Penulis : Johanna Ririmasse
Tik Tik Tik....!
Jarum jam di atas meja belajarku berdetak. Aku terbangun mendengarnya. Aku mengucek mataku, masih sedikit mengantuk. Aku menguap. Lalu, aku duduk di tepi tempat tidur. Tanganku menjangkau sebuah poket buku disamping bantal. Aku membukanya perlahan. Kemudian, aku membaca renungan pagi ini. Singkatnya, tentang waktu yang berputar. Tentang bagaimana memanfaatkan waktu dengan baik. Tentunya, berporos pada kehendak Tuhan dalam hidup kita.
Kehendak Tuhan?! Aku sulit untuk mengerti apa maunya Tuhan?! Bagiku, Tuhan adalah pribadi yang abstrak. Aku tak bisa memandang langsung wajah Tuhan, menyalami tangannya dan mengatakan halo padanya. Yeah, seperti yang kulakukan kepada Mama, Papa,Ibu Mei guruku. Dan, juga Ibu Ningsih Puspita Sari dosenku. Aku suka sama Ibu Mei dari pada Ibu Ningsih. Menurutku, Ibu Mei adalah seorang guru yang baik dan menganggapku ada di dunia. Selain, Papa dan Mama yang menjadi orang tuaku.
Aku terbiasa belajar dari sebuah gambar yang dikenalkan padaku. Kemudian, aku menyentuh benda aslinya, meraba dan merasakan teksturnya. Aku juga akan mencium baunya, atau merasakan enaknya bila benda itu adalah makan. Atau, benda itu adalah minuman. Pikiranku akan merekam benda tersebut, dan menyimpan secara otomatis didalam memori otakku. Pada wakti yang diperlukan, pikiranku akan bekerja bagaikan monitor televisi, menunjukan setiap gambar. Ketika, aku membutuhkan informasi gambar tersebut.
Aku berkenalan dan mengenal orang pun sepertti itu. Aku akan mengingat wajahnya, senyumnya, atau warna rambutnya. Aku juga akan mengingat suaranya, sentuhan tangannya saat bersalaman dan hal lain secara fisik. Sayangnya, aku tak menjumpai Tuhan dengan cara seperti itu. Meskipun Ibu Mei, guruku pernah menunjukan gambar Tuhan. Yaitu, gambar Yesus yang sedang memeluk anak-anak kecil. Waktu itu, usiaku masi 5 tahun. Dan, ibu Mei bercerita kalau Tuhan mengasihi anak-anak. Termasuk, aku. Tapi, aku tak yakin dengan kehadiran Tuhan yang nyata dalam hidupku.
"Non, kamu sudah doa pagi?!" Mama mengetuk pintu kamarku. Rasanya, aku tak asing dengan kebiasaan mama.Â
"Iya, Ma. Aku mau berdoa." Sahutku, sambil menoleh ke arah pintu.
"Oke, jangan lupa selalu mengandalkan Tuhan dalam hidup ini ya!"
Aku juga tak asing dengar pesan mama setiap hari. Seperti, bunyi detak jarum jam. Sikap mama laksana seorang pendeta. Padahal, mama bekerja sebagai dokter. Mungkin,mama aku terlalu banyak membaca Alkitab. Jadi, berbicara tentang Tuhan adalah menu hariannya.Â