Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengapa Tulisan Lebih Berbahaya Daripada Ucapan?

26 September 2011   19:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:35 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Mungkin kita sering beradu pendapat sehingga timbul percekcokan dan atau perselesihan. Kedua pihak saling bertahan kepada argumen yang diyakini. Ketika berdebat secara lisan, kadang bahkan sering, kedua pihak mengeluarkan kata-kata kotor. Karena saling bertahan kepada keyakinan, perselisihan itu pun menemui jalan buntu. Lalu, kedua pihak berdiam diri dan tidak melanjutkan perdebatannya. Jika itu dibiarkan, insya Allah, kedua pihak itu akan lupa dan melupakan perbedaan yang ada. Waktu akan menghapus ingatan yang demikian? Itulah kelebihan dan kekurangan berdebat lewat ucapan.

Itu teramat berbeda dengan berdebat melalui tulisan. Secara sengaja dan atau tidak sengaja, secara serius dan atau secara guyonan, pihak-pihak yang berdebat melalui tulisan akan menggunakan kata-kata kotor, umpatan, cemoohan, pelecehan, dan lain-lain. Semua usaha itu bertujuan untuk menjatuhkan nama baik penulis lain. Di sinilah dampak buruk tulisan itu akan muncul.

Dampak 1: Merendahkan Kehormatan Orang Lain =Merendahkan Kehormatan Diri

Ketika penulis yang berdebat seraya menuliskan sesuatu secara provokatif dan tendendius, sebenarnya ia telah merendahkan dirinya. Mungkin sekilas penulis tersebut akan terkenal karena berhasil memprovokasi pembaca dengan judul dan isi tulisan nan provokatif. Namun, insya Allah, pembaca bukanlah orang bodoh. Justru pembaca akan memberikan penilaian negatif terhadapnya. Teramat disayangkan bahwa dirinya telah tercebur ke dalam ambisi yang berlebihan seraya mengorbankan nama baiknya.

Dampak 2: Memberikan Pendidikan yang Buruk kepada Pembaca

Karena pembaca bersikap pasif, ia tidak melakukan filterisasi bacaan. Karena terpancing judul tulisan, sering pembaca terpancing untuk ikut membaca dan mengomentari tulisan tersebut. Pada akhirnya, idealismenya pun tereduksi. Berawal dari sinilah, pengaruh buruk itu mulai tampak. Penulis telah memberikan pendidikan yang buruk kepada pembaca. Alangkah bijaksananya jika penulis itu memberikan pengaruh positif seraya menyuguhkan tulisan-tulisan yang berisi kebaikan dan mengajak kebaikan.

Dampak 3: Akibat Hukum

Ketika pelecehan demi pelecehan itu dilakukan, bisa jadi pembaca dan atau pihak yang merasa dirugikan akan melakukan gugatan hukum. Mengapa? Kita tidak mengenal pembaca dengan segala latarnya. Saya yakin dan meyakini bahwa banyak pembaca berasal dari latar pendidikan yang mengenal dan memahami hukum. Itu berarti bahwa pelecehan yang dilakukan penulis melalui tulisan akan berdampak kepada gugatan hukum. Terlebih, pemerintah telah menyediakan undang-undang yang mesti ditaati setiap warga negara, termasuk penulis.

Kita tentu masih teringat dengan beberapa kejadian tentang tulisan provokatif sehingga memancing pihak tertentu untuk melakukan gugatan. Maka, alangkah bijaksananya jika kita, sebagai penulis, mengembalikan citra baik diri sebagai penulis yang santun. Yakinlah bahwa semua penulis dapat terkenal dan dikenal jika ia berhasil menyuguhkan tulisan-tulisan yang berkualitas. Keterkenalan itu akibat dan bukan tujuan bagi seorang penulis.

Ucapan akan dibatasi oleh daya ingat, sedangkan daya ingat manusia teramatlah terbatas. Itu sungguh teramat berbeda dengan tulisan yang bersifat abadi. Tulisan itu akan berdampak jauh lebih hebat daripada ucapan karena tersebar hingga tak terbatas. Jika tulisan itu berdampak positif, tentu penulis akan memeroleh kebaikan. Namun, bisa jadi penulis akan mendapatkan "karma" akibat keteledorannya yang tidak menjaga tulisan. Sekarang zaman modern di mana semua orang dapat menyebarluaskan tulisan secara bebas. Apakah kita akan menanamkan keburukan seraya memberikan tulisan-tulisan yang berisi provokasi, tendensi, dan atau pelecehan pribadi atau profesi? Jangan, ah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun