Mohon tunggu...
Johanna Ririmasse
Johanna Ririmasse Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis

L.N.F

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

John dan Ann

20 Juni 2016   19:39 Diperbarui: 20 Juni 2016   19:40 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

John dan Samuel duduk di ayunan dibelakang rumah John. Samuel meneguk teh manis buatan Mama Aya. Kakinya mengayun ayunan, sementara John duduk dengan kedua kaki ditekuk diatas ayunan. John dan Samuel masih terdiam, berayun diatas ayunan menenangkan pikiran masing-masing.

"Jadi, ose sudah lihat beta punya keadaan keluarga?!" Suara John terdengar serak, menahan gemuruh dan kesedihan didadanya. "Beta punya adik perempuan bungsu yang bernama Ann, itu sakit autis."

"Apa?! Ann menyandang autisme?!"

"Ose tahu autisme itu apa?! Bagaimana ose bisa tahu?! Memangnya, autisme itu akibat dosa beta punya papa dan mama kah?!" John langsung menatap Samuel. John menghujani Samuel dengan pertanyaan bertubi-tubi. "Autisme ada obatnya tidak, Samuel?!"

"Sabar, John. Beta jawab ose punya pertanyaan satu persatu." Samuel memegang tangan John, dan menurunkan dari ujung kemejanya. "Beta tidak bisa menjawab ose punya pertanyaan, jika ose tarik beta baju seperti itu."

"Maaf, Samuel."

"Ok." Samuel pun menjawab pertanyaan John. "Beta papa menjadi dokter spesialis, yang pernah praktek dibagian tumbuh kembang anak di rumah sakit Jakarta. Beta papa pernah menangani beberapa pasien anak, yang terdiagnosa penyandang autis. Autisme pada anak bukan karena dosa orang tua atau sebuah kutukan dari Tuhan. Anak yang menyandang autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan bicara, komunikasi, sosial dan emosi, bermain..."

"Iya, Samuel..." John mengiyakan perkataan Samuel. "Beta punya ade Ann suka bicara ulang-ulang apa yang beta mama katakan. Dia juga suka menyanyi lagu-lagu sekolah minggu, tetapi dicampur-campur bait lagunya. Dia juga tidak pernah mau lihat ke arah beta. Padahal, beta suka panggil dan ajak Ann bermain..." John berhenti bicara dan menatap Samuel dengan kesungguhan hati. "Samuel, ose papa kasih resep obat apa sehingga anak-anak penyandang autisme bisa sembuh?!"

"Beta papa meminta orang tua agar anak penyandang autisme diterapi."

"Ose papa bisa terapi beta punya ade Ann, Samuel?!"

Samuel menggeleng. "Beta papa itu dokter spesialis anak, John. Terapi itu dilakukan oleh terapis. "Samuel berdiri dari ayunan. "Tapi, Mama Aya bisa bicara dengan beta papa." Samuel berlari meninggalkan John.

"Samuel, ose mau pergi ke mana?"

"Beta mau bicara dengan Mama Aya, John."

"Awas e, Samuel! Beta dengar beta mama suara menangis dari sini, beta masuk kedalam rumah untuk tinju ose punya muka..."

***

Anak-anak sekolah dasar Inpres Teladan berkumpul di ruang sekolah. Sekarang, hari kamis. Biasanya, kebaktian bersama akan diadakan di sekolah. Ibu Tomatala memberikan pengarahan siang ini. Anak-anak yang beragama Kristen akan mengadakan kebaktian di aula. Sementara, anak-anak yang beragama Islam akan mengadakan sembayang di ruang ketrampilan. Beberapa anak yang beragama Budha dan Hindu, juga mengadakan kebaktian sesuai dengan keyakinan dan agamanya di kelas. Seperti itu, kebijakan pihak sekolah dalam memenuhi pertumbuhan iman anak-anak sekolah dasar negeri Inpres Teladan, yang berbeda agama dan keyakinannya.

"Samuel dan Pedro, ibu kepala sekolah panggil kamu berdua ke ruang kepala sekolah."

"Oke, Berty." Pedro menjawab Berty, dan memasukan Alkitab kedalam tas. "Berty ajak anak-anak kelompok Pattimura dan kelompok Reebok, untuk tetap tinggal di sini ya. Tunggu beta dan Samuel menghadap ibu kepala sekolah ya."

"Oke, Pedro." Berty mengetos tangan Pedro dan Samuel. Kemudian, Pedro dan Samuel berjalan menuju ruang kepala sekolah.

Hati Samuel berdebar saat dipersilahkan duduk dihadapan ibu kepala sekolah. Pedro juga gugup dan berbisik kepada Samuel, untuk melaporkan perkembangan proyek proposal Satu Jam Membaca di sekolah.

Ibu kepala sekolah membuka laporan proyek proposal, membaca dan melihat dokumentasi kegiatan pengumpulan buku dan membaca di perpustakaan. "Ibu mau tanya kalian berdua. Apakah kalian yakin, jika perpustakaan sekolah sudah diperbaharui. Akankah meningkatkan minat baca anak di sekolah, serta memupuk gerakan Maluku Gemar Membaca dimulai dari sekolah?!"

"Saya yakin, Ibu." Samuel menjawab, mantap. "Jika kita pun tetap menggalangkan Satu Jam Membaca di sekolah. Anak-anak akan mempunyai waktu membaca di perpustakaan."

Ibu sekolah melemparkan buku laporan kegiatan di diatas meja begitu saja, lalu berdiri. Samuel dan Pedro tersentak kaget. Hasil kerja keras mereka seperti tidak dianggap sama sekali. "Apakah kalian yakin, anak-anak itu membaca atau bermain di perpustakaan?! Kalian tidak bisa menjamin hal tersebut kan?! Bisa saja kan foto anak-anak sedang membaca ini, hanya bersifat sementara. Sebab, mereka kan juga tahu bahwa kita sedang membuat proyek proposal ini?!"

Pedro menatap ibu kepala sekolah. "Sebenarnya, membaca adalah sebuah kegiatan yang membutuhkan kemampuan untuk merangkai huruf, memahami apa yang dibaca, menarik kesimpulan, menyimpan didalam memori, dan mengingat kembali saat diperlukan." Pedro mencoba menyimpulkan pemahamannya tentang membaca. "Sebab itu, membaca membutuhkan kesadaran individu, juga rasa suka dan gemar membaca tersebut."

"Benar, Ibu." Samuel ikut menjelaskan. "Bahkan, membaca dapat menjadi sebuah kegiatan jika dibentuk dan dipupuk. Saya pernah membaca sebuah buku, yang bercerita tentang Ibu yang mendidik dua anaknya membaca setiap hari di rumah. Anaknya yang semula bermasalah di sekolah, dan memiliki prestasi belajar yang buruk tersebut. Kemudian, dia mengalami perubahan. Anak tersebut menjadi penemu dan ilmuwan, saat tumbuh besar. Dia membuat terobosan baru dan mengukir sejarah di dunia."

"Ibu..." Pedro mengungkapkan pedapatnya kembali. "Saya dan Samuel, juga kawan-kawan masih kanak-kanak. Kami sadar dan rasakan, jika kami diminta orang tua membaca setiap hari, tentu tidak menyenangkan. Dan, saya dapat membayangkan bahwa ada cara bagaimana Ibu tersebut membentuk kedua anaknya untuk suka membaca. Sehingga, membaca menjadi sebuah kebiasaan, kegemaran dan kecintaan..."

"Maksud kamu?!" Ibu kepala sekolah duduk, dan menatap Pedro.

"Guru pengawas perpustakaan memegang peranan penting, untuk mengawasi agar anak-anak membaca di ruang perpustakaan. Kemudian, sekolah dapat mengadakan lomba menulis resensi buku setiap enam bulan atau setahun sekali."

Ibu kepala sekolah menganggukan kepalanya. "Baik. Persiapkan diri kalian untuk mempertanggung jawabkan proyek proposal Satu Jam Membaca di sekolah. Ada sebuah instansi, yang mau mendengarkan dan menolong perkembangan pendidikan di Maluku."

"Wow!" Samuel dan Pedro berdiri, kemudian menjabat tangan ibu kepala sekolah. "Terima kasih, Ibu."

"Iya, anak-anak." Ibu kepala sekolah tersenyum. "Kabarkan juga kepada sahabat-sahabat yang lain. Ibu harap, kalian kompak dan saling menolong, dalam mempresentasikan dan menjawab setiap pertanyaan."

"Baik, Ibu." Samuel dan Pedro, menjawab serempak. "Doakan kami ya, Ibu..."

"Ibu pasti mendoakan..."

Hari telah menjelang sore, saat anak-anak kelompok Pattimura dan kelompok Reebok berjalan pulang. Perasaan anak-anak menjadi senang, namun deg-degan. Pertemuan dan pertanggungjawaban proposal didepan kepala sekolah, sudah membuat Samuel dan Pedro berpikir keras. Tentunya, anak-anak kelompok Pattimura dan kelompok Reebok harus mempersiapkan diri dengan matang, untuk mempertanggungjawabkan proyek proposal Satu Jam Membaca di sekolah. Dan, semoga saja pembaharuan dan perkembangan perpustakaan sekolah dalam waktu singkat, dapat terlaksana dengan baik.

***

(Writer : Johanna Ririmasse)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun