Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kompasianer Ini Sungguh Ganteng, Pekerja Keras, dan Rendah Hati (Masih Lajang Lagi!)

25 Desember 2011   02:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:47 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_158865" align="alignleft" width="300" caption="Pic Mas Agoeng Widodo di kompasiana."][/caption]

Pertemanan di kompasiana ternyata benar-benar mengubah dunia maya menjadi dunia nyata. Begitu banyak tertoreh pengalaman dan kisah yang sedemikian mengharukan, menggembirakan, dan juga menyenangkan. Persahabatan itu benar-benar melahirkan semangat baru untuk terus bersambung hati melalui terjalinnya komunikasi. Dan itu pun terjadi pada kisah pagiku hari ini.

Kemarin sore, kampungku diguyur hujan rintik-rintik. Pada awalnya, saya akan mengajak anak dan istri untuk makan keluar rumah, terlebih itu malam minggu. Jelas saya ingin memberikan suasana yang berbeda. Jenuh juga jika seharian terus berada di rumah. Maka, saya memutuskan untuk mengajak anak-anak untuk menikmati makan ke Gemolong Sragen.

Karena masih diguyur hujan, saya berubah pikiran. Saya malas mengeluarkan mobil. Entahlah, saya tiba-tiba memilih menikmati suasana di rumah saja. Daripada keluar rumah, sesekali saya ingin menikmati sajian masakan istriku. Tak apalah jika memang sekadar menikmati teh manis, sayur daun papaya, dan juga kerupuk.

Ketika sedang menunggu sajian, saya dikejutkan oleh ketukan pintu. “Siapa sih hujan-hujan bertamu?” tanyaku dalam hati.

Sambilbermalasan, saya pun membuka pintu. Seorang lelaki ganteng, tampan, dan berwajah ramah tampak di depan pintu.Lelaki itu langsung mengulurkan tangan untuk mengajakku bersalaman. Namun, saya benar-benar terkejut karena saya belum pernah bertemu dan atau berkenalan sebelumnya. Untuk menghilangkan kebingunganku, lelaki itu berkata, “Saya Agoeng Widodo, Pak. Kompasianer juga!”

“Masya Allah, Mas Agoeng?” jawabku seakan tak percaya. Ternyata sungguh di luar dugaan. Saya benar-benar mendapatkan anugerah kunjungan yang teramat mengesankan, teramat mengejutkan, dan juga teramat mengharukan. Bagaimana itu bisa terjadi?

[caption id="attachment_158867" align="alignright" width="300" caption="Salah satu gambar Mas Agoeng yang imut di FB-nya."][/caption]

Jujur saja, Mas Agoeng begitu sering mampir ke lapakku. Kami sering bercanda lewat FB juga. Namun, saya tidak mengenal mas Agung begitu baik. Dalam pic-nya di kompasiana dan FB, Mas Agoeng terlihat kecil, berbaju hijau, dan juga tidak terlalu gemuk.

Selanjutnya, Mas Agoeng pernah berujar bahwa dirinya berasal dari Kalijambe Sragen. Itu berarti bahwa Mas Agoeng berasal dari daerah sekecamatan denganku. Mungkin Mas Agoeng memiliki perasaan cinta daerah yang begitu kuat, Mas Agoeng ingin berkunjung ke rumahku. Kemarin sore adalah hari yang teramat membahagiakan kami.

Sejak lulus SLTA sekitar 1998, Mas Agoeng sudah merantau mencari pekerjaan ke Kalimantan Timur. Mas Agoeng bekerja di perusahaan perkebunan yang cukup bonafid. Sejak 1998 hingga sekarang, Mas Agoeng begitu setia bekerja di perusahaan itu. Kini, Mas Agoeng dipercaya sebagai salah satu akuntan utama di perusahaannya.

Pada obrolan itu pun terkuak. Ternyata, Mas Agoeng masih jomblo alias lajang. Mas Agoeng memang berwajah ganteng, sikap rendah hati, sudah bekerja dan memiliki penghasulan tetap. Namun, ternyata Mas Agoeng belum juga memiliki tambatan hati. Pada kesempatan itulah, saya sekadar bertutur, “Pernikahan bukan menyatukan perbedaan, melainkan sekadar memertemukannya karena memang air dan minyak tak dapat disatukan. Suatu saat, perpisahan itu pasti terjadi. Jangan menunda lagi untuk segera menikah!” Mas Agoeng pun tersenyum-senyum mengiyakan. Semoga segera mendapatkan jodohmu, Mas Agoeng. Doaku dari sini. Amin!

Sumber gambar: Sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun