Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Surat Kepada Koruptor

20 Mei 2010   00:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:06 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yth.

Para koruptor

Di mana pun Anda berada.

Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wa barakaatuh. Salam sejahtera untuk kita.

Terlebih dahulu, saya mengajak diri dan Anda untuk selalu dan senantiasa mensyukuri nikmat Allah yang hari ini kita nikmati: keimanan, kesempatan, dan kesehatan. Rasa syukur itu harus kita implementasikan dalam bentuk syukur sebenarnya, yakni semangat berbagi.

Saudaraku,

Hari-hari ini hatiku gelisah. Setiap hari, semua media memberitakan tentangmu. Sempat-tidak sempat atau suka-tidak suka, saya harus membacanya karena kamu nongol di halaman pertama. Betapa menyedihkan nasibmu. Di foto itu, kamu diborgol, disidang, dipenjara, dan dicaci maki sekian ribu, bahkan sekian juta manusia. Di layar kaca, dirimu disidang di depan hakim. Kamu didudukkan di kursi terdakwa, suatu tempat yang harus kita jauhi.  Kamu benar-benar ditampakkan dalam status amat hina. Engkau benar-benar dinistakan dalam bentuk senista-nistanya. Saya tidak tahu, apakah semua ini kaudengar atau justru sengaja tidak kaudengarkan?

Saudaraku,

Semua yang kaulakukan itu akan kembali kepada dirimu. Sadar atau tidak sadar, engkau telah menciptakan generasi hina. Tidakkah kausadari bahwa uang yang kauperoleh dengan cara korupsi akan dimakan istrimu. Makanan yang disantap istrimu akan menjadi sari makanan, dan membentuk telur alias ovum.

Ketika dirimu menggauli istrimu, spermamu dan ovum istrimu akan bertemu. Lalu, dengan kuasa-Nya, terbentuklah generasi baru: anakmu. Anak yang kaubentuk dengan sari makanan hasil korupsi akan menjadi generasi tercela karena berasal dari benih tercela. Semua yang kaulakukan untuk mendidik anakmu sama sekali tidak berguna. Lihatlah koruptor pendahulumu! Adakah anaknya yang menjadi sukses? Anda tidak boleh mengukur sukses hanya berdasar banyaknya materi. Kalau itu ukurannya, Qarun tentu dijadikan Tuhan untuk menjadi teladan manusia.

Semua harta yang kaukumpulkan dengan korupsi justru akan membebani dirimu: dunia-akhirat. Di dunia, kamu akan dicibir dan dicemooh tetangga dan kerabat. Karena ketakutan, kaupagari rumahmu setinggi 5 meter. Engkau telah memenjarakan dirimu sendiri dalam rumahmu sendiri. Jika ketahuan korupsi, kamu pun pasti masuk bui.

Di akhirat, semua harta yang kaumiliki akan ditanyakan: darimana kaudapat dan kemana kauhabiskan. Harta yang kaudapat dengan cara korupsi akan ‘bernyanyi’ kepada Tuhannya. Semua organ tubuhmu akan menjadi saksi. Kamu pun tidak bias membersihkan dirimu dengan menggunakan uangmu untuk membangun masjid, gereja, wihara, sekolah, yayasan atau amalam kebaikannya lainnya. Itu semua bernilai semu.

Saudaraku,

Selagi nafas masih mengalir di hidung kita, ayolah bertobat. Kamu tentu tidak mau ditimbun dengan uangmu yang berjibun. Istri kesayanganmu tidak akan pernah bersedia menemani di kuburan. Ia justru asyik menikmati uang yang kautinggalkan dengan suami barunya. Anak kesayanganmu tidak akan mendoakanmu karena dia sibuk bekerja. Paling dia hanya mengantarmu ke kuburan dan menginjak-injakmu. Setelah itu, dia pulang dan melupakanmu. Lalu, buat apa uang, rumah, deposito, saham, mobil dan seantero bentuk kekayaan itu. Semua menjadi nista alias sia-sia.

Karena itu Saudaraku, saya mengajak Anda untuk segera membersihkan diri. Mungkin Anda sulit melepaskan diri dari lingkungan kerjamu yang memang bertradisi korupsi. Jika memang berkeinginan untuk menjadi pribadi bersih, Anda harus berani mengatakan dan menyatakan YA atau TIDAK dengan nurani. Kejujuran hatimu akan menenangkanmu. Jika Anda melakukannya dengan ikhlas dan kesungguhan, Allah Maha Penerima Taubat. Anda tidak perlu risau dan merisaukan anak-istrimu. Mereka justru bangga bersuami dan berayah seperti Anda: Pribadi Berkarakter.

Salamku untuk keluarga di rumah. Mohon maaf jika ada kata kurang berkenan karena itu memang niat saya.

Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabaraakaatuh.

Salam kompasiana,

Johan Wahyudi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun