[caption id="attachment_136350" align="aligncenter" width="640" caption="Cepat sembuh ya, Bunda."][/caption]
Capek, lapar, dan ngantuk: itulah yang kurasakan siang ini. Setelah seharian bekerja, tibalah saatnya saya pulang. Bergegas saya membunyikan motorku. Tak berapa lama, saya sudah berada dalam perjalanan menuju rumah. Tak sampai setengah jam, saya tiba di rumah. Alhamdulillah, setiba anak-anak sudah tidur karena memang mereka perlu beristirahat siang. Tinggal istriku yang masih terjaga. Saya pun bergegas berganti baju. Sambil mengenakan kaos, saya menuju meja makan. Maksud hati ingin segera mengisi perut yang keroncongan, tetapi maksud itu tak jadi kulakukan. Mengapa? Tiba-tiba istriku berkata, "Mas, Ibu gerah. Jenengan diaturi tindak mriko" (Mas, ibu sakit. Kamu disuruh menjenguk.). Rasa laparku pun langsung hilang. Seketika itu pula saya berpamitan kepada istri sambil berpesan agar anak-anak diberitahu jika ayahnya sudah pulang dan menjenguk nenek. Saya pun langsung menuju garasi. Jika tadi saya menggunakan motor, kini saya harus membawa mobil. Untuk apa? Siapa tahu ibuku perlu segera dibawa ke dokter.Maka, saya mesti berjaga-jaga. Karena berjarak dekat, sekitar sepuluh menit, saya sudah tiba di rumah nenek (ibunda). Ternyata, ibunda sedang tiduran di ranjang samping rumahnya. Saya pun langsung memarkir mobil tak jauh dari tempat ibunda. Begitu terparkir, saya langsung berjalan menghampirinya. "Sing diraoske nopo to, Bu" tanyaku kemudian setelah duduk di sampingnya. (Yang dirasakan apa to, Bu) Sambil rebahan, ibunda berusaha bangun. Namun, saya mencegahnya karena melihat kondisinya yang kurang sehat. Wajahnya pucat dan badannya agak kurus. Mungkin beberapa hari beliau kurang berhasrat makan. Sontak saya mengelus-elus kepala beliau sambil memijat-mijat badannya pula. "O alah, le..le.., awakku kok rasane koyo ngene" keluh ibunda terbata-bata. (O alah Nak Nak. Badanku kok rasanya begini) Mendengar keluhannya, saya pun berusaha menghibur seraya bertanya tentang rasa sakit yang dirasakan. Ternyata, ibunda sudah merasakan sakit sejak seminggu lalu. Namun, beliau berusaha menahannya. Dan tentu saja saya terkejut. Mengapa? Karena beberapa hari lalu, ibunda masih terlihat segar dan sempat mengirimkan buah dan telur ayam kampung ke rumahku. Begitulah kebiasaan ibunda kepadaku. Kini, ibunda terbaring sakit. Sebagai anak bungsu, saya berusaha membesarkan hatinya. Sebenarnya kakakku ada empat orang. Salah satunya tinggal berdekatan dengan ibunda karena satu pekarangan. Namun, entah mengapa, ibunda selalu memintaku jika menginginkan sesuatu. Di sinilah dilema itu sering muncul. Saya mesti melaksanakan tugas kedinasan, tetapi ibunda perlu diurus. Demi ibunda pula, saya berusaha berbagi waktu dan perhatian. Atas kondisi itu, tadi saya membujuknya. Saya berusaha mengajak ibunda agar berkenan tinggal bersama denganku. Jika tinggal di rumahku, ibunda akan memiliki teman setiap waktu. Siapa dia? Tentu saja cucu-cucunya. Anak bungsuku, Syafa, masih balita (2 tahun) dan anak keduaku, Ilham, duduk di bangku TK. Ilham pulang jam 11. Jadi, rumahku selalu memiliki penghuni. Tak disangka, rayuanku manjur. Ibunda berkenan tinggal di rumahku. Tadi beliau berkata bahwa beliau mau tinggal bersama denganku. Tentu saja ibunda mengajukan syarat: beliau tidak ingin merepotkanku dan ayamnya minta diurusi. Atas syarat itu, saya pun menyanggupinya. Jangankan dua syarat itu, sepuluh syarat lainnya pun insya allah, saya menyanggupinya. Sejak ayahanda meninggal dua tahun silam, ibunda tinggal sendirian. Ibunda memang memiliki rumah yang cukup besar dan pekarangan yang lumayan luas. Namun, ibunda sering mengeluh karena merasa jarang dijenguk anak-anaknya. Saya pun sebenarnya sering menjenguknya. Namun, ibunda bekeinginan agar kami sering berlama-lama di sana. Dan itu tentu sulit bagi kami. Sepulang dari menjenguk ibunda, saya langsung mampir ke tukang kanopi. Beberapa waktu lalu, saya memesan seperangkat kanopi untuk menutupi halaman depan rumah. Saya menginginkan rumahku teduh dari sengatan matahari. Karena ibunda akan tinggal bersamaku, kanopi mesti segera dipasang agar ibunda tidak kepanasan. Saya telah menyediakan sebuah kamar khusus yang memiliki kemudahan akses ke kamar mandi dan ke luar rumah. Ibunda tadi memang mengajukan syarat itu. Tenang Bunda, permintaanmu pasti kuturuti. Semoga engkau segera sembuh, Bunda tercinta. Amin ya rabbal 'alamin. Wahai kompasianer tercinta, bersikaplah baik kepada orang tuamu. Sekaya dan sesukses apapun Anda, tidaklah cukup kekayaan dan kesuksesanmu digunakan untuk menggantikaan semua kebaikan orang tua yang pernah diberikan kepadamu, terlebih kepada ibumu. Maka, takutlah kepada mereka karena kamu merasa tidak dapat membahagiakannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H