Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mengapa Jodoh Menjauh?

8 Oktober 2012   10:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:05 1245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiga hal menjadi rahasia Tuhan: rezeki, mati, dan jodoh. Banyak orang bekerja sepanjang hari, tetapi toh jatah rezekinya terbilang sedikit. Namun, tak sedikit orang bekerja beberapa jam tetapi ia mendapatkan rezeki berlimpah. Banyak orang berusaha menyembuhkan penyakitnya dengan berobat ke dokter spesialis termahal. Bahkkan, mereka berobat ke luar negeri. Namun, toh nyawanya tetap melayang juga meskipun uang miliaran telah dikeluarkan. Sebaliknya, banyak orang disembuhkan dari penyakit berbahaya hanya dengan sedikit obat-obatan tradisional. Satu persoalan lagi yang menjadi rahasia Tuhan adalah jodoh. Ya, perjodohan!

Beberapa kali saya bertemu dengan banyak kawan yang memiliki kisah unik tentang perjodohan. Rerata jodoh mereka ditemukan secara tidak sengaja. Ada yang mendapatkan jodoh karena bertemu di facebook, di kampus, jalan sehat, pernikahan, atau bahkan dijodohkan. Ketika ditanyakan tentang riwayat pacarannya, ternyata mereka rerata sudah mengalami pacaran berkali-kali. Karena memang bukan jodohnya, pacaran itu pun kandas di tengah jalan. Dari obrolan dengan beberapa rekan tersebut, saya merangkum tiga penyebab sehingga jodoh menjauh.

Terlalu Idealis

Ini adalah masalah klasik. Semua lajang pasti ingin mendapatkan pasangan seagama, setia, tanggung jawab, tampan atau cantik, kaya, mapan dan lain-lain. Jelas itu adalah persyaratan normal bagi orang normal. Bukan manusia normal jika tidak menyukai persyaratan di atas. Namun, justru persyaratan normal di atas menjadi bumerang. Mengapa?

Sikap idealis untuk mencari jodoh pasti mematikan orang yang tertarik kepadanya. Karena merasa memiliki kekurangan dan tak bisa memenuhi persyaratan, akhirnya ia pun mundur teratur. Bendera putih pun dikibarkan karena tak sanggup lagi memenuhi segala persyaratan. Oleh karena itu, hendaknya idealisme tidak menjadi syarat utama. Kekurangan pasangan justru mestinya menjadi tanggung jawab untuk melengkapinya.

Sepadan

Saya memiliki beberapa sahabat. Secara ekonomi dan karier, mereka terbilang sukses. Segalanya hampir telah dimilikinya: karier, penghasilan, rumah, mobil, dan kemapanan. Lalu, mengapa jodohnya belum didapat? Jawabnya sederhana: karena dia terlalu pasang tarif. Dia menginginkan pasangannya agar memiliki kemapanan seperti yang dimilikinya.

Tentu saja persyaratan itu sulit dipenuhi. Rerata kemapanan itu diperoleh oleh mereka yang sudah mendapatkan jodoh. Jika toh masih didapati lajang yang sudah mapan, rerata lajang itu pun pasang tarif lebih tinggi darinya. Jika lajang itu jomblowati, biasanya ia akan menginginkan laki-laki yang lebih mapan daripadanya. Jika laki-laki mapan, biasanya dia dapat menerima kekurangan calon jodohnya.

Adat

Banyak daerah memersyaratkan perjodohan dengan syarat yang teramat mahal, tinggi, dan mewah. Ada daerah yang harus menyediakan beberapa ekor sapi atau kerbau. Bahkan, banyak daerah memersyaratkan mas kawin atau mahar dengan sekian gram atau kilo emas. Ketika mengetahui persyaratan adat yang begitu mahal, biasanya laki-laki berpikir ulang untuk meminang pujaan hati. Isi kantong jelas menjadi alasannya. Saya terinspirasi oleh Hadist Nabi Muhammad SAW, “Sebaik-baik wanita adalah wanita dengan mahar yang murah.”

Hadist itu bermakna bahwa mahar tidak boleh menjadi penghambat untuk perjodohan. Jika adat mengharuskan terpenuhinya persyaratan tersebut, berarti masyarakat setempat menghambat terjadinya perjodohan. Maka, benarlah informasi yang pernah saya terima bahwa terdapat daerah yang dihuni penduduk lajang. Penduduk itu kebanyakan berstatus jomblo alias belum berjodoh karena sulitnya memenuhi persyaratan adat.

Berdasarkan kisah-kisah di atas, agaknya kita tak lagi memermasalahkan jodoh. Bukalah pintu hati lebar-lebar. Pernikahan bukanlah menyatukan dua perbedaan. Pernikahan itu sekadar memertemukan dua perbedaan agar keduanya dapat belajar dan memelajari kelebihan untuk menutup kekurangan lainnya. Jika itu disadari, insya Allah, jodoh akan datang dan segera menghampirimu.

Teriring salam,

Johan Wahyudi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun