Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengapa Sekolah Negeri Kurang Diminati?

5 Mei 2012   01:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:41 1667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1336183734374992630

[caption id="attachment_186338" align="aligncenter" width="620" caption="ilustrasi/admin(shutterstock.com)"][/caption]

Pendidikan dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat. Pemerintah memang wajib menyelenggarakan pendidikan karena itu diatur dalam UUD 1945. Karena kemampuan pemerintah terbatas, masyarakat pun boleh menyelenggarakan pendidikan. Di satu sisi, pemerintah diuntungkan karena bebannya berkurang. Namun, sesungguhnya pemerintah (mungkin) dirugikan. Mengapa?

Semalam, saya diberi sebuah surat oleh istriku. Surat itu dikirim dari sekolah anakku nomor 2. Kebetulan ananda akan masuk ke jenjang SD tahun ini. Karena kakaknya sudah duduk di bangku SD Unggulan Aisiyah Gemolong, adiknya ingin menyusul kakaknya. Sebagai orang tua, tentu saya pun berusaha menuruti keinginan ananda. Maka, begitu kran pendaftaran siswa baru dibuka, saya langsung menyertakan ananda untuk mengikuti seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) itu. Dan PPDB itu diadakan pada awal semester genap ini.

Tak disangka, SD Unggulan Aisiyah Gemolong begitu digemari. Itu terlihat dari antusiasme orang tua yang ingin mendaftarkan anaknya agar dapat mengenyam pendidikan di sekolah itu. Karena kapasitas peserta didik terbatas, seleksi pun diadakan. Dan penyelenggara seleksi adalah pihak ketiga, yakni lembaga psikologi. Memang SD Unggulan Aisiyah merupakan sekolah swasta yang memiliki reputasi preetasi sangat membanggakan. Beragam prestasi tingkat local, provinsi, hingga nasional pernah diraih.Maka, wajarlah jika banyak orang tua tertarik untuk menyekolahkan anaknya di sekolah itu. Lalu, mengapa mereka – orang tua – kurang tertarik menyekolahkah anaknya ke sekolah negeri?

Menurutku, banyak sekolah negeri dikelola asal-asalan. Saya mendapati sekolah-sekolah negeri terbengkalai karena kurang terurus. Banyak factor menjadi penyebabnya. Dan saya mencatat tiga faktor sebagai kelemahan sekolah negeri. Berikut kupasannya.

Rekrutmen Kepala Sekolah

Bukan rahasia lagi, rekrutmen kepala sekolah negeri sering dipengaruhi factor politik dan financial. Ketika terjadi pemilihan kepala daerah, banyak (calon) kepala sekolah mendekati para kandidat kepala daerah (bupati/ walikota). Dengan kemampuan yang dimiliki sang calon kepala sekolah, mereka pun berusaha menjadi tim sukses kepala daerah. Begitu terjadi pemilihan kepala daerah dan jagonya menang, terjadilah politik balas budi.

Selain itu, santer diberitakan terjadinya transaksi jual-beli jabatan kepala daerah. Menurut kabar yang tersiar, banyak kepala sekolah “membeli” jabatan itu. Karena berasal dari politik dagang, tentu mereka – kepala sekolah terlantik – berusaha mengembalikan modal. Tak lagi keseriusan mengelola sekolah dimiliki. Yang penting uang dan modal dapat kembali.

BOS Milik Bersama

Pemerintah berusaha meringankan beban biaya pendidikan. Oleh karena itu, pemerintah menggelontorkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Jumlahnya tak tanggung-tanggung. Untuk siswa SD berkisar 580.000/ siswa/ tahun. Untuk siswa SMP berkisar Rp 720.000/ siswa/ tahun. Jumlah bantuan yang sangat fantastic. Di sinilah letak kelemahan pemerintah.

BOS diberikan kepada semua siswa, baik di sekolah negeri maupun swasta. Besarannya pun saman dan penghitungannya pun sama. Itu berarti bahwa sekolah swasta juga mendapatkan hak yang sama. Dan ini adalah kelemahan yang tidak terpikirkan oleh pemerintah: sekolah swasta masih memiliki kewenangan untuk menarik biaya lain-lain selain BOS tadi.

Maka, wajarlah sekolah swasta berani berinvestasi besar-besaran untuk mendirikan, memajukan, dan mengiklankan lembaganya. Mereka jelas memiliki banyak uang karena mendapat bantuan pemerintah dan orang tua siswa. Dan kita sulit mendapati sekolah swasta yang jelek. Rerata sekolah swasta terbangun indah dan megah. Cobalah bedakan dengan sekolah negeri? Alamaakkkk….!!!

Guru PNS Malas

Siapa sih yang berani menghukum guru PNS? Jarang dan teramat jarang guru PNS diberi sanksi tegas meskipun melakukan pelanggaran berat. Setidak-tidaknya mereka masih diberi kesempatan, semisal sekadar dimutasi, alih tugas, atau jadi staf biasa. Karena status guru PNS enaknya selangit, banyak guru PNS bermalas-malasan. Mereka cenderung pamer dan jarang melibatkan diri pada kegiatan peningkatan mutu pendidikan.

Sekarang, cobalah kita menengok guru swasta. Mereka “dipaksa” yayasan untuk melakukan ini dan itu. Kerja keras dengan mengiktuti beragam lomba prestasi dan nglembur adalah hal biasa demi sekolahnya mendapatkan banyak siswa. Bahkan, mereka rela honornya dipotong untuk dibelikan seragam gratis bagi calon siswa baru. Mengapa guru swasta bersedia melakukan semua itu? Karena mereka berjuang demi sekolahnya. Apakah semangat itu dimiliki guru PNS?

Maka, kini semua kembali kepada pemerintah. Begitu banyak sekolah-sekolah negeri di-regrouping. Itu tak lain disebabkan kemiskinan murid. Banyak orang tua siswa tak lagi memercayai sekolah negeri. Selain fasilitasnya terbatas, guru-gurunya pun malas-malas. Mudah-mudahan saya tidak termasuk guru PNS yang demikian?

Teriring salam,

Johan Wahyudi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun