Yth.
Para koruptor
Di mana pun Anda berada.
Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wa barakaatuh. Salam sejahtera untuk kita.
Terlebih dahulu, saya mengajak diri dan Anda untuk selalu dan senantiasa mensyukuri nikmat Allah yang hari ini kita nikmati: keimanan, kesempatan, dan kesehatan. Rasa syukur itu harus kita implementasikan dalam bentuk syukur sebenarnya, yakni semangat berbagi.
Saudaraku,
Hari-hari ini hatiku gelisah. Setiap hari, semua media memberitakan tentangmu. Sempat-tidak sempat atau suka-tidak suka, saya harus membacanya karena kamu nongol di halaman pertama. Betapa menyedihkan nasibmu. Di foto itu, kamu diborgol, disidang, dipenjara, dan dicaci maki sekian ribu, bahkan sekian juta manusia. Di layar kaca, dirimu disidang di depan hakim. Kamu didudukkan di kursi terdakwa, suatu tempat yang harus kita jauhi. Kamu benar-benar ditampakkan dalam status amat hina. Engkau benar-benar dinistakan dalam bentuk senista-nistanya. Saya tidak tahu, apakah semua ini kaudengar atau justru sengaja tidak kaudengarkan?
Saudaraku,
Semua yang kaulakukan itu akan kembali kepada dirimu. Sadar atau tidak sadar, engkau telah menciptakan generasi hina. Tidakkah kausadari bahwa uang yang kauperoleh dengan cara korupsi akan dimakan istrimu. Makanan yang disantap istrimu akan menjadi sari makanan, dan membentuk telur alias ovum.
Ketika dirimu menggauli istrimu, spermamu dan ovum istrimu akan bertemu. Lalu, dengan kuasa-Nya, terbentuklah generasi baru: anakmu. Anak yang kaubentuk dengan sari makanan hasil korupsi akan menjadi generasi tercela karena berasal dari benih tercela. Semua yang kaulakukan untuk mendidik anakmu sama sekali tidak berguna. Lihatlah koruptor pendahulumu! Adakah anaknya yang menjadi sukses? Anda tidak boleh mengukur sukses hanya berdasar banyaknya materi. Kalau itu ukurannya, Qarun tentu dijadikan Tuhan untuk menjadi teladan manusia.
Semua harta yang kaukumpulkan dengan korupsi justru akan membebani dirimu: dunia-akhirat. Di dunia, kamu akan dicibir dan dicemooh tetangga dan kerabat. Karena ketakutan, kaupagari rumahmu setinggi 5 meter. Engkau telah memenjarakan dirimu sendiri dalam rumahmu sendiri. Jika ketahuan korupsi, kamu pun pasti masuk bui.
Di akhirat, semua harta yang kaumiliki akan ditanyakan: darimana kaudapat dan kemana kauhabiskan. Harta yang kaudapat dengan cara korupsi akan ‘bernyanyi’ kepada Tuhannya. Semua organ tubuhmu akan menjadi saksi. Kamu pun tidak bias membersihkan dirimu dengan menggunakan uangmu untuk membangun masjid, gereja, wihara, sekolah, yayasan atau amalam kebaikannya lainnya. Itu semua bernilai semu.
Saudaraku,
Selagi nafas masih mengalir di hidung kita, ayolah bertobat. Kamu tentu tidak mau ditimbun dengan uangmu yang berjibun. Istri kesayanganmu tidak akan pernah bersedia menemani di kuburan. Ia justru asyik menikmati uang yang kautinggalkan dengan suami barunya. Anak kesayanganmu tidak akan mendoakanmu karena dia sibuk bekerja. Paling dia hanya mengantarmu ke kuburan dan menginjak-injakmu. Setelah itu, dia pulang dan melupakanmu. Lalu, buat apa uang, rumah, deposito, saham, mobil dan seantero bentuk kekayaan itu. Semua menjadi nista alias sia-sia.
Karena itu Saudaraku, saya mengajak Anda untuk segera membersihkan diri. Mungkin Anda sulit melepaskan diri dari lingkungan kerjamu yang memang bertradisi korupsi. Jika memang berkeinginan untuk menjadi pribadi bersih, Anda harus berani mengatakan dan menyatakan YA atau TIDAK dengan nurani. Kejujuran hatimu akan menenangkanmu. Jika Anda melakukannya dengan ikhlas dan kesungguhan, Allah Maha Penerima Taubat. Anda tidak perlu risau dan merisaukan anak-istrimu. Mereka justru bangga bersuami dan berayah seperti Anda: Pribadi Berkarakter.
Salamku untuk keluarga di rumah. Mohon maaf jika ada kata kurang berkenan karena itu memang niat saya.
Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabaraakaatuh.
Salam kompasiana,
Johan Wahyudi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H