“Ikatlah ilmu dengan menuliskannya”, begitulah nasihat bijak itu berkata. Oleh karena itu, seyogyanya nasihat itu diikuti karena menulis memang berfungsi sebagai pengikat ilmu. Jika kompetensi menulis dikatakan sulit, sesungguhnya menulis adalah kompetensi yang dapat dikuasai semua orang selagi tidak buta huruf. Begitulah prinsip dasar saya untuk menyalurkan hobi menulis. Tidak ada tendensi materi, terkenal, atau ingin mendapatkan ini dan itu. Jika toh akhirnya saya mendapatkan ketiga, sungguh itu adalah anugerah dari Allah SWT.
Saya menyalurkan hobi menulis dengan memanfaatkan beragam media. Saya menyalurkan ke media social jika terdapat suatu permasalahan yang hangat sehingga perlu dibahas. Sesekali saya menulis status di social media terkait dengan aktivitas harian.
Selain menulis di social media, saya suka banget menulis artikel ke media cetak. Hamper semua media nasional dan daerah sudah memuat opini dan atau ulasan-ulasan sederhana. Bahkan, ada beberapa pengelola media yang menyediakan space atau rubric khusus agar saya menuangkan gagasan di rubric tersebut.
Sejak mengenal kompasiana 2009 lalu, saya semakin keranjingan dengan menulis. Tanpa sebab yang tak dapat saya jelaskan, saya merasa cocok menulis di sini. Maka, lahirlah ribuan artikel. Alhamdulillah, ternyata artikel-artikel itu menjadi perantara saat bertemu dengan banyak teman. Semua berkata, “Pak Johan yang kompasianer itu, ya?”
----
Senin, 25 Januari 2016, HP-ku bordering saat menjemput anak ke sekolahnya. Tetapi, saya tidak tahu jika ada panggilan masuk. Setelah berhenti, ternyata ada SMS-nya juga. Dan bunyi SMS itu,”Tolong HP diangkat. Saya ingin bicara. Penting!”
Tak lama kemudian, panggilan itu masuk. Ternyata, penelepon itu dari Jakarta. Intinya, saya dipanggil ke Istana Negara pada Rabu, 27 Januari 2016, untuk menghadiri makan siang dan ramah tamah dengan Presiden Republik Indonesia. Perasaan saya: kaget dan benar-benar seakan di alam mimpi.
Seumur-umur, baru kali saya mendapat undangan presiden. Jika undangan kementerian, saya sudah sering diundang sehingga saya bias bertemu dengan Pak Menteri. Ini presiden, Bro. Seorang guru kecil yang tinggal dan mengabdi di pedesaan. Kok bisa-bisanya saya dipanggil. Memang apa kelebihan saya selain sekadar tulisan itu
Tepat sekitar jam 07.40, saya terbang ke Jakarta dengan Garuda. Selama perjalanan, saya bingung jika nanti ingin menyampaikan usulan. Akhirnya, saya ingin focus menyampaikan duniaku, yaitu dunia pendidikan. Saya akan mengusulkan kepada Presiden agar rekrutmen kepala sekolah dilakukan terbuka oleh pemerintah pusat. Lalu, kepala sekolah terpilih itu dikirim ke daerah berdasarkan permintaan kepala daerah. Payung hokum yang saya gunakan adalah status pegawai negeri yang harus bersedia ditempatkan di seluruh Indonesia sesuai isi sumpah jabatan.
Sekitar jam 12.00 WIB, saya tiba di Istana Negara. Setelah menyerahkan ID ke petugas, saya menghubungi sebuah nomor dengan menyebutkan nama dan posisi. Karena baru kali ini masuk Istana Negara, saya bingung jika disuruh ke barat-timur-utara-selatan. Akhirnya, saya bisa bertemu dengan sekitar 25 teman dari seluruh penjuru tanah air yang diundang juga.
Sekitar jam 13.00 WIB, Presiden Joko Widodo masuk ke ruang makan yang didampingi dua orang. Begitu memasuki ruang, saya langsung mengucapkan salam agak keras karena saya pernah bertemu beliau di Solo dan tempat lain. Siapa tahu, beliau masih ingat suaraku. Hehehe….