Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memanfaatkan Sawah untuk Menulis Puisi

21 September 2010   08:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:05 1624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pagi ini, saya mengajar anak-anak. Materi yang saya ajarkan adalah menulis puisi bertemakan keindahan alam. Awalnya, saya mengalami kesulitan. Lalu, ide saya pun muncul. Mengapa saya tidak memanfaatkan lingkungan sekitar sekolah? Sekolah tempatku mengajar berada tepat di tengah-tengah sawah. Oleh karena itu, sekolahku sering disebut Sekolah Mewah alias sekolah mepet sawah.

Mengawali kegiatan mengajar, saya mengabsen siswa satu per satu. Selanjutnya, saya menyampaikan materi pelajaran yang akan dipelajari hari ini, yakni menulis puisi. Begitu mendengar informasi ini, anak-anak terlihat riang gembira. Anak-anak antusias sekali mengikuti pembelajaran. Saya pun senang dengan kondisi itu.

Sebagai apersepsi, saya memancing perhatian siswa dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana sekitar puisi. Ternyata, anak-anak sudah pandai menjawab pertanyaan-pertanyaanku.

Sebagai bekal menulis puisi, saya menyampaikan teknik penulisan puisi. Saya menyampaikan wawasan tentang pentingnya diksi, membangun citraan, dan menyusun rima untuk penulisan puisi. Diksi biasa dikenal dengan istilah pilihan kata. Tidak semua kata dapat digunakan untuk menulis puisi. Kata-kata yang digunakan dalam puisi berbeda dengan makna kata-kata secara umum. Kata-kata itu harus mempunyai makna konotasi yang mendalam.

Selain diksi, keindahan puisi juga ditentukan oleh kepandaian membangun citraan. Kata-kata itu sebaiknya mampu membangkitkan emosi karena terbangunnya beragam citraan. Citraan terdiri atas bermacam-macam, seperti citraan pendengaran, citraan gerak, citraan gerak, citraan rasa, citraan penglihatan, dan citraan suasana. Puisi akan menjadi lebih baik lagi jika didukung oleh penyusunan rima yang baik pula. Antarbait puisi harus menjadi irama. Dengan tampilan demikian, puisi menjadi mudah dibaca dan indah didengar.

Saya pun memancing perhatian anak-anak dengan contoh-contoh puisi yang telah saya siapkan sebelumnya. Saya membacakan puisi-puisi itu. Ternyata, mereka termotivasi dan terinspirasi. Ini dapat diketahui dari reaksi mereka. Berdasarkan kondisi itu, saya pun melangkah ke tahapan berikutnya, yakni melatih mereka menulis puisi.

Menulis puisi bertemakan keindahan alam memang menarik. Semua unsur alam dapat digunakan sebagai objek pengamatan. Oleh karena itu, saya menerangkan bahwa anak-anak hendaknya mengamati sesuatu yang menarik saja. Tidak semua aspek alam ditulis. Jika melihat dedaunan bergoyang, itu ditulis saja. Jika melihat burung-burung beterbangan, itu ditulis saja. Jika melihat para petani mengerjakan sawah, itu ditulis saja. Begitulah rambu-rambu penulisan puisi itu.

Selanjutnya, saya mempersilakan anak-anak untuk pergi ke sawah. “Hore, asyik!” teriak-teriak mereka. Anak-anak pun kegirangan. Mereka sangat senang. Tentu suasana baru akan terbentuk. Jadi, pembelajaran akan berlangsung variatif dan tidak monoton. Agar tidak pergi kemana-mana, saya melarang anak-anak untuk tidak pergi terlalu jauh. Saya pun mempersilakan mereka keluar kelas.

Sementara anak-anak keluar kelas, saya memantau aktivitas mereka. Saya mengkhawatirkan anak-anak akan pergi terlalu jauh. Alhamdulillah, anak-anak mematuhi perintah saya. Mereka hanya duduk-duduk saja di pematang sawah. Satu jam pelajaran atau sekitar tiga puluh menit. anak-anak berada di sawah.

Sekitar jam 08.00, anak-anak saya minta kembali ke kelas. Saya pun mempersilakan anak-anak untuk menulis puisi. Mereka terlihat semangat di kelas. Beberapa anak terlihat manggut-manggut. Setelah berlangsung sekitar lima belas menit, saya meminta anak-anak untuk berhenti. Lalu, saya menyuruh beberapa anak untuk membacakan puisi hasil karyanya. Wouw, ternyata puisi karya mereka memang luar biasa indahnya. Saya menemukan beberapa puisi yang sangat bagus. Sebuah karya yang ditulis oleh siswa dengan keadaan yang serbasederhana. Namun, karya mereka tak sesederhana tempatnya. Terima kasih anak-anakku. Besok kita lanjutkan pelajarannya. Selamat siang…!!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun