[caption id="attachment_161310" align="aligncenter" width="640" caption="Ketiga anakku selalu menjaga ketenangan ketika makan."][/caption]
Istilah ustadz digunakan untuk menyebut seseorang yang mahir, paham, dan menjadi pengamal ajaran agama Islam. Tidak sembarang orang gelar ustadz diberikan. Konon gelar itu hanya diberikan kepada orang yang benar-benar dianggap menguasai ajaran agama dengan baik. Tentunya tidak sekadar memahami, tetapi juga melaksanakan ajaran agama itu secara konsisten. Oleh karena itu, kita teramat jarang menemukan sosok ustadz yang kredibel alias tepercaya. Mengapa? Sulit dan teramat langka bin sulit kita menemukan ustadz yang memiliki keseimbangan alias kesepadanan antara ucapan dan tindakan.
Berkenaan dengan itu, saya terinspirasi untuk menuliskan pengalaman alias daya tangkapku atas sebuah informasi yang pernah ditayangkan sebuah televise swasta. Stasiun televise itu memang sedang menyeleksi calon ustadz atau dai. Ada beberapa orang yang tampak menjadi pesertanya. Seperti acara-acara idol lainnya, pemilihan dai aias ustadz itu digelar untuk menjaring dai terpilih. Maka, nyaris semua kegiatan calon dai itu diekspos hingga hal-hal sekecil-kecilnya oleh media tersebut. Tentunya ekspos itu bertujuan untuk menarik simpati para penonton.
Beberapa hari lalu, saya terkaget-kaget alias terheran-heran sekaligus geram. Saya melihat calon ustadz alias dai itu sedang menyantap mie ayam. Lalu, mereka terlibat ngobrol dengan temannya meskipun mulutnya dipenuhi makanan. Menggunakan istilah Jawa: mulutnya masih moco-moco karena banyak makanan berjejal di mulut. Tanpa merasa bersalah, calon ustadz alias dai itu terus saja ngobrol meskipun makanan itu belum habis disantap. Istilah lainnya, ustadz alias dai itu tidak memedulikan kesopanan alias etika menyantap makanan.
Ajaran agama (Islam) jelas memberikan tuntunan tentang etika seseorang yang sedang menyantap makanan. Beberapa ajaran itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Kita harus berusaha mencari tempat duduk dan dapat duduk pada tempat yang nyaman dan aman.
- Kita harus menjaga kebersihan makanan, tangan, dan tempat. Oleh karena itu, kita harus mencuci tangan dan menjaga kebersihan tempat.
- Kita harus membaca doa sebelum menyantap makanan. Doa itu berbunyi: Allahumma bariklana fii maa razaqtanaa, waqinaa ‘adzaa bannar.
- Kita harus makan dengan menggunakan tangan kanan kecuali terkondisi tertentu, seperti cacat, atau sakit
- Kita harus menjaga ketenangan selama makan. Kita tidak boleh berbicara sambil makan.
- Kita dilarang mengeluarkan bunyi selama makan.
- Kita dianjurkan untuk mengunyah makanan hingga lembut.
- Kita dianjurkan makan secara sederhana sehingga dapat berhenti sebelum merasa kekenyangan.
- Kita harus berdoa usai menyantap makanan yang berbunyi: Alhamdu lillahhil-ladzi ath-amanaa wa saqaana waja’alanaa muslimiin.
- Kita dianjurkan untuk membersihkan tempat makanan seperti sediakala.
Begitulah seharusnya etika ketika kita makan. Namun, saya sama sekali tidak melihat calon ustadz alias dai itu berperilaku demikian. Justru saya melihat gaya dan cara berbicara yang cenderung menyepelekan ajaran agama. Jika calon ustadz atau dai itu benar-benar terpilih menjadi dai alias ustadz dan berdakwah, saya justru mengkahwatirkan terjadinya kerusakan etika pada masyarakat. Dakwah paling santun adalah keteladanan dan tidak perlu terlalu banyak bicara. Begitulah ajaran nabiku…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H