[caption id="attachment_133741" align="aligncenter" width="640" caption="Terima kasihku kepada prajurit TNI. "][/caption]
Tiada rotan akarpun jadi. Tiada sesuatu yang seharusnya, sekadar pengganti pun tidak salah untuk digunakan. Jika memang sesuatu nan sederhana dapat berfungsi sama, menurutku, itu lebih baik daripada ketiadaan sama sekali. Dan itu telah dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sebagian prajurit TNI yang bertugas di perbatasan telah menjadi guru. Sungguh berita ini membuatku malu.
Kemarin (Kamis, 8 September 2011), saya membaca harian Republika. Saya sempat terkejut oleh sebuah berita tentang kondisi daerah perbatasan. Ternyata, kondisi masyarakat dan generasi mudanya sungguh memprihatinkan. Masyarakat hanya memiliki perekonomian nan sederhana dengan pekerjaan yang sederhana dan penghasilan nan sederhana pula. Dan generasi muda alias anak-anak pun kurang mendapat perhatian tentang arti penting sebuah pendidikan.
Atas kondisi itu, TNI bergerak cepat. Sebagian prajurit TNI mengabdikan diri sebagai guru. Beberapa prajurit TNI berusaha menjadi guru seraya mengajar anak-anak itu penuh pengabdian. Dalam sebuah barak, sekolah, atau rumah penduduk, prajurit TNI berusaha menyampaikan pelajaran kepada generasi muda. Kondisi itu benar-benar membuatku malu. Ya, saya malu sekali sebagai guru.
Rasa malu itu tumbuh karena beberapa sebab. Pertama, seharusnya TNI berfokus kepada pertahanan negara. TNI dididik dan dilatih untuk berusaha memertahankan kedaulatan NKRI dari setiap marabahaya yang mengancamnya. Namun, TNI telah berusaha memertahankan kedaulatan negara ini seraya berjuang melawan kebodohan dengan menjadi guru. Sebuah panggilan jiwa yang mesti mendapat apresiasi tinggi dari kita, bangsa Indonesia.
Kedua, seharusnya Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) malu dan merasa tertampar oleh tindakan prajurit TNI. Gembar-gembor pemerataan pemerolehan pendidikan sering didengungkan. Berita-berita kemajuan dunia pendidikan sering diekspos. Guru-guru sudah tersebar merata ke seluruh penjuru tanah air. Dan biaya pendidikan katanya digratiskan. Mana buktinya? Angka putus sekolah makin meningkat. Guru belebihan di satu daerah sedangkan miskin di daerah lain. Dan biaya pendidikan makin mahal dari hari ke hari.
Ketiga, saya malu karena tidak bisa membantu. Sekiranya Panglima TNI memerlukan bantuan untuk melatih prajurit TNI yang menjadi guru itu, dengan senang hati saya akan berbagi tips untuk menjadi guru yang disegani dan profesional. Dengan keterbatasannya, prajurit TNI bersedia menjadi guru meskipun tidak berbekal keterampilan sebagai pendidik. Tentunya itu sikap yang sangat baik. Namun, pendidikan tidak sekadar menyampaikan pelajaran kepada anak-anak. Pendidikan merupakan tindakan untuk melakukan perubahan ke arah yang positif, terstruktur, dan terprogram. Disayangkan jika pengajaran yang dilakukan prajurit TNI hanya berbentuk pengajaran di kelas tanpa disertai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) sebagai guru.
Atas kondisi di atas, saya mengusulkan beberapa hal, baik kepada TNI maupun kepada Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas).
- Sebaiknya Panglima TNI membekali prajurit TNI yang akan ditugaskan ke daerah perbatasan dengan keterampilan pengajaran. Memerhatikan pengajaran yang dilakukan prajurit TNI, jelas akan terdapat kekurangan. Oleh karena itu, Panglima TNI perlu memikirkan kebijakan itu seraya bekerja sama lintas departemen dan lintas profesi.
- Sebaiknya Kemdiknas bersikap legowo dan juga merasa malu dengan kondisi tersebut. Secepat-cepatnya Kemdiknas mengirim guru-guru ke daerah perbatasan untuk membantu prajurit TNI yang menjadi guru. Katanya Kemdiknas memiliki anggaran 20% dari APBN atau sekitar Rp 200 triliun. Tentunya mengirim dan menggaji guru dengan standar di atas kelayakan karena bertugas ke daerah perbatasan tentu mudah dilakukan dan diberikan. Ratakan semua guru hingga menyentuh ke seluruh pelosok tanah air Indonesia.
- Sebaiknya Kemdiknas memberikan gaji atau honor tambahan kepada prajurit TNI yang menjadi guru di daerah perbatasan di luar gaji sebagai prajurit TNI. Mereka – para prajurit – sungguh telah bersikap mulia dan ksatria. Tentunya Kemdiknas tidak boleh bersikap pelit. Berikanlah honor yang layak dan berikankanlah honor itu secara langsung tanpa melalui birokrasi. Tentunya honor itu akan semakin memacu semangat prajurit TNI untuk mengabdikan diri secara tulus demi kedaulatan NKRI dalam segala aspek.
Kepada Panglima TNI, saya menyampaikan ucapan terima kasih atas kebijakan Bapak yang telah membuat program tersebut. Kepada prajurit TNI yang menjadi guru, tentunya Anda telah merasakan enak-pahitnya sebagai guru. Silakan Anda mengabdikan diri sebagai guru karena itu dapat menjadi investasi diri di luar urusan materi. Berbuatlah yang ikhlas. Dan kepada Kemdiknas, apakah Anda masih memiliki rasa malu atas kondisi di atas? Anda tidak perlu menjawab pertanyaan di atas, tetapi cukup lakukan yang terbaik bagi bangsa ini dengan kewenangan yang dimiliki!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H