Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Keluh Kesah Guru Bahasa

24 September 2010   07:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:00 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Mengeluh itu tindakan tidak baik. Kita harus menjauhi kebiasaan itu. Mengeluh dapat menjadi preseden buruk pribadi seseorang. Dia akan terlihat sebagai orang yang mudah putus asa dan tidak kreatif. Meskipun termasuk perilaku kurang baik, saya terpaksa mengeluh juga. Mengeluhkan pelajaran yang menjadi otoritas dan profesionalisme saya, yakni guru bahasa. Pelajaran bahasa Indonesia merupakan pelajaran wajib bagi semua pelajar dan mahasiswa. Mereka harus menguasai bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Jika bahasa Indonesia tidak dikuasai dengan baik, tulisan-tulisan mereka pun tidak baik. Tulisan mereka menjadi sekadar tulisan. Sangat jauh dari kualitas tulisan yang layak dibaca. Untuk menghasilkan tulisan yang baik, setiap siswa harus menguasai bahasa Indonesia dengan baik. Nah, di sinilah problem itu mulai muncul. Pelajaran bahasa Indonesia itu meliputi penguasaan kosakata, sintaksis, dan mekanik. Untuk menambah penguasaan kosa kata, para siswa harus rajin mendengar dan membaca. Mereka harus bersikap aktif. Penguasaan bahasa seseorang 90% ditentukan dari kegemarannya mendengar dan membaca. Namun, kondisi siswa dan mahasiswa sekarang ini sangat ironis. Mereka tidak mempunyai kegemaran mendengarkan berita atau membaca tulisan. Sebuah hasil penelitian yang pernah saya baca menyimpulkan bahwa rerata pelajar sekarang tidak menyukai membaca buku. Para siswa lebih menyukai mendengarkan berita daripada membaca. Jika membaca buku tidak digemari, pengetahuan mereka menjadi terbatas. Dan itu pun berakibat pada keterbatasan kosakata mereka juga. Karena tidak mempunyai kegemaran membaca buku, para siswa pun mengalami kesulitan menyusun kalimat. Mereka sering melakukan kesalahan-kesalahan, seperti kesalahan pilihan kata dan pleonasme. Akibatnya bisa ditebak, kalimat mereka menjadi tidak efektif. Kesalahan itu pun berakibat pada ketidaktaatan terhadap ejaan dan tanda baca. Mereka menulis hanya sekadar menulis. Penulisan huruf dan angka sama sekali tidak diperhatikan. Lebih fatal lagi, mereka tidak mengetahui jenis-jenis tanda baca dan cara penggunaannya. Mengatasi kondisi demikian, saya mulai mengatur strategi. Setelah merenung beberapa hari, akhirnya saya mengambil keputusan: mewajibkan setiap anak untuk merangkum buku. Setiap minggu, setiap anak wajib mengumpulkan resume buku. Saya mewajibkan anak-anak untuk gemar membaca buku. Memang, anak-anak menyambut langkah saya ini dengan teriakan: huuuu. Namun, saya harus berpegang teguh kepada prinsip: awalnya dipaksa, lalu terpaksa, akhirnya membaca akan menjadi budaya. Semoga demikian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun