Dunia pendidikan lagi-lagi dikotori oleh oknum pelakunya. Tak lain adalah guru. Oknum-oknum guru telah mencederai dunianya. Mereka sama sekali tak berpikir bahwa tindakannya benar-benar memalukan. Baginya, mungkin itu tidak memalukan karena mungkin tak lagi memiliki rasa malu. Namun, jelas itu memalukan dunia pendidikan karena pendidikan seharusnya membentuk perilaku terdidik dalam kesopanan. Sungguh oknum itu perlu diberi “pelajaran.”
Tadi saya membaca tulisan kompasianer yang berkisah tentang terjadinya kasus plagiasi ijazah demi mendapatkan sertifikasi. Oknum-oknum guru itu melakukan pemalsuan ijazah demi tercatat sebagai peserta kuota sertifikasi guru. Entah bagaimana caranya, oknum guru itu pun mendapatkan ijazah (mungkin) asli tapi palsu alias aspal. Maka, menurutku, oknum guru itu perlu diberi sanksi tegas karena melakukan tindakan pemalsuan dokumen negara.
Tidak hanya itu. Banyak oknum guru berulah yang teramat tidak layak ditiru. Seperti pagi ini. Pagi-pagi saya dikejutkan oleh situasi yang teramat memancing emosi. Jelas sebuah lembaga pendidikan mengadakan uji coba Ujian Nasional (UN), tetapi banyak oknum guru bermalasan hadir tepat waktu. Mereka baru terlihat usai para peserta uji coba masuk ke ruang ujian.
Kondisi itu semakin memburuk. Terlalu sering guru mengikuti atau menghadiri pembinaan, rapat, kegiatan social, atau beragam kegiatan nonpengajaran yang menyita banyak waktu. Mereka begitu asyik mendengarkan ceramah, tetapi anak didik dibiarkan ramai di kelasnya. Bahkan, beberapa anak tampak bermain bola, sedangkan seharusnya mereka mendapatkan layanan pendidikan. Guru itu bertugas mendidik anak didik. Jika mengadakan rapat, seyogyanya guru memilih waktu di luar pembelajaran. Kasihan benar si anak didik. Mereka terlantar karena tidak mendapatkan haknya.
Saya tak habis pikir, apakah oknum-oknum guru itu masih memiliki nurani? Apakah oknum guru itu masih memiliki loyalitas sebagai guru? Apakah oknum guru itu masih layak memegang predikat guru? Di manakah mereka – oknum guru itu – menimba ilmu keguruan? Saya ingin belajar ke sana agar dapat mengobati luka duniaku, dunia pendidikan.
Nyaris setiap hari saya membaca tulisan tentang kebobrokan dunia pendidikan. Karut marut system pendidikan kian tak terkendali. Sejak hulu hingga hilir, beragam problema dunia pendidikan seakan tiada berakhir dan tak akan berakhir. Di hulu, beragam kasus menimpa para pejabat pendidikan. Di hilir, begitu banyak kelakuan oknum guru merusak tatanan peradaban guru yang beradab. Guru adalah pilar utama pembangunan karakter anak bangsa.
Guru menjadi garda terdepan untuk melakukan perubahan. Namun, oknum guru justru tidak mau berubah. Jika perubahan menuju situasi yang lebih baik tidak dimiliki, bagaimanakah kita bersikap? Jika oknum guru berwatak demikian, apakah perubahan untuk menjadi lebih baik akan terwujud? Mungkin itu hanya akan terjadi di alam mimpi. Mari kita tidur saja. Have a nice dream....!!!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI