Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis permasalahan kerawanan pangan rumah tangga, hasilnya diharapkan menjadi masukan bagi pengambil kebijakan tingkat pusat maupun daerah dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan menanggulangi kerawanan pangan rumah tangga. tangga rawan pangan di provinsi-provinsi luar Jawa khususnya wilayah Kawasan Timur Indonesia dan daerah perdesaan relatif tinggi dibanding wilayah Kawasan Barat Indonesia dan derah perkotaan, implikasinya adalah penanganan masalah rawan pangan perlu diprioritaskan pada wilayah-wilayah tersebut agar kesenjangan antara Kawasan Timur dan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat, pangan dan penanganan masalah kerawanan pangan harus sesuai dengan mandat dan tupoksinya.
kata kunci : Ketahanan Pangan ,Rawan Pangan,Rumah Tangga
Â
Pendahuluan
Kerawanan Pangan merupakan suatu kondisi ketidakcukupan pangan yang dialami daerah, masyarakat, atau rumah tangga, pada waktu tertentu untuk memnuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan masyarakat. Kerawanan Pangan dapat terjadi secara berulang-ulang pada waktu tertentu dan dapat pula terjadi akibat keadaan darurat seperti bencana alam maupun bencana sosial.Oleh karena itu membahas kerawanan pangan tidak terlepas dari konsep ketahanan pangan. Ketahanan pangan merupakan terjaminnya akses pangan bagi setiap individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya agar dapat hidup dan beraktivitas
Persediaan pangan yang cukup secara nasional maupun regional tidak menjamin adanya ketahanan pangan rumah tangga/individu. Dampak dari kerawanan pangan dan kekurangan gizi dapat terjadi pada semua umur, baik orang dewasa, anak-anak, bayi maupun ibu hamil.
Secara nasional, kasus busung lapar yang menyerang anak-anak mencapai 8 %. Sesuai dengan proyeksi penduduk Indonesia yang disusun BPS, tahun 2005 jumlah anak usia 0-4 tahun di Indonesia mencapai 20,87 juta, itu berarti ada 1,67 anak balita menderita busung lapar.
Terjadinya kasus rawan pangan dan gizi buruk di beberapa daerah menunjujkkan  bahwa masalah ketahanan pangan bukan masalah sepele melainkan merupakan masalah yang kompleks karena tidak memperhatikan ketersediaan pangan dari sisi makro melainkan juga memperhatikan dari sisi rumah tangga dan lain-lain.
Kesenjangan proporsi rumah tangga rawan pangan di daerah perkotaan dan pedesaan yang menjukkan terjadinya krisis ekonomi yang telah berdampak burk bagi masyarakat Indonesia, keterbatasan fasilitas dan infrastruktur menjadi salah satu penyebab penurunan proporsi rumah tangga rawan pangan.
Rumusan MasalahÂ
Dilihat dari penjelasan diatas maka dapat diambil pertanyaan yaitu :
Bagaimana strategi yang dilakukan dalam Peningkatan Ketahanan Pangan?
Pembahasan
Strategi Peningkatan Ketahanan PanganÂ
Pemerintah Provinsi , Kabupaten/Kota,atau Desa harus melaksanakan kebijakan dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan diwilayahanya yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, sebagaimanana dicantumkan dalam PP No.68 tahun 2002 bab VI Pasal 13 ayat 1. Untuk menguatkan peran dan tanggung jawab Pemerintah daerah harus terdapat kesepakatan bersama Gubernur /Ketua DKP Provinsi untuk mengembangkan berbagai program dan kegiatan untuk memantapkan ketahanan pangan nasional, program dan kegiatan tersebut harus menjadi prioritas dalam program pembangunan daerah.
Berkaitan dengan penurunan proporsi rumah tangga rawan pangan dan penurunan gizi yang buruk sekaligus sebagai upaya peningkatan pangan dan kualitas sumber daya manusia. Peranan Ppemerintah daerah sangat penting. Oleh karena itu peran  dan partisipasi masyarakat dalam perwujudan ketahanan pangan dan penanggulangan kerawanan pangan sangat diharapkan, dalam hal ini Pemerintah lebih bersifat fasilitator sedangkan masyarakat berperan sesuai dengan kapasitas dan potensi yang dimiliki oleh masing masing individu/kelompok. Pemberdayaan Posyandu, kegiatan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) merupakan sarana bagi masyarakat dalam upaya penanggulangan rawan pangan.
Dalam jangka panjang upaya pemantapan ketahanan pangan dan penanganan rawan pangan ditingkat rumah tangga dapat dilakukan melalui : 1. Menjaga stabilitas harga pangan, 2. Perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan, 3. Pemberdayaan masyarakat miskin oleh Pemerintah, 4. Peningkatan efektivitas program raskin.
Kesimpulan
Sesuai amanat UU nomor 7 tahun 1996 tentang PAngan dan PP Nomor 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan menyebutkan perwujudan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab pemerintah dan Masyarakat. Pemerintah yang dimaksud terdiri dari Pemerintah Kota/Kabupaten, Desa, Provinsi maupun Pemerintah Pusat. Masing-masing tingkatan pemerintah melaksanakan kebijakan dan program ketahanan pangan sesuai dengan mandatnya. Sementara masyarakat diharapkan dapat berperan sesuai dengan kapasitas dan potensi yang dimiliki yang diapresiasikan pada kegiatan kegiatan yang ada dalam masyarakat dalam upaya penanggulangan rawan pangan.
Perlu adanya program akselerasi pemantapan ketahanan pangan berbasis pemberdayaan masyarakat pedesaan agar dapat diwujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan untuk seluruh masyarakat.
Daftar Pustaka
Ariani, M. 2004. Analisis Perkembangan Konsumsi Pangan dan Gizi. ICASERD Working
Paper No. 67. Ariani, M. 2005. Penguatan Ketahanan Pangan Daerah untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Monograph Series. No. 26. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Ariani, M., E. Ariningsih, I K. Kariyasa, dan
M. Maulana. 2007. Kinerja dan Prospek Pemberdayaan Rumah Tangga Rawan Pangan dalam Era Desentralisasi. Kerjasama Penelitian Biro Perencanaan, Departemen Pertanian, dan UNESCAPCAPSA, Bogor.Departemen Pertanian. 2004. Kinerja Sektor Pertanian Tahun 2000-2003. Jakarta.
Khomsan, A. D. Sukandar, U. Sumarwan, dan D. Briawan. 1997. Pangan sebagai Indikator Kemiskinan. Media Pangan dan Gizi Keluarga. XXI (1): 34-39. Latief, D., Atmarita, Minarto,
A. Basuni, dan R. Tilden. 2000. Konsumsi Pangan Tingkat Rumah tangga Sebelum dan Selama Krisis Ekonomi. Dalam A.K. Seta et al. (eds.). Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII. Jakarta, 29 Februari -- 2 Maret 2000. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H