Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Healthy

(Sebenarnya) Jodohmu Itu Dekat, Andalah yang Menjauh

20 Juli 2011   22:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:31 2682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Tiga ketentuan yang sudah tergariskan: rezeki, jodoh, dan kematian. Profesi boleh sama, tetapi hasil berbeda-beda. Berpacaran puluhan tahun, ketemu hansip langsung dijodohkan juga bisa. Sudah berobat ke luar negeri dan menghabiskan puluhan miliar, toh nyawanya diambil si Empunya juga. Jadi, kita mesti percaya bahwa Allah itu berkuasa atas segalanya. Kisah pagiku: Jodohmu Itu Dekat, Tetapi Kamu Menjauh.

Kemarin siang, saya diajak diskusi oleh seorang teman perempuan. Temanku itu cantik, PNS, bahasa Inggris, dan berasal dari keluarga terpandang. Cantik sekali parasnya. Wajah khas Solo meleka kuat di wajahnya. Dia pun berstatus PNS dengan gaji lumayan banyak. Temanku itu mengampu bahasa Inggris yang tentu saja laris di pasaran. Dan keluarganya termasuk terpandang. Namun, mengapa jodohnya seret alias sulit, ya? Hahahaaa.....

Temanku itu sedang mengalami kegundahan hati. Ia sedang patah hati. Dahulu, ia mencintai seorang pemuda yang kebetulan menjadi tentara. Sebut saja pemuda itu A. Sayangnya, pemuda A berdinas di tempat lain. Praktis ia tidak dapat berkomunikasi secara lancar. Dan hambatan itu menjadi masalah saat ini.

Beberapa hari lalu, ia perang bubat dengan pemuda A itu. Ia sudah merasa jengkel dan muak dengan sang pemuda A. Ia sudah menunggu lama dan berusaha bersabar. Namun, agaknya pemuda A itu justru berlaku seenaknya. Tentu saja perlakuan itu sulit diterima temanku. Pada akhirnya, pemuda A itu memutus hubungan. Temanku kecewa sekali.

Saat ini, seorang pemuda B sedang melakukan pendekatan dengannya. Temanku menaruh simpati juga kepadanya. Pendekatan itu diterimanya. Namun, temanku belum menerima pemuda B dengan sepenuh hati. Mengapa? Saya menangkap bahwa temanku masih berharap agar pemuda A dapat kembali kepada dirinya.

Melihat gelagat itu, saya berusaha membantunya. Saya memberikan nasihat sebisa yang bisa saya lakukan. Saya pun menyampaikan pendapat begini: "Mbak, jodohmu itu dekat. Sayangnya, kamu justru menjauhinya. Jika kamu memang masih mencintai A, mengapa kamu membuka pintu untuk B? jika kamu memang berharap A itu kembali, ikutilah keinginannya selagi masih berkoridor kebaikan. Namun, tinggalkanlah A jika memang kamu mencintai B dengan sepenuh hati. Ingat, jangan sekali-kali kamu menerima B karena sebatas menjadi pelarian dari kegagalan dengan si A."

Sontak temanku kaget. Ia tidak mengira bahwa saya akan bersikap tegas seperti itu. Sikap itu perlu saya tunjukkan agar perjodohan tidak dianggap permainan. Mencintai pasangan dengan segala kelebihan dan kekurangannya justru akan mendatangkan kebaikan daripada berpikir tentang masa lalu yang pernah menyakitinya. Semua orang pasti mempunyai masa lalu.

Begitulah sahabatku yang baik hati. Pernikahan bukanlah menyatukan dua perbedaan karena minyak dan air tidak dapat disatukan. Pernikahan hanyalah ajang pertemuan untuk menyambung hidup demi kehidupan ang lebih kekal di "sana". Jika suami dapat memimpin istrinya dengan baik, kelak mereka akan dipertemukan kembali di surganya Allah. Sebaliknya, kedua dapat berpisah selama-lamanya karena perbedaan ketakwaan keduanya. Semoga bermanfaat. Amin. Terima kasih.

Selamat Pagi

NB: Berpikirlah dewasa, wahai sahabatku yang terceritakan di sini. Kamu pasti menemukan jodoh terbaikmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun