[caption id="attachment_182038" align="aligncenter" width="640" caption="Sesaat sebelum wawancara dimulai."][/caption]
Banyak kasus kenakalan melibatkan para pelajar: tawuran dan pacaran. Tawuran terjadi hampir setiap hari. Pelajar berpacaran di tempat umum. Karena memiliki kebiasaan buruk itu, akhirnya para pelajar tidak dapat berkonsentrasi ketika belajar. Maka wajarlah mereka mendapatkan nilai jelek. Dan itu semestinya menjadi perhatian orang tua. Cobalah kita belajar kepada empat pelajar SMA Negeri 1 Gemolong Kabupaten Sragen ini.
Jumat lalu, saya dihubungi seorang pelajar SMA Negeri 1 Gemolong. Pelajar ini sedang mencari narasumber untuk kegiatan wawancara. Guru bahasa Indonesia menugaskan mereka untuk melakukan wawancara dengan narasumber yang dianggap memiliki kapasitas dan prestasi. Tentunya itu bertujuan agar para pelajar dapat belajar kepada narasumber tersebut. Tak tahulah, mengapa pelajar SMA Negeri 1 Gemolong memilihku untuk dijadikan narasumber? Dan saya memberikan waktu wawancara kepadanya Minggu pagi tadi.
Sekitar jam 10.00, empat pelajar SMA Negeri 1 Gemolong sudah tiba di rumahku. Saya memang menghendaki mereka untuk datang ke rumah. Saya akan menuruti keinginan mereka untuk mewawancaraiku. Dan saya telah memilihkan lokasi atau setting wawancara: hutan jatiku. Ya, saya mengajak empat pelajar SMA Negeri 1 Gemolong untuk mengadakan wawancara sambil mengenal hutan jatiku.
Setelah menyiapkan segala keperluan, empat pelajar SMA Negeri 1 Gemolong mulai mewawancaraiku. Saya ditanya tentang banyak hal, seperti kisah meraih sukses seperti sekarang, alasan sekolah hingga S3, kisah menjadi penulis dan hasilnya, jenis buku, kisah menjadi motivator dan lokasinya, tips membagi waktu untuk mengajar, keluarga, menulis buku, dan kuliah, serta pesan bagi pelajar masa kini.
Atas pertanyaan-pertanyaan itu, tentu saya harus menjawabnya secara jujur. Seperti yang sering saya sampaikan secara lisan dan tulisan, bahwa sukses ini diraih dengan susah payah. Sejak kecil saya sudah dibiasakan disiplin hingga kuliah. Bahkan, saya sempat menjadi pedagang asongan. Mulai menekuni dunia kepenulisan buku pada 2006 hingga sekarang. Dan kuliah S3 merupakan anugerah terindah. Kisah lengkapnya dapat dibaca di Meneladani Arogansi Ayahku.
Tak disangka, wawancara itu terlaksana secara mengharukan. Keempat pelajar SMA Negeri 1 Gemolong terlihat trenyuh ketika mendengar penuturan kisah hidupku. Memang sukses tidak jatuh dari langit. Sukses diraih melalui perjuangan dan pengorbanan. Jika ingin sukses, teruslah berjuang dan siapkan pengorbanan sebanyak cita-cita yang hendak dicapai.
[caption id="attachment_182039" align="aligncenter" width="640" caption="Empat siswa SMA Negeri 1 Gemolong nan tekun."]
Agar wawancara itu memberikan banyak manfaat, sengaja saya meminta salinan rekamannya. Saya ingin berbagi kisah ini dengan rekan-rekan pembaca dan kompasianer. Silakan rekaman ini dimanfaatkan jika memang bermanfaat. Namun, hendaknya pemanfaatan ini tidak bertujuan komersial. Semata rekaman ini bertujuan untuk menyadarkan bahwa sukses adalah proses yang harus dilalui semua orang yang ingin sukses. Semoga bermanfaat. Amin.
Teriring salam,
(mohon maaf, videonya tidak dapat dinikmati hari ini karena saya mendaftarkan diri ke youtube baru saja. terima kasih)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI