[caption id="attachment_203740" align="alignleft" width="150" caption="Tulisan mencerminkan pribadi penulisnya"][/caption]
Jika diperhatikan dengan saksama, media sering menggunakan makna mati secara beragam. Mati merupakan hipernimi (kata umum) dari makna hiponimi (kata khusus) meninggal, wafat, mangkat, tewas, mampus, gugur, dan berpulang. Semua hiponimi itu mempunyai makna konotasi berbeda-beda. Namun, kita sering menjumpai bahwa penggunaan makna itu tidak tepat karena diksinya.
Cobalah diperhatikan kalimat berikut ini.
Penjahat itu akhirnya meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.
Kata meninggal digunakan untuk mati dalam keadaan normal dan bagi orang baik. Oleh karena itu, kalimat itu akan menjadi lebih baik jika diganti menjadi Penjahat itu akhirnya tak terselamatkan dalam perjalanan ke rumah sakit.
Sementara itu, penggunaan kata meninggal akan lebih tepat jika digunakan untuk orang yang dihormati. Perhatikan contoh berikut ini.
Ayahku meninggal dua tahun lalu.
Untuk kata wafat, mangkat, dan berpulang lebih tepat digunakan untuk orang yang menjadi pimpinan, semisal raja, sultan, presiden, perdana menteri dan lain-lain. Untuk orang-orang umum, sebaiknya digunakan kata kata meninggal. Untuk orang jahat atau dianggap jahat, sebaiknya digunakan kata tewas, berujung maut, atau mati.
Kata gugur akan menjadi tepat jika digunakan untuk prajurit atau orang yang bertugas dan meninggal di tempat tugas. Kata mampus digunakan untuk menyatakan ejekan atau kebencian.
Bahasa merupakan media penyampai pesan dan pikiran manusia. Hanya Nabi Sulaiman yang dilengkapi Tuhan untuk dapat memahami bahasa binatang. Karena menjadi media penyampai pesan, tentu bahasa mempunyai peranan sangat vital dan fatal. Segalanya dapat berbeda jika cara menyampaikannya salah bahasa. Agar tidak terjadi kesalahan berbahasa, sebaiknya kita mulai berbenah agar menjadi pribadi taat bahasa. Taat bahasa dapat dimulai dari ketertiban memperhatikan pilihan kata, kalimat, dan mekaniknya.
Ketepatan pilihan kata atau diksi akan berpengaruh terhadap efektivitas kalimat. Jika sudah memperhatikan pilihan kata, kalimat itu akan menjadi lebih mudah dipahami. Tentu kalimat akan menjadi lebih baik jika diikuti dengan memperhatikan mekanik atau ejaan. Memang menjadi pribadi taat bahasa memerlukan ketekunan dan ketelitian. Oleh karena itu, pernah ada orang bijak yang berpendapat bahwa karakter manusia dapat dibaca dari tulisannya. Jika tulisan sudah teratur karena memperhatikan bahasanya, penulisnya pastilah pribadi bersahaja. Nah, bagaimanakah dengan Anda? (www.gurumenulisbuku.blogspot.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H