Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa Menunjukkan Bangsa#31 Membedakan Makna Mati

25 Juli 2010   00:49 Diperbarui: 4 April 2017   18:05 6439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

[caption id="attachment_203740" align="alignleft" width="150" caption="Tulisan mencerminkan pribadi penulisnya"][/caption]

Jika diperhatikan dengan saksama, media sering menggunakan makna mati secara beragam. Mati merupakan hipernimi (kata umum) dari makna hiponimi (kata khusus) meninggal, wafat, mangkat, tewas, mampus, gugur, dan berpulang. Semua hiponimi itu mempunyai makna konotasi berbeda-beda. Namun, kita sering menjumpai bahwa penggunaan makna itu tidak tepat karena diksinya.

Cobalah diperhatikan kalimat berikut ini.

Penjahat itu akhirnya meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.

Kata meninggal digunakan untuk mati dalam keadaan normal dan bagi orang baik. Oleh karena itu, kalimat itu akan menjadi lebih baik jika diganti menjadi Penjahat itu akhirnya tak terselamatkan dalam perjalanan ke rumah sakit.

Sementara itu, penggunaan kata meninggal akan lebih tepat jika digunakan untuk orang yang dihormati. Perhatikan contoh berikut ini.

Ayahku meninggal dua tahun lalu.

Untuk kata wafat, mangkat, dan berpulang lebih tepat digunakan untuk orang yang menjadi pimpinan, semisal raja, sultan, presiden, perdana menteri dan lain-lain. Untuk orang-orang umum, sebaiknya digunakan kata kata meninggal. Untuk orang jahat atau dianggap jahat, sebaiknya digunakan kata tewas, berujung maut, atau mati.

Kata gugur akan menjadi tepat jika digunakan untuk prajurit atau orang yang bertugas dan meninggal di tempat tugas. Kata mampus digunakan untuk menyatakan ejekan atau kebencian.

Bahasa merupakan media penyampai pesan dan pikiran manusia. Hanya Nabi Sulaiman yang dilengkapi Tuhan untuk dapat memahami bahasa binatang. Karena menjadi media penyampai pesan, tentu bahasa mempunyai peranan sangat vital dan fatal. Segalanya dapat berbeda jika cara menyampaikannya salah bahasa. Agar tidak terjadi kesalahan berbahasa, sebaiknya kita mulai berbenah agar menjadi pribadi taat bahasa. Taat bahasa dapat dimulai dari ketertiban memperhatikan pilihan kata, kalimat, dan mekaniknya.

Ketepatan pilihan kata atau diksi akan berpengaruh terhadap efektivitas kalimat. Jika sudah memperhatikan pilihan kata, kalimat itu akan menjadi lebih mudah dipahami. Tentu kalimat akan menjadi lebih baik jika diikuti dengan memperhatikan mekanik atau ejaan. Memang menjadi pribadi taat bahasa memerlukan ketekunan dan ketelitian. Oleh karena itu, pernah ada orang bijak yang berpendapat bahwa karakter manusia dapat dibaca dari tulisannya. Jika tulisan sudah teratur karena memperhatikan bahasanya, penulisnya pastilah pribadi bersahaja. Nah, bagaimanakah dengan Anda? (www.gurumenulisbuku.blogspot.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun