Mohon tunggu...
Yohanes Nindito Adisuryo
Yohanes Nindito Adisuryo Mohon Tunggu... -

An assistant consultant, a person who learns International Relations, PSM Paragita UI, Komunitas Sabantara, eclectic, tenor, loves writing, loves reading, just loves to write poets & stories, melancholie-sanguine, survivor; loves music, especially classic, a choir singer in tenor; likes sports and travelling and hiking\r\n\r\n"Ubi caritas, ibi claritas"\r\n(Where there's Love, there'll be light)\r\n\r\n"Ego non sine te nec tecum vivere possum"\r\n(That's impossible if I can live without you)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memoar tentang Uskup Sintang dan Sebuah Epilog tentang Perbatasan (Bagian II)

8 Agustus 2011   10:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:59 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lalu tentang pengalaman beliau menjadi pembicara dan panelis pada konferensi-konferensi mengenai deforestasi dan perubahan iklim, aku bertanya-tanya pada beliau, dari mana ilmu-ilmu tersebut didapat sehingga beliau dinilai kredibel untuk berbicara di forum-forum tersebut. Beliau hanya berujar sekali lagi, seperti kata Walikota Solo Joko Widodo, saya ini pakai perspektif orang bodoh, orang bodoh yang belajar dan terus belajar mengenai apa yang benar-benar terjadi di masyarakat. Pemikiran seperti itu pernah beliau ucapkan di sebuah konferensi perubahan iklim di Roma, Italia, bahwa dasar dan kebenaran dari apa yang ia sampaikan bersumber dari moral dan apa yang baik bagi kehidupan masyarakat.

Mengenai deforestasi, beliau juga mengakui bahwa beliau tak bosan-bosan menegur keras umat-umatnya yang menjadi pejabat-pejabat pemerintah daerah dan pengambil kebijakan, yang secara seronok membiarkan penebangan hutan merajalela serta menggalakan slogan “Tanam Sawit Jadi Kaya.” Padahal, beliau berujar bahwa Kelapa Sawit itu tanaman yang sangat boros air, 20 liter air di dalam tanah habis terserap hanya untuk satu pohon kelapa sawit. Maka dari itu, Kalimantan mengalami perubahan sejarah, dari yang dahulunya tak pernah kekeringan, sekarang setiap musim kemarau kekeringan.

Ternyata beliau juga salah seorang yang diundang pada pertemuan perwakilan masyarakat-masyarakat perbatasan se-Indonesia pada bulan April 2011 kemarin. Kurang lebih apa yang kudapat dari beliau ini disampaikannya dalam fórum tersebut.

Aku berbicara dengan beliau kurang lebih selama dua jam dari jam delapan malam lewat. Terlalu banyak hal yang kudapat dari beliau. Kesederhanaan, kerendahhatiannya, keramahannya, serta kemanusiaannya yang begitu tebal, ditambah dengan “perspektif orang bodoh, orang kecil” yang ia ungkapkan. Terlalu banyak hingga kubatasi sampai di sini saja. Semoga catatan ini menjadi suatu yang bernilai bagiku dan bagi sesama suatu hari nanti.

Terima kasih, bapak uskup….

Sintang, 23 Juni 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun