Salah satu tantangan sebuah daerah yang makin berkembang pesat, baik itu dalam sektor bisnis, ekonomi maupun perkembangan wilayah adalah menjaga keguyuban masyarakat. Apalagi penduduk di daerah itu memiliki keragaman dari berbagai aspek.
Namun, keragaman itu bagi Desa Caturtunggal merupakan pondasi yang membuat kuat daerahnya. Masyarakat dengan berbagai latar belakang, afiliasi politik, identitas etik, pilihan golongan dan keyakinan agama merupakan mozaik Indonesia.
"Ya, keragaman itu mozaik yang melahirkan bangsa ini. Mozaik yang harus terus dijaga di Caturtunggal,"ujar Kepala Desa Caturtunggal, Agus Santoso saat berbincang santai di sebuah kedai kopi beberapa waktu lalu.
Kades yang berpenampilan santai ini seperti mengamini apa yang pernah diucapkan oleh antropolog Perancis, Claude Levi -Strauss bahwa keragaman ada di belakang, di depan, dan bahkan di sekeliling kita.
Indonesia mini ada di Caturtunggal, begitu Agus yang terpilih sebagai Kades pada 2013 itu menyebutnya.
Sebutan yang tak berlebihan, karena Caturtunggal Caturtunggal yang termasuk dalam Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta, telah berkembang menjadi pusat pendidikan di provinsi itu.
"Mahasiswa datang dari seluruh penjuru propinsi se Indonesia ada di Caturtunggal. Mereka pun berpartisipasi saat berlangsung Kirab Budaya yang sudah diadakan beberapa kali,"jelasnya.
Selain kirab budaya, berbagai pertunjukan yang diadakan juga mendapat dukungan dari masyarakat. Partisipasi ini yang membuat desanya makin berkembang, meski tak menutup mata masih ada persoalan sosial dan ekonomi di masyarakat yang bisa diselesaikan dengan cepat.
Padahal, dulunya Caturtunggal dipandang sebelah mata oleh pemerintah kabupatan dan provinsi. Berbagai petunjukan jarang dihadiri para pejabat daerah. Namun, seiring dengan makin meriahnya acara, dan besarnya partisipasi seluruh warga, para pejabat daerah lalu menunjukkan kepeduliannya.
Salah satu gelaran acara yang meriah dan menyedot perhatian adalah Kirab Budaya yang diadakan pada April 2018 lalu. Tak kurang dari 1500 orang peserta turut terlibat meramaikan jalanya kirab itu, tak hanya dari 20 pedukuhan yang ada di Caturtunggal.
Selain lembaga Desa, kelompok kesenian museum Affandi, perwakilan mahasiswa Papua, berbagai Universitas ternama yang masuk wilayah desa dan lain-lain memeriahkan acara itu. Terlihat pula beberapa warga asing dengan berpakaian wayang orang.