Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Agar Tulisan Nongol di KOMPAS Cetak

14 Mei 2012   17:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:18 1270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13370141811493791619

[caption id="attachment_188260" align="aligncenter" width="640" caption="Senangnya saya bertemu dengan guru penulisku (Foto: Omjay)"][/caption]

Seorang penulis tentu berkeinginan kuat agar setiap tulisannya dapat memberikan banyak manfaat kepada sebanyak-banyaknya pembaca. Penulis tentu teramat berbahagia jika keinginannya itu tercapai. Oleh karena itu, penulis pun berusaha ingin mengetahui tips atau strategi terbaik sehingga cita-keinginannya itu tergapai. Jauh jarak tak menjadi soal baginya demi dapat menghasilkan karya terbaiknya. Terlebih, ia dapat berguru langsung kepada gurunya. Masih teringat dengan baik kenangan indah ketika saya bertemu dan berbincang dengan banyak kawan pada acara Intip Buku di Bank Indonesia Jakarta (Sabtu, 28 April 2012). Begitu banyak kawan dapat dijumpai dan begitu banyak pula ilmu didapat. Wajah tampak cerah-sumringah karena bertemu penulis idola. Kita saling melepas rindu dengan banyak kawan karena belum pernah bersemuka sebelumnya. Kebahagiaan itu semakin bertambah karena mendapatkan banyak ilmu secara gratis tetapi sarat manfaat. Jauh datang dari Sragen(tina), saya berusaha menyempatkan diri agar dapat bertemu, bersilaturahim, dan mencari ilmu sekaligus kawan. Tak sedetik pun waktu tersiakan karena saya teramat berusaha menghargai nilai sedetik waktu. Maka, setiap saat bertemu kawan, saya berusaha bersapa secara berkenalan dan menukar nomor kontak. Kebahagiaan kian terasa dan semakin terasa ketika saya bertemu dengan sang penulis idola: Pepih Nugraha. Ya, saya menganggap Kang Pepih sebagai guru menulisku. Setiap Kang Pepih menulis di Kompas cetak dan mem-posting tulisannya di kompasiana, saya selalu berusaha membaca tulisannya. Irama, diksi, dan isi begitu kuat terasa. Jarang talenta penulis dapat mendewasakan tulisan bak Kang Pepih. Rerata penulis masih berada pada taraf pencarian selingkungan bahasa sehingga kadang ciri khas itu berubah-ubah. Namun, itu tidak terjadi pada diri Kang Pepih. Saya bertemu dengan Kang Pepih dua kali. Pertemuan pertama terjadi ketika saya bertamu ke kompas.com dan pertemuan kedua terjadi pada acara Intip Buku. Satu kesan yang dapat saya terima adalah kesahajaan sang penulis sekaligus wartawan senior Kompas. Di balik wajah lembutnya, terpancar bahasa tulisan dari jarinya. Entah, mungkin jari itu bermata: tajam selaksa ujung pena. Sebuah pertemuan yang teramat berharga nan sarat nilai. Terlebih, pada pertemuan kedua, Kang Pepih berbagi tips alias strategi kepada para penulis kacangan macam saya. Kang Pepih tidak kikir berbagi pengalaman tentang dunia kepenulisan. Dan itu termasuk pengalamannya ketika mengelola media sebesar Kompas. Lalu, apa saja tips yang diberikan Kang Pepih kepada kita? Kepada semua peserta, Kang Pepih memberikan tiga tips agar tulisan kita dapat nongol alias dimuat Harian Umum Kompas. Jaga Ciri Khas Ibarat anak sekolah mengenakan seragam, tentu kita akan mengalami kesulitan untuk menemukan keunikan di antara mereka. Semua terlihat sama. Tak satu pun terlihat keistimewaan terpancar dari barisan anak-anak itu. Dan itu pula hakikat ciri umum dan ciri khusus seorang penulis. Penulis harus mencerminkan diri sesuai dengan bidangnya. Tak perlu tersulut ambisi karena terdengar dan teringatnya beragam ide dan isu di kepalanya. Penulis harus menjaga kecirian itu agar mudah diketahui editor. Kang Pepih bercerita bahwa seorang penulis hendaknya menunjukkan potensi dirinya. Semua orang pastilah memiliki keunggulan dan atau kelebihan. Oleh karena itu, hendaknya penulis berusaha mengeksplorasi segala potensi itu sehingga benar-benar menjadi ciri khusus baginya. Jika ciri khas itu didapat, sebenarnya ia telah berhasil menampilkan dirinya kepada khalayak. Jaga Bahasa Harian Kompas mungkin menjadi salah satu media cetak nasional yang teramat memerhatikan penggunaan bahasa Indonesia. Meskipun puluhan editor atau penyunting bahasa dimiliki, itu tidak berarti bahwa media cetak sebesar Kompas mengabaikan perhatiannya kepada pemakaian bahasa Indonesia sang penulis. Maka, Kang Pepih memberikan motivasi kepada semua peserta agar memerhatikan bahasa tulisannya. Memang kita mudah menemukan tulisan yang baik pada bagian isi tetapi kurang baik pada bahasa. Penulis sering mengabaikan penggunaan bahasa karena ia terlalu menekankan perhatiannya kepada isi. Namun, isi tidak akan menarik jika tidak dibalut dengan kulit. Jadi, kemenarikan isi akan terbantu jika kulitnya pun menarik. Bahkan, banyak orang senang memerhatikan kulit daripada isi. Inilah pentingnya memerhatikan bahasa Indonesia. Jaga Data Penulis bukanlah penebar dan penyebar fitnah. Penulis itu pendakwah sehingga semestinya memberikan informasi dan pengetahuan kepada semua pembaca. Penulis harus menjaga kelurusan niat sehingga ia benar-benar tidak terprovokasi untuk memanas-manasi situasi. Maka, penulis yang bijak selalu berdasarkan fakta ketika menuangkan gagasannya. Banyak penulis terlena karena ambisi keterkenalan. Lalu, penulis itu menebar dan menyebarkan opini sesat. Disebut opini sesat karena kajiannya dangkal tanpa didukung kevalidan data. Meskipun opini itu mungkin berhasil mengecoh editor, sebenarnya ia telah salah jalan karena penulis seharusnya tidak berkehendak untuk mengecoh semua orang. Seorang penulis perlu memikirkan dampak dari setiap tulisannya karena tulisan yang sudah tersebar teramat sulit ditarik kembali. Jujur saja, saya menganggap bahwa tiga tips yang diberikan Kang Pepih telah menjadi oleh-olehku yang sangat bernilai. Meskipun kegiatan itu sudah lama berlangsung, saya menganggapnya kegiatan itu justru baru akan diadakan. Ya, saya akan berusaha mengikuti anjuran Kang Pepih karena saya masih mudah terombang-ambing kecirian pribadi. Puluhan kali saya telah berkirim artikel ke Kompas, tetapi belum satupun artikel dimuat. Setelah mendengarkan penjelasan Kang Pepih, barulah saya tersadar bahwa selama ini saya telah melakukan kesalahan besar atas cita-cita besar. Terima kasih, Kang Pepih, atas tiga tips yang Anda berikan. Teriring salam, Johan Wahyudi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun