Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

(Calon) Guru Harus Ber-IP 3,5

29 Agustus 2012   01:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:12 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Banyak cara digunakan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Dana Alokasi Khusus (DAK), beasiswa adalah cara-cara yang telah ditempuh pemerintah. Namun, agaknya cara ini masih belum menunjukkan hasil maksimal. Di sana-sini, justru uang BOS dan DAK diselewengkan penggunaannya. Beasiswa pun hanya diterima oleh anak-anak tertentu. Itu membuktikan bahwa pemerintah masih terlihat gagap alias melaksanakan program tanpa konsep yang jelas. Uang bukan semata piranti untuk meningkatkan mutu pendidikan. Gagal dengan tiga cara di atas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggagas persyaratan agar para calon guru berasal dari lulusan dengan IP 3,5 atau lebih.

Membaca dan mendengar berita tersebut, saya tertawa geli. Kok bisa ya pemerintah, dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, berpikir sedangkal itu. Mbok ya Pak Mendiknas itu menoleh ke belakang semasa dahulu menjadi murid atau mahasiswa. Berapa nilai rapot, ijazah, dan IP Pak Mendikbud semasa menjadi murid dan mahasiswa? Saat ini, bukan rahasia lagi bahwa banyak LPTK (Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan) jor-joran memberikan nilai kepada mahasiswanya. Lalu, mengapa IP menjadi dasar mutu guru? Tak lucu-lah, Pak Menteri!

Berkenaan dengan itu, saya akan memberikan tiga bahan pertimbangan untuk meningkatkan mutu guru dan pendidikan. Ketiganya adalah beasiswa pendidikan berkelanjutan, beasiswa penelitian dan penulisan karya ilmiah, dan kompetensi ilmiah calon guru.

Pertama, beasiswa pendidikan berkelanjutan. Saat ini, memang pemerintah sudah menyediakan Beasiswa Unggulan (BU) Kemendikbud. Pemerintah memang berusaha agar para guru belajar lagi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Namun, pemerintah lupa bahwa besaran beasiswa itu teramat sedikit. Banyak guru malas melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena uang sertifikasi lebih banyak daripada uang beasiswa yang diperolehnya. Pemerintah hanya memberikan uang kuliah dan tidak memberikan biaya tambahan yang diperlukan. Bahkan, tunjangan profesi itu dihentikan sehingga guru harus berpikir ulang untuk menerima beasiswa itu.

Kedua, pemerintah mestinya salut dengan kreativitas sebagian guru-guru di Indonesia. Mereka gemar meneliti dan menulis buku. Dengan menekuni dunia penelitian dan penulisan buku, sebenarnya guru itu berbagi pengalaman untuk meningkatkan mutu pendidikan. Guru yang menulis buku pastilah mengetahui metode penyampaian materi yang paling tepat. Di sinilah keunggulan guru tersebut terbukti. Prestasi anak didiknya meningkat secara signifikan meskipun berada dalam keterbatasan. Namun, pemerintah belum (bahkan tidak) memedulikan potensi itu dengan memberikan bantuan penelitian atau penulisan buku. Andaikan guru tersebut diberikan fasilitas yang memadai, saya yakin seyakin-yakinnya bahwa ia dapat menjadi motivator yang sangat baik kepada guru-guru lainnya.

Ketiga, kompetensiilmiah calon guru. Mestinya pemerintah tidak menggunakan standar IP. Mudah sekali mendapatkan IP tinggi. Dengan berdekatan kepada dosen, aktif mengikuti perkuliahan, dan gemar membaca buku pastilah mahasiswa tersebut akan meraih IP tinggi. Namun, apa gunanya IP tinggi tetapi mahasiswa tersebut tidak dapat menyampaikan ilmunya? Saya sering menyuruh mahasiswa agar menyampaikan pendapatnya ke depan kelas. Sungguh teramat lucu, mahasiswa dengan IP tinggi justru tak terdengar suaranya. Justru mahasiwa dengan IP pas-pasan menampakkan kualitas terbaiknya.

Berdasarkan tiga hal di atas, kiranya pemerintah berkenan mengubah paradigmanya. Janganlah pelit bin kikir untuk memberikan beasiswa dan bantuan kepada guru-guru kreatif. Yakinlah bahwa kreativitas guru itu akan berdampak positif bagi peningkatan mutu pendidikan. Murid itu tidak hanya memerlukan keringanan biaya pendidikan, tetapi mereka teramat membutuhkan keteladanan. Keteladanan hanya akan diperoleh manakala gurunya memang layak diteladani. Jika gurunya berkualitas bagus, saya yakin bahwa kualitas murid pun akan teramat bagus. Majulah pendidikan bangsaku!

Teriring salam,

Johan Wahyudi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun