Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perilaku Guru Kok Begitu?

7 Mei 2012   06:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:36 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Setiap profesi sebenarnya mengandung nilai filsafat di dalamnya. Karyawan berarti orang yang berkarya dan atau dikaryakan. Pekerja adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan. Pegawai negeri adalah pegawai untuk melayani anak nagari. Dan guru adalah profesi yang mesti layak digugu lan ditiru atau dipercaya dan diteladani. Satu hal yang menjadi keistimewaan guru dibandingkan profesi lain adalah objek pekerjaan. Tak lain adalah benda hidup yang biasanya disebut murid atau siswa atau peserta didik.

Ya, itulah kehebatan dan keistimewaan guru. Karena peserta didik adalah manusia yang berakal dan bernaluri, mestinya guru pun memberlakukan setiap peserta didik dengan baik dan bijaksana. Guru mesti menjadikan dirinya sebagai pribadi yang layak diteladani dan layak dipercayai. Namun, saya mesti mengelus dada karena masih sering menjumpai perilaku guru yang tidak menjiwai profesinya. Setidak-tidaknya, saya mencatat lima perilaku buruk sang guru.

Merokok

Memang guru memiliki gaji atau uang. Dengan uangnya, guru boleh membeli semua barang yang dikehendaki. Namun, hendaknya guru mesti berpikir jika ingin membeli rokok. Mengapa? Karena kebiasaan merokok termasuk kebiasaan buruk. Selain menyakiti dirinya, merokok juga menyakiti orang lain di sekitarnya. Sebagai guru, berarti guru tersebut menyebarkan penyakit kepada murid-muridnya. Maka, alangkah bijaksananya jika guru tidak lagi merokok, baik di hadapan murid maupun di rumah. Buanglah rokokmu, wahai guru!

Berkata Jorok

Semua perilaku guru mestilah santun. Guru pastilah menjadi sorotan public di mana pun berada. Di masyarakat, profesi guru selalu disebut dan dimuliakan. Maka, semestinya guru berlaku arif, termasuk ketika berbicara. Hendaknya guru tidak suka berkata jorok, kotor, porno, bohong, dan gossip. Semestinya guru lebih suka menjadi pendengar daripada menjadi pembicara. Ketika guru sudah gemar berkata kotor, sesungguhnya ia telah mengotori profesinya. Mohon rekan-rekan guru menjaga lisan dengan tidak suka berkata kotor.

Malas Baca-Tulis

Ilmu pengetahuan begitu pesat berkembang karena dibantu kecanggihan teknologi. Oleh karena itu, hendaknya kita berusaha mengikuti perkembangan itu, terlebih bagi seorang guru. Seharusnya guru berusaha meng-up date keilmuannya agar tidak disalip oleh murid-muridnya. Dan itu hanya dapat dilakukan jika guru gemar membaca dan menulis. Dengan membaca berita dan atau buku, guru akan mendapat banyak informasi baru. Lalu, guru pun berusaha belajar menuangkan gagasannya ke bentuk tulisan. Apakah guru itu akan mengirimkan tulisan itu ke media cetak atau mungkin guru itu suka mem-publish-nya di sini? Silakan saja karena di sini pun banyak guru belajar membaca dan menulis.

Hobi Copas

Bukan rahasia lagi bahwa guru gemar mencontek perangkat pembelajaran dan juga karya-karya ilmiah untuk pengurusan kenaikan pangkat. Semestinya guru menghindari budaya plagiasi alias copy paste. Selain itu termasuk mencuri, budaya copas sangat mengotori profesi guru. Hendaknya guru berusaha menjadi contoh bagi anak didiknya. Dalam keseharian, guru sering memerintahkan anak didiknya untuk jujur. Lalu, mengapa guru justru memberikan contoh ketidakjujuran?

Gemar Bersolek

Penampilan memang diperlukan karena kulit memang penting. Namun, tentu orang akan bertanya-tanya tentang penampilan jika kita gemar berpenampilan secara berlebih-lebihan, terlebih itu dilakukan guru. Guru itu akan berjualan ilmu dan tidak berada di atas catwalk. Lalu, mengapa guru-guru gemar bersolek seraya beralasan demi menjaga penampilan? Lebih baik memikirkan isi kepala daripada memikirkan pikiran kepala orang lain. Perilaku bersolek pasti akan ditiru anak didik sehingga sekolah seakan menjadi ajang gengsi penampilan. Maka, guru hendaknya berpenampilan sederhana dalam balutan keilmuan.

---

Selama tiga hari terhitung sejak hari ini, saya memiliki kesibukan yang luar biasa. Saya harus menempuh perjalanan jauh demi menunaikan tugas. Dan hari ini adalah hari pertama saya menunaikan tugas tersebut. Ketika bertemu dan bersemuka dengan banyak kawan seprofesi, saya dikagetkan dengan beragam penampilan mereka. Sungguh luar biasa guru-guru sekarang. Penampilan mereka sungguh tak lagi kalah jika dibandingkan artis. Guru sekarang memang tak mau kalah dan dikalahkan tentang penampilan. Luar biasa….!!!

Teriring salam,

Johan Wahyudi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun