas Huddersfield Town di partai final play-off.
Serba Mungkin
Saat ini Bhayangkara FC sudah melakoni 26 pertandingan, dengan raihan 15 poin serta menjadi tim dengan kemasukan terbesar yakni 48 gol, dan hanya memasukkan separuhnya sehingga minus 24 gol.
Untuk bisa tetap bertahan di Liga 1, Bhayangkara minimal harus mampu memenangkan 5 laga (20 poin) dan mencetak gol sebanyak mungkin untuk menutup selisih gol yang saat ini merupakan kemasukan gol terbanyak.
Apakah itu merupakan hal yang mustahil? Di dalam sepakbola banyak kemungkinan, ada keajiban yang tercipta lewat perjuangan keras dan habis-habisan.
Sepak bola juga selalu memberikan plot dan narasi yang tak terduga. Peristiwa-peristiwa kecil bisa mengubah segalanya, termasuk di dalam klub. Tim yang kurang solid, aura tidak saling percaya kepada sesama pemain, bisa berubah dengan hasil mencengangkan di lapangan.
Bhayangkara FC sedang menghadapi cobaan berat, mungkin terberat sepanjang kiprahnya di Liga 1. Mereka merancang dan mengusung mission impossible. Namun bukan berarti mereka tidak bisa melewatinya.
Mereka bisa membalikkan keadaan dengan berbenah diri, bukan hanya pada taktik atau menjaga kebugaran fisik, tapi lebih dari mengalahkan diri sendiri untuk menjadi tim yang solid. Tim yang tahu sasaran apa yang hendak diraih secara tepat. Presisi.
Sisa 9 pertandingan bukan waktu yang lama untuk dilakoni. Dalam kelebatan waktu itu bukan tidak mungkin terjadi kejutan demi kejutan, peluang demi peluang yang harus dimanfaatkan.
Di ujung kompetisi, Bhayangkara bisa memberikan pelajaran tentang kemauan dan kerja keras bagi sebuah keajaiban. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H