Pelajaran sastra sangat digemari anak-anak. Mereka terlihat bersemangat jika saya mengajarkan puisi, prosa, atau drama. Oleh karena itu, saya harus pandai-pandai memilih materi.Seperti kemarin, anak-anak sangat gembira ketika saya menyampaikan bahwa pelajaran hari itu adalah mengarang cerpen.
Cerpen adalah salah satu bentuk karya sastra yang sangat menarik. Cerpen atau cerita pendek adalah karya sastra yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) beralur tunggal; (2) terbatas pada jumlah tokoh; (3) penggambaran tokoh sangat kuat; (4) terbatas pada penggunaan jenis latar; dan (5) panjang tak lebih dari 4000 kata sehingga terbaca sekali duduk.
Saya sangat menginginkan agar anak-anak dapat menjadi pengarang cerpen. Menjadi pengarang cerpen dapat menjadi awal dari seorang pengarang terkenal. Oleh karena itu, saya menyampaikan bahwa menjadi pengarang cerpen perlu bermodalkan kegemaran mengarang, kepekaan perasaan, dan penguasaan variasi kosakata.
Untuk menjadi pengarang cerpen pemula dapat diawali dua langkah. Pertama, menyadur cerpen yang telah ada. Menyadur adalah kegiatan mengarang kembali cerpen yang telah ada dengan bahasa sendiri. Ketika menyadur cerpen, pengarang harus memperhatikan tiga kesamaan: isi cerita, latar (tempat, waktu, suasana) cerita, dan nama tokoh beserta dengan perwatakannya.
Meskipun hanya menyadur cerpeb, kegiatan itu cukup sulit. Kesulitan itu terlihat pada kemampuan mengolah isi cerita dan alurnya. Oleh karena itu, pengarang harus meminimalisi beragam penyimpangan berdasarkan naskah cerpen asli.Cerpen saduran harus diusahakan agar mempunyai kesamaan “rasa” dengan naskah cerpen aslinya.
Kedua, mengarang cerpen berdasarkan pengalaman yang berkesan. Setiap orang pasti mempunyai pengalaman berkesan. Pengalaman itu dapat berkesan karena menyenangkan dan menyedihkan. Keduanya sangat bermanfaat untuk sumber inspirasi.
Mengarang cerpen berdasarkan pengalaman dapat diawali dengan menyusun alur atau plot cerita. Alur adalah rangkaian peristiwa yang disusun secara kausalitas atau sebab akibat. Alur terdiri atas lima tahapan, yakni awal cerita, kemunculan konflik, puncak konflik (klimaks), penurunan ketegangan (antiklimaks), dan akhir cerita. Jika disusun berurutan, itu disebut alur maju atau alur progresif.
Saya pun meminta anak-anak agar memilih sebuah pengalaman mereka yang dianggap paling berkesan. Maka, terlihatlah keseriusan mereka untuk menjadi pengarang cerpen. Mereka tampak senyum-senyum. Lalu, kalimat demi kalimat pun tersusun. Sambil menunggu mereka untuk menyelesaikan tugas ini, saya menulis kisah ini bagi Anda. Semoga bermanfaat. Selamat pagi…!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H