Kasus yang menimpa para konsumen Malioboro City itu bermula pada 2013. Mereka tergiur dengan iming-iming harga apartemen, dengan pengembang PT Inti Hosmet (PT IH), yang berlokasi di Jalan Adisucipto, Caturtunggal, Depok, Sleman itu.
Para konsumen itu awalnya tertarik dengan janji pengembang karena lokasi apartemen strategis dan akan dibangun mall di dekatnya. Sayangnya saat membeli mereka hanya diberikan Surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).
"Legalitasnya yang kami punya hanya itu, begitu juga semua pemilik unit. Saya waktu perjanjian pengikatan tahun 2013. Tahun 2014 lunas. Tapi hanya menerima kunci saja. Akta Jual Beli (AJB) dan SHMSRS kami tidak punya," ungkap salah satu pemilik unit apartemen.
Para pemilik unit ini telah membayarkan lunas pembelian unit dengan harga yang berbeda-beda, tergantung tipe unit. Untuk tipe studio, berkisar Rp300 juta, untuk tipe double sekitar Rp500 juta.
Tidak adanya surat legalitas menimbulkan kekhawatiran sewaktu-waktu mereka bisa diusir  karena belum juga menggengam AJB dan SHMSRS.
Hal itu bukannya tidak beralasan, dengan bergantinya kepemilikan dari PT IH ke Bank MNC Internasional. Rupanya sertifikat para konsumen itu dijadikan agunan dan PT IH mengalami wanprestasi, sehingga Bank MNC menjadi pemilik baru.
Langkah PT IH mengagunkan sertifikat itu tanpa sepengetahuan pembeli apartemen. Akibatnya, mereka kaget ketika mengetahui adanya peralihan kepemilikan apartemen MCR, seperti diumumkan lewat media massa pada 16 September 2019.
Para pemilik apartemen makin ngenes keadaannya setelah pengalihan kepemilikan tersebut. Kini, mereka dianggap sebagai pengguna atau penyewa apartemen. Harus mengikuti aturan tanpa ada kompromi. Harus membayar Iuran Pemeliharaan Lingkunan (IPL), listrik dan air dengan harga di luar standar setiap bulannya.
"Jika telat membayar, apakah unit huniannya kosong atau ditempat, akan diblokir," Edi Hardiyanto saat berdemo di depan eks kantor marketing apartemen MCR pada 8 Juni 2023 lalu.
Demo itu lalu diikuti dengan pengaduan ke berbagai pihak, seperti DPRD DI Yogyakarta, hingga ke Bupati Sleman, Kustini Sri Poernomo dan Wakil Bupati Sleman, Danang Maharsa. Surat pun juga dilayangkan ke Gubernur DI Yogyakarta dan Kementerian Dalam Negeri.
Soal Fasum