Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Setelah Tetapkan 8 Tersangka Match Fixing, Lalu Apa Langkah Berikutnya? (Bagian I)

19 Desember 2023   05:21 Diperbarui: 19 Desember 2023   06:01 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengungkapan adanya pengaturan hasil pertandingan atau match fixing di Liga 2 periode 2018 oleh Satgas Anti Mafia Bola Polri memberikan harapan, sekaligus pertanyaan di masyarakat.

Pada satu sisi, langkah itu menunjukkan keseriusan pemerintah menangani masalah yang menjadi momok persepakbolaan Indonesia selama ini.

Melalui Satgas Anti Mafia Polri, perkara pengaturan hasil pertandingan itu disampaikan hingga 3 (tiga) kali. Ini menunjukkan keseriusan Polri bersama PSSI untuk memberantas mafia sepakbola, yang selama puluhan tahun jadi momok. Menginjak-injak slogan Fair Play yang selalu didengungkan menjelang pertandingan, namun sulit dibuktikan.

Dalam penjelasannya yang terakhir, terdapat 8 (delapan) tersangka match fixing itu.

Tersangka dari dari pi  hak wasit adalah Khairuddin, Reza Pahlevi, Agung Setiawan, dan Ratawi. Lalu Kartiko Mustikaningtyas selaku LO dari wasit.

Kemudian, Dewanto Rahadmoyo Nugroho juga ditetapkan sebagai tersangka selaku asisten manajer klub yang melakukan match fixing. Penetapan tersangka juga dilakukan kepada Vigit Waluyo.

Satu tersangka lainnya, Gregorius Andi Setyo yang berperan sebagai kurir saat ini berstatus DPO (daftar pencarian orang).

Khusus untuk Vigit, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang memberikan penjelasan, dengan menyebutnya sebagai salah satu aktor intelektual yang namanya cukup terkenal.

"Ada salah satu aktor intelektual pengaturan skor yang mungkin namanya cukup melintang di dunia persepakbolaan dengan inisial VW. Ini sudah dikenal dari tahun 2008 dan diproses hukum, alhamdullilah ini berhasil kita ungkap," kata Kapolri."

Para tersangka itu dijerat Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman pidana dari pasal itu berupa tiga sampai lima tahun penjara dan denda sebanyak-banyaknya Rp15 juta.


Klub Y

PSS Sleman saat merayakan lolos promosi ke Liga 1 2019. (Foto : kompas.com)
PSS Sleman saat merayakan lolos promosi ke Liga 1 2019. (Foto : kompas.com)
Dari kasus match fixing itu terungkap upaya klub Y, sebutan dari Satgas, untuk meraih kemenangan agar lolos ke Liga 1. Dana untuk menyuap wasit itu mencapai Rp 800 juta.

"Sampai saat ini terdata kurang lebih sekitar Rp 800 juta, kalau pengakuan (pihak klub) mungkin bisa Rp 1 miliar lebih. Tapi yang terdata sesuai fakta yang kita dapat ada Rp 800 juta," kata Kasatgas Anti Mafia Bola Polri, Irjen Asep Edi Suheri kepada wartawan di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12 Oktober 2023.

Satgas sudah melakukan pemeriksaan terhadap 15 orang saksi. Mulai dari pihak klub, wasit yang terlibat dalam pertandingan, pengawas pertandingan, pegawai hotel, panitia penyelenggara pertandingan, dan Komdis PSSI. Selain itu, penyidik juga telah meminta keterangan dari enam ahli pidana.

Dana tersebut digunakan untuk menyuap wasit agar klub bisa menang dalam pertandingan. Terbukti, dalam delapan kali pertandingan Liga 2, klub itu hanya satu kali menelan kekalahan.

Upaya itu membuahkan hasil bagi Klub Y tersebut. Dalam dari 8 pertandingan, klub Y selalu menang, hanya sekali kalah, dan berhasil promosi ke Liga 1 2019.

Ketua Satgas Anti Mafia Bola Polri, Asep hanya mengatakan klub yang dimaksud hingga kini masih aktif berlaga di Liga 1.

"Saat ini di 2023 ya masih di Liga 1," imbuh dia.

Mengacu pada hasil Liga 2 2018, terdapat tiga tim yang sukses promosi ke Liga 1 2029 yakni PSS Sleman, Semen Padang dan Kalteng Putra.

Semen Padang dan PSS meraih tiket promosi setelah berhasil menjadi finalis Liga 2 musim ini. Sedangkan Kalteng Putra lolos memenangi duel perebutan peringkat ketiga melawan Persita Tangerang.

Ketiga tim itu menggantikan posisi Sriwijaya FC, PSMS Medan, dan Mitra Kukar yang harus degradasi, melorot ke Liga 2 musim 2019.

Di musim kompetisi Liga 1 2019, Kalteng Putra dan Semen Padang harus menghadapi kenyataan sebagai tim yang numpang lewat saja. Mereka terjun ke Liga 2 dan hingga kini belum juga berhasil menikmati kompetisi Liga 1.

Tinggal PSS Sleman yang bertahan, bahkan di musim 2019 mereka berada di posisi 10 besar, tepatnya di klasemen 8 dengan pelatih Seto Nurdiyantoro yang kakak ipar Dewanto Rahadmoyo Nugroho.

PSS Sleman yang bernaung di bawah PT Putra Sleman Sembada, dengan pergantian kepemilikan di akhir kompetisi 2019 saat tulisan ini dibuat berada di posisi 12 klasemen sementara Liga 1 2023/2024.


Lalu Apa

Kini, setelah Satgas Anti Mafia Bola mengungkapkan keberhasilannya mencokok 8 tersangka itu, apa yang harus dilakukan?.

Untuk menambah kepercayaan publik, Satgas Anti Mafia Bola Polri dan PSSI (yang sudah membentuk Satgas Anti Mafia Independen) segera memproses para tersangka ke meja hijau. Di situ bisa berharap muncul pengakuan lebih mendalam dan terinci bagaimana match fixing itu dilakukan.

Persidangan itu juga bisa membuka hal-hal baru, misalnya keterlibatan manajemen perusahaan. Karena seorang asisten manajer seperti Dewanto tentu tak akan berinisiatif melakukan match fixing sendirian tanpa sepengetahuan direksi PT PSS yang menaungi klub tersebut.

Selain itu, bisa ditelusuri juga keterlibatan oknum di PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) sebagai operator kompetisi. Apakah VW hanya menghubungi wasit secara langsung, tanpa melibatkan pengurus PSSI dan PT LIB.

Terakhir, yang dinanti adalah ketegasan sikap PSSI terhadap klub yang melakukan match fixing. Jika itu memang benar PSS Sleman, beranikah PSSI menghukumnya dengan degradasi, seperti diatur dalam pasal 72 ayat 5 Kode Disiplin PSSI 2023.

(Sanksi atau hukuman bagi klub yang melakukan pengaturan hasil pertandingan akan ditulis dalam artikel berikutnya -- Penulis).

Perkara sudah terang benderang, dengan petunjuk yang jelas tentang klub yang terlibat. Tinggal dinanti sejauh mana hal ini jadi efek jera bagi individu dan klub lainnya.

Kita tak berharap gebrakan ini tidak berhenti di sini saja, pada kasus laga di musim kompetisi 2018 itu. Bagaimana dengan laga-laga di Liga 1, dengan kinerja wasit yang memprihatinkan dan menyiratkan keberpihakan di musim 2023/2024 ini?. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun