Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Beratnya Beban Moral Seorang Guru

20 September 2010   19:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:06 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Saya ingin menjadi guru karena terinspirasi dari ayahanda almarhum. Meskipun hanya menjadi guru SD, ayahanda begitu luar biasa semangat pengabdiannya. Semangat itu benar-benar menginspirasi saya untuk meneladaninya. Inilah keistimewaan profesi guru: menginspirasi dan memotivasi  siswa agar menjadi generasi yang mumpuni. Pada awalnya, saya mempunyai kebanggaan yang luar biasa sebagai guru. Profesi ini begitu dihormati di kampungku. Setiap berpapasan dengan masyarakat, mereka selalu menyebutku: mas guru. Saya telah menekuni profesi ini sepuluh tahun lebih. Berdasarkan pengalaman ini, saya mulai menemukan titik-titik kelebihan dan hambatannya. Kelebihan sebagai guru dapat dilihat dari keluhuran profesi ini. Dengan jiwa pengabdian yang tertanam, setiap guru telah mencerdaskan generasi bangsa ini. Semangat guru memang perlu diacungi dua jempol. Mereka begitu bersemangat untuk mengabdikan diri demi kemajuan bangsa ini. Seiring dengan kemajuan zaman, semangat pengabdian ini mulai meluntur. Para guru mulai bergeser semangatnya. Mereka mulai mempertimbangkan untung-rugi setiap waktu yang digunakannya. Mereka benar-benar tidak mau merugi secara finansial. Maka, jadilah guru yang hanya bertujuan mengejar materi. Mereka tidak lagi menghayati profesi ini. Memperhatikan kondisi demikian, para guru lebih berkeinginan untuk menjadi pengajar daripada pendidik. Memang menjadi pengajar itu mudah. Sangat mudah. KBBI (2008:23) mendefinikasikan mengajar sebagai kegiatan memberi pelajaran. Kata mengajar berasal dari kata "ajar" yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui atau diturut. Kebanyakan guru hanya menjadi pengajar, yaitu mengajarkan pelajaran kepada para siswa. Guru hanya mentransfer atau memindahkan pengetahuan dalam pikiran dan buku untuk ditiru sehingga dikuasai siswanya. Maka, guru pun hanya berorientasi untuk menyampaikan materi pelajaran. Tidak lebih dari itu. Jika makna mengajar hanya demikian, tentu kondisi ini sangat berbahaya. Guru tidak lagi memperhatikan aspek-aspek humanisme para siswanya. Karena hanya bertujuan menyampaikan pelajaran, guru hanya mengejar ketercapaian kurikulum. Jika semua isi kurikulum sudah disampaikan, guru pun beranggapan bahwa tugasnya sudah selesai. Menurut saya, pikiran ini hanya dimiliki pekerja pabrik! Guru tidak boleh bertujuan semata menyampaikan pelajaran. Guru harus menjadi pribadi yang layak dicontoh. Guru harus menjadi figur yang mampu menginspirasi dan memotivasi siswanya. Karena guru juga seorang pendidik. KBBI (2008:326) mengartikan mendidik sebagai memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Berdasarkan definisi tersebut, kita dapat mengetahui aspek-aspek yang harus dimiliki sebagai seorang guru. Jadi, menjadi guru harus mampu menjadi pemelihara dan harus mampu menjadi pelatih tentang akhlak dan kecerdasan. Untuk menjadi pemelihara, guru harus menguasai kompetensinya secara profesional. Pemelihara bersinonimi dengan penjaga. Artinya, penguasaan ilmu pengetahuan harus terjaga, baik kualitas maupun kuantitas. Guru harus berusaha meningkatkan kualitas dan kuantitasnya. Peningkatan kualitas dapat diraih dengan rajin melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dan membaca buku. Peningkatan kuantitas dapat diperoleh dengan mengikuti pendidikan berjenjang dan pelatihan. Tugas terberat guru adalah menjadi pelatih akhlak dan kecerdasan. Akhlak itu melekat pada diri seseorang. Akhlak tecermin dari perilaku keseharian. Karena menjadi pelatih, semua perilaku guru merupakan cerminan penguasaan pelajaran yang dibungkus dengan kesantunan sikap, hati dan pikirannya. Maka, itulah wujud pikiran cerdas seorang guru. Jika sikap itu dimiliki 1% guru Indonesia, bangsa ini akan menjadi bangsa maju sebagai pesaing utama bangsa maju dunia. Dan saya yakin itu masih mampu kita wujudkan. Wahai guru Indonesia, ayolah menjadi pendidik yang baik dan jangan hanya menjadi semata. Yakinlah bahwa rezeki kita akan menjadi berkah manakala niatan itu tulus dari ketuk hati terdalam. Marilah kita mengembalikan niatan mulia ini sedari semula!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun