Guru bertugas untuk memberikan teladan atau contoh kepada murid. Tentunya itu diharapkan contoh yang baik. Tanpa disuruh atau diminta, murid pastilah akan meniru gurunya jika memang telah memberikan contoh yang baik. Namun, murid sering membangkang perintah guru karena mungkin gurunya memang tidak layak dicontoh. Jika sudah terkondisi demikian, saya berharap agar guru langsung berintrospeksi diri. Becerminlah wahai rekan-rekan guru!
Beberapa sekolah menerapkan kedisiplinan dengan baik. Banyak cara digunakan untuk mendisiplinkan murid. Dari sekian banyak cara itu, kedatangan murid pun digunakan sekolah. Maka, tertulislah dalam tata tertib sekolah: Siswa datang ke sekolah 10 menit sebelum pembelajaran dimulai. Sebuah ide yang lumayan baik jika dapat dilaksanakan dengan baik.
Jika murid diatur dengan tata tertib, guru pun memiliki tanggung jawab untuk menjadi contoh bagi muridnya. Jadi, tata tertib hanya menjadi aturan tertulis dan aturan tidak tertulis terwujud melalui keteladanan sang guru. Pastilah murid akan mudah menerapkan peraturan itu meskipun gurunya tidak berada di tempat. Dengan demikian, tujuan pendidikan pun tercapai dengan elegan tanpa paksaan.
Namun, upaya itu sering tidak menghasilkan apa-apa kecuali tata tertib yang tetap terpampang di setiap kelas. Tata tertib itu seakan membisu karena memang hanya berwujud kata-kata. Para murid pun hanya membaca tata tertib itu dan kurang berkenan melaksanakannya. Murid malas menerapkannya karena tentu ia memiliki alasan. Menurutku, alasan itu tak lain karena gurunya pun tidak melaksanakan tata tertib serupa.
Banyak sekolah menerapkan peraturan bahwa pintu gerbang akan ditutup pada jam 07.00 tepat. Jika pintu ditutup, murid tidak dibolehkan mengikuti pelajaran. Kadang murid diharuskan untuk meminta izin masuk kepada guru jaga. Tentunya murid harus menerima beragam pertanyaan yang bernada interogatif dari sang guru piket. Setelah puas menerima interogasi tersebut, barulah murid dipersilakan masuk kelas. "Hukuman" tidak hanya diterima di ruang guru piket.
Ketika mengetuk pintu kelas, teman-teman dan guru yang mengajar pun kadang memberikan "hadiah" lain. Beragam bentuk sanksi diberikan. Teman-temannya akan memberikan "hadiah" yang berbentuk cemoohan, tepuk tangan, sindiran dan lain-lain. Hadiah yang diberikan guru bisa berbentuk push up, berdiri di depan kelas, pertanyaan-pertanyaan yang sulit dijawab, membersihkan kelas dan lain-lain. Pertanyaannya, bagaimana kita menyikapi keadaan jika gurunya yang terlambat datang ke sekolah?
Inilah potret alias gambaran ketidakdisiplinan sebagian oknum guru-guru kita. Saya belum melakukan penelitian tentang ini. Namun, saya meyakini bahwa kebanyakan banyak guru berperilaku demikian. Setidak-tidaknya dugaan itu berdasarkan diskusi-diskusi ringan dengan beberapa rekan guru dari segala penjuru. Guru sering datang terlambat ke sekolah meskipun pintu gerbang sekolah sudah ditutup. Guru bebas melenggang masuk tetapi murid dilarang masuk. Lalu, adilkah perlakuan itu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H